Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

CLARA-Putri Seorang Mafia (Episode #3)

13 April 2023   19:26 Diperbarui: 14 April 2023   06:03 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdampar di Sarang Koretans (#3)

Pusat Pelatihan Koretans

Lalu Jane dibawa oleh teman ayahnya yang bos Gangster itu ke sebuah tempat mirip mess asrama di tepi Pelabuhan. Tempat itu memiliki pintu gerbang tinggi, dan ada beberapa penjaga di sekitarnya membawa anjing galak. Di pintu masuk tempat itu terdapat papan besar bertuliskan: "Pusat Pelatihan Koretans". Jane tidak tahu itu tempat apa.

Jane dan bos Gangster masuk ke tempat itu. Beberapa penjaga di tempat itu membungkuk lama, dan membiarkan mereka masuk. Di pintu masuk terdapat tulisan cat semprot warna putih di sebuah papan berwarna dasar hitam: "Cave Ne Cadas"- Berhati hatilah supaya tidak jatuh!

Ruangan di dalam sangat luas, dengan plafon tinggi, luasnya lebih mirip seperti sebuah hanggar pesawat terbang. Sepanjang mata memandang, rupanya banyak orang tengah sibuk melakukan berbagai kegiatan olahraga beladiri. Di antaranya tinju, karate, yudo, pencak silat, beladiri tehnik pedang dan pisau, dan sebagainya. Jumlah mereka sekitar tujuh puluhan orang. Mungkin lebih. Semuanya laki-laki.

"Selamat datang ketua, Pak Bayu Samudra", teriak seseorang, dan diikuti orang-orang di situ hampir secara serempak. Lalu semua orang di tempat itu membungkuk, memberi hormat. Jane baru sadar bahwa orang yang bersamanya itu adalah orang yang paling berkuasa di tempat itu. 

Panggilannya, ketua- Pak Bayu Samudra. Dia orang yang disegani dan dihormati di sini.

"Dia anggota baru organisasi", kata Bayu Samudra, kepada semua orang di situ. 

"Perkenalkan dirimu", katanya kepada Jane. Jane membungkuk.

"Apa yang akan kau lakukan pada perempuan itu, pak ketua?", tanya Gibon pengawal khususnya di tempat terpisah.

"Dia    akan    membalas    dendam.    Biarkanlah    dia melakukan itu, Gibon", jawab Bayu Samudra singkat.

***

Jane mulai menempati ruang kamar. Ruangan itu tidak begitu luas, mungkin berukuran tiga kali empat meter, berisi tempat tidur berkerangka besi, tanpa alas kasur, melainkan beralas beberapa lembar papan ditutup tikar pandan di atasnya dan sepotong selimut bermotif garis putih biru dan sebuah bantal tipis. Di samping tempat tidur ada meja kayu kecil dan lemari pakaian. 

Ruang kamar itu menjadi sedikit agak lega ketika jendela kamar itu dibuka lebar dan pemandangan kota bisa terlihat jelas dari dalam kamar. Jane melihat sepintas bahwa model kamar lainnya yang jumlahnya ada puluhan di situ, mirip seperti yang dia tempati. Sebagian lain lebih mirip model barak atau ruangan kamar memanjang seperti di tangsi militer.

Jane masuk ke kamar itu dengan dihantar oleh seorang lelaki bertato ular naga melingkar pada dada kirinya. Bentuk tato itu seperti tato di tubuh jasad ayahnya. Dia memperkenalkan diri. "namaku Guntur Geni".

"Mulai sekarang, tugasmu mencuci piring, membuang kotoran dapur, mengosek WC dan mengepel lantai semua lorong di sini. Jika engkau naik kelas, engkau akan menjadi anggota resmi organisasi. Jika kariermu bagus, engkau akan tinggal di gedung mewah di seberang sungai sana. Itu "Domus Patrum" gedung Casino Dragon Empire, tempat paling prestisius bagi anggota organisasi. Bukan di sini. Aku di sini sudah dua tahun", kata Guntur Geni menjelaskan.

"Kenapa kau datang ke sini? Kau perempuan", tanya Guntur Geni lagi. "Bukannya kau sendiri tahu bahwa di sini sarangnya laki-laki".

"Aku ingin menjadi kuat", jawab Jane.

"Baiklah. Aku gak ngerti maksudmu. Semoga kamu beruntung", katanya sambil tertawa. Lalu lelaki itu pergi.

Jane membuka tas, mengeluarkan kotak berisi guci abu jenazah ayahnya. Guci itu ia keluarkan dari kotak, lalu diletakkan dengan hati-hati di meja samping tempat tidur. Jane berdoa di depan guci itu. Malam semakin larut, sementara pagi masih jauh dari jangkauan. "Bersabarlah Ayah, selamat beristirahat", kata Jane.

Setelah beberapa waktu tak muncul, akhirnya Bayu Samudra menemui Jane lagi di tempat itu.

"Kau berpikir untuk kabur dari tempat yang tidak nyaman ini?", tanya lelaki itu. Jane menggeleng.

"Tidak. Tak ada dalam benakku untuk kabur atau pergi dari sini. Aku hanya berpikir untuk menang", jawab Jane datar.

"Menurutku jangan sekedar berpikir untuk menang. Tetapi berpikirlah untuk membunuh. Untuk membunuhnya. Ingatlah itu", kata Bayu Samudra setengah berdesis. Matanya menatap Jane dengan tajam. "Jangan gunakan hanya dengan kekuatanmu. Sekeras apapun kau berlatih, mereka di luar sana itu jauh lebih kuat", katanya lagi.

"Lantas harus bagaimana?", tanya Jane.

"Pakailah kecerdasan akalmu. Serang titik lemahnya. Pelipis, Alur bibir, dagu, ulu hati, ketiak dan alat kelamin. Hanya serang titik lemah mereka. Dengan begitu engkau bisa membunuh musuhmu".

"Baiklah mari kita coba. Serang titik lemah", pungkas Bayu Samudra.

Lalu mereka berdua masuk suatu arena sasana. Tempat itu kosong dengan dikelilingi oleh kawat ram. Bayu Samudra melepas bajunya. Dada pria itu kekar menonjolkan lekuk, bertato lambang ular naga melingkar di dada kirinya. Di situ tak tampak pengawalan yang ketat, hanya lelaki bernama Gibon itu tampak dari kejauhan mengawasi. Jane tidak tahu kemana orang-orang Koretans, mereka tidak tampak di situ. Mungkin mereka semua sedang ada kegiatan di tempat lain.

Pertarungan dimulai. Beberapa kali Jane tersungkur oleh pukulan keras. Tetapi dia bangkit lagi. Bayu Samudra menunjukkan serangan ke beberapa titik lemah Jane. Jane mengaduh ketika sikut Bayu Samudra dengan cepat mengenai dagunya. Jane menggelosor ke belakang ketika sebuah tendangan keras mengenai punggungnya. 

Benar- benar Jane dibuat tak berdaya melawan Bayu Samudra. Namun sesekali Jane mampu berkelit untuk menghindari bantingan, lalu menyerang dengan pukulan kilat ke arah uluhati. Bayu Samudra mengaduh. Jane minta maaf, dan memeriksa apakah Bayu Samudra tidak apa-apa? Lalu mereka bertarung lagi. Serang titik lemahnya!

Sejak itu Jane semakin giat berlatih fisik dan mental. Tak ada waktu yang terbuang. Jane mempelajari berbagai tehnik beladiri, dengan segala sarana yang ada di tempat itu. Mentalnya juga teruji dari segala bentuk cemoohan, sindiran atau kata-kata pelecehan dari orang-orang Koretans di tempat itu.

Tak terasa sudah enam bulan berlalu. Tibalah saat hari kompetisi. Semua orang berkumpul dalam suatu ruangan besar. Di podium tampak Bayu Samudra duduk di sebuah kursi besar, di samping Gibon dan dikelilingi beberapa orang bertubuh besar di sekitarnya.

Diumumkan bahwa dalam kompetisi ini, Pemenang tunggal dalam perkelahian massal akan memenangi hadiah khusus, liburan dan uang.

Lalu semua orang dibagi dalam dua kubu. Tak ada yang memakai senjata. Mereka saling diadu untuk bertarung. Dan pertarungan pun dimulai. Suasana riuh, seperti terjadi perkelahian dalam tawuran massal. Beberapa orang tampak tumbang. Sisanya masih saling serang.

Dari puluhan orang yang terlibat perkelahian, pada akhirnya ternyata tersisa hanya dua yang masih bertahan. Yaitu Guntur Geni pemuda yang paling tengil di kelompok itu, dan Jane. Terdengar sorak sorai dan gemuruh semua orang di tempat itu.

Lalu Guntur Geni dan Jane berhadap-hadapan. mereka beradu duel. Jane sempat terpojok oleh keberingasan Guntur Geni. Lelaki itu bertubi-tubi menyarangkan tendangan dan pukulan keras. Jane limbung dan terguling tubuhnya ke belakang. Tetapi sejurus kemudian, mendadak entah bagaimana Guntur Geni terbujur pingsan oleh gerakan balik sikut Jane yang keras dan sangat cepat mengenai dagu. Guntur Geni tumbang.

Jane menang sebagai juara, dengan tubuh terhuyung-huyung. Bayu Samudra kemudian maju ke arah Jane. Dia memegang tangan kanan Jane, dan mengangkatnya ke atas. Segera sorak sorai dan teriakan selebrasi gembira dari semua orang yang ada di ruangan itu. Pusat Pelatihan Koretans seperti seolah benar-benar bergetar hendak rubuh.

Guntur Geni merasa malu dan kecewa berat atas kekalahannya.

"Soal tadi, aku minta maaf", kata Jane.

"Mengapa minta maaf. Ini kompetisi", jawab Guntur Geni singkat dan meringis kaku. Dia lalu pergi.

Tetapi rupanya dia pergi untuk mengatur suatu siasat busuk bersama seorang temannya untuk mencelakai Jane. 

"Sudah kutaruh sesuatu ke minumannya, Jalu. Sebentar lagi dia pasti tertidur pulas. Itulah saat kita beri pelajaran dia, Jalu", kata Guntur Geni kepada kawannya itu.

*** 

(BERSAMBUNG ke Episode #4 )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun