Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

CLARA - Putri Seorang Mafia (Episode#5)

15 April 2023   09:46 Diperbarui: 15 April 2023   09:53 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Image Episode #5 by D.Wibhyanto / Dok.pri 

Perempuan Bertato Mawar Biru (#5)

Tahun 2022, Kota Metropolitan

Brigadir Clara bersama seorang reserse polisi kriminal sudah tiga jam menunggu seorang target tersangka di tempat hiburan malam di kota. Ketika target itu masuk tempat hiburan itu, Clara mengikuti perlahan dari belakang.

“Tolong segera hubungi kantor untuk backup, kamu tunggu di sini. Aku yang masuk ke dalam”, kata Clara pada rekannya. Dia berjalan hati-hati melewati beberapa ruang tempat hiburan itu. Banyak orang di tempat itu, sebagian besar kondisinya teler oleh miras atau narkoba.

Clara tahu bahwa target tengah berada di sebuah ruang khusus bersama beberapa lelaki. Mereka sedang melakukan transaksi narkoba. Ada beberapa gepok uang dalam tas, dan narkoba jenis sabu di atas meja. Clara melihat dari balik kaca.

“Ini uangnya”, kata lelaki itu sambil melempar beberapa gepok uang terbungkus plastik. 

“Itu terlalu banyak untuk kuberikan ke kalian. Panggil bosmu. Jika kita mau kerjasama ya harus bos kalian yang datang. Aku harus tahu siapa dia”, pungkasnya. 

“Yah, pasokan sabu-sabu makin menipis sekarang”, kata temannya. 

“Tapi posisi kalian kan masih aman”. 

“Kalau tidak mau, ya kami pergi saja. Transaksi kita batalkan”.

“Jangan begitu. Duduklah dulu”, sergah lawan bicara orang itu. Simpang siur pembicaraan di ruangan itu.

Clara masuk ke sebuah ruang di samping ruang target berada. Di situ ada seorang perempuan muda yang tergeletak dalam kondisi mabuk. Clara menolong perempuan itu dengan menepuk punggungnya agar dia sadar. Perempuan muda itu memiliki tato bergambar mawar biru pada lehernya. Setelah menolong perempuan muda itu, Clara mengambil kursi dan memecahkan kaca yang terhubung dengan ruang sebelah tempat target tersangka berada.

Pyarr.! Kaca berantakan.

“Polisi. Jangan bergerak!”, teriak Clara tegas. Semua orang yang ada dalam ruang itu terkejut. Beberapa orang mencoba kabur, bersama barang bukti dan sejumlah uang dalam tas besar. Tempat hiburan itu berubah kacau. Clara memburu target sasaran. Kena. Dia meringkus orang itu, dan mencoba untuk memborgolnya dan menggiring keluar.

“Apa apaan ini, siapa kamu berengsek. Dari satuan mana?”, sergah seorang lelaki muda yang tadi tampak melakukan transaksi bersama orang-orang dalam ruangan itu. Dia menghardik Clara. Dia juga menunjukkan punya borgol di genggaman tangannya. 

“Siapa kamu berengsek. Dari satuan mana?”, balik Clara bertanya. Tangannya sibuk meringkus target sasaran yang meronta-ronta mencoba untuk kabur.

“Bripka Magnus   Wicaksono   dari   satuan   serse narkoba”, jawab lelaki itu.

“Brigadir Clara Larasati dari satuan serse kriminal”, sergah Clara.

“Kamu mengacaukan keadaan, sudah enam bulan saat ini kami tunggu. Kini berantakan, target utama lolos melarikan diri”, sergah lelaki itu yang ternyata dia polisi yang menyamar.

“Jangan coba halangi. Kami meringkus dia si Didiek Jalu ini di perkara pembunuhan bukan narkoba. Sudah lama target aku pantau”, pungkas Clara. Keduanya bersitegang.

Seseorang menghampiri Clara, menyodorkan telepon seluler. Seseorang berbicara di telepon. Clara mengangguk. “Baik. Siap pak. Baik pak”, jawab Clara pendek. Lalu Clara menyerahkan si tersangka ke lelaki polisi satserse narkoba itu. Lelaki itu menatap Clara pergi meninggalkan lokasi kejadian perkara. Dia merasa kesal operasinya gagal.

“Jangan pernah muncul di hadapanku lagi”, katanya.

Mabes Kepolisian Metropolitan

Clara bergegas menuju ruang bagian Satserse Narkoba. Menurut informasi, hari ini dia dimutasi ke sini, dari satuan sebelumnya Satserse Kriminal.

“Brigadir Clara? Apakah engkau mengenalku?”, kata suara di belakangnya. Clara menoleh dan terkejut. Lelaki di hadapannya ini wajahnya mirip seperti orang yang pernah dilihat di lubang pintu apartemennya dulu. Wajahnya mirip pria dengan jaket bertudung hitam yang seperti pembunuh ayahnya. Lelaki berwajah tirus berkacamata bening. Apakah dia? Clara menepis bayangan itu dari pikirannya. Bukan dia!

“Ya pak. Anda adalah Kasatserse Narkoba”. 

“Silahkan masuk. Inilah ruangan satuanmu”, kata lelaki itu. Clara akhirnya tahu bahwa dia adalah atasannya di satuan yang baru ini. Kasatserse Narkoba -Komisaris Polisi Surya Sindunata.

“Mengapa kamu sangat berminat bergabung di timku. Bukannya sudah dua kali kamu mengajukan mutasi?”, tanya lelaki atasannya itu.

“Siap. ijin pak Surya. Benar sudah dua kali”, jawab Clara.

“Apa alasanmu bergabung di tim satserse narkoba?”

 “Saya ingin menangkap seseorang”.

"Siapa yang akan kau tangkap?”, Kompol Surya bertanya. Clara diam. “Kau tak bisa mengatakannya padaku?”.

“Tetapi jika alasanmu bergabung hanya karena uang, kamu tak akan bisa bertahan lama di satuan ini. Ingat”.

“Selamat bergabung. Aku suka dengan prinsipmu. Pergilah ke ruangan kerjamu”, kata Kompol Surya kemudian.

“Siap pak”, jawab Clara singkat.

***

Menjelang malam, dengan mengendarai motor, Clara bergegas pergi ke tepi sebuah dermaga, dimana Bayu Samudra Bos Gangster itu telah menunggu.

“Apakah kamu telah lama menunggu? “, tanya Clara. Bayu mengangguk. Clara mengeluarkan tumbler dari tasnya. “Minumlah ini, ramuan suplemen secang. Kabarnya kamu sulit tidur. Minuman itu baik untukmu”. Seraya menyodorkan tumbler itu kepada Bayu.

“Kenapa rasanya seperti ini. Tidak enak”, Bayu Samudra mencicipi minuman. Tetapi dia tetap memegang tumbler itu.

“Apa kamu suka menjadi polisi? “, tanya orang nomer satu di organisasi Naga Putih itu kemudian. Clara mengangguk.

“Aku barusan dipindahkan ke Satres Narkoba”.

“Baguslah. Selamat. Kini, berarti pertarungan sesungguhnya telah dimulai”, Ujar Bayu Samudra.

“Ya. Akhirnya aku bisa mencari tahu siapa pemilik senjata api itu. Dan siapa Surya Sindunata yang sekarang atasanku”, kata Clara. “Lalu, akan aku cari tahu, siapa pembunuh ayahku… Aku pasti menemukannya”, imbuhnya.

Lalu Clara bercerita bahwa seandainya ayahnya tidak dibunuh, mereka akan tinggal di tepi pantai. Sekilas Clara teringat lagi pada apa yang dikatakan oleh ayahnya, waktu berjalan bergandeng tangan di tepi pantai:

“Kita akan segera memiliki rumah mewah di tepi pantai. Tentu menyenangkan. Mau tidak?”. “Kapan?”, tanya Jane. “Jika pekerjaan ayah selesai, sebentar lagi”, jawabnya.

“Ayahku dan aku berjanji membangun rumah di tepi pantai dan tinggal di sana. Kami akan punya tempat tidur gantung, memancing dan berenang di laut setiap hari. Seperti orang tanpa beban dan merdeka. Ayahku ingin hidup seperti itu”. Cerita Clara.

“Jika orang tidak membunuh ayahku, mungkinkah kami bisa hidup seperti itu?”, tanya Clara ke Bayu Samudra. Bos Gangster itu hanya menoleh ke Clara. Lalu dia bercerita.

“Sepuluh tahun lalu, ayahmu menyelamatkan aku dari serangan segerombolan Gali yang bersenjata tajam, di sebuah Gudang, di pinggir Kota Yogyakarta. Sekalipun kami penuh luka, tetapi kami berdua selamat. Banyak musuh tumbang oleh sabetan pisau ayahmu. Aku sendiri tercabik cabik banyak luka di tubuhku oleh serangan lawan”, kata Bayu Samudra. Clara menyimak cerita itu sungguh-sungguh.

“Seseorang di situ lalu memotret kami berdua yang sedang tertawa walau tubuh penuh luka. ini fotonya. Simpanlah”. Bayu Samudra menyerahkan selembar foto. Clara mengamati foto itu. Itu foto medium close up ayahnya dan Bayu Samudra. Wajah mereka tampak ceria, tertawa bersama, walau ada beberapa percikan merah di tubuh dan sebagian wajah mereka. Clara menyimpan foto itu.

“Dan Ini pisauku”. Lelaki itu mengambil dan menyerahkan sebuah pisau. Bentuknya seperti jenis pisau tajam yang biasa dipakai oleh militer. Sarungnya terbuat dari bahan kulit berwarna hitam. 

“Terimalah. Pakailah pisau ini. Bunuh dia orang itu jika engkau telah menemukannya. Percayalah. Apa pun yang terjadi, organisasi akan melindungimu”. Clara menerima pisau itu.

Lalu mereka berpisah.

***

Kehadiran Brigadir Clara Larasati di tim serse narkoba membuat Bripka Magnus Wicaksono sebagai kepala tim bertanya: mengapa dia dimutasi di sini? Bukankah perempuan ini yang baru saja mengacaukan kerja tim penggerebekan narkoba? 

Bripka Magnus Wicaksono protes ke atasannya. Dia masuk ruang pimpinan.

“Ijin pak. Mengapa dia dimutasi ke tim kita? Bukannya dia baru membuat masalah soal penggerebekan Bos Preman Didiek Jalu?”, tanya Magnus.

“Dia tangguh dan memiliki kemampuan. File data dirinya bagus. Biarkan dia mencoba di tim serse narkoba. Beri dia kesempatan. Dia ingin menangkap seseorang”, jawab Kompol Surya Sindunata di ruangannya.

“Tetapi jika dia tidak mampu dalam sebulan, kita berhentikan dari tim, kita kembalikan ke satserse kriminal ya nDan”, sergah Bripka Magnus wicaksono.

“Ya”, jawab Kompol Surya. “Kembalilah ke tim mu, temui dia anak buahmu”.

“Siap”.

*** 

(BERSAMBUNG ke Episoe #6 )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun