Jika kita berbicara mengenai implementasi, kita tentu akan melihat atau menyorot fenomena-fenomena yang ada dan terlihat dalam kenyataan. Kondisi obyektif suatu prinsip atau kebijakan akan menentukan apakah prinsip tersebut dilaksanakan sesuai dengan kebutuhannya atau hanya sekedar omong kosong belaka.Â
Mengingat kurangnya minat untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia, peristiwa di masa depan mungkin dapat memberikan gambaran obyektif tentang bagaimana demokrasi diterapkan di Indonesia.
Pemilihan umum Presiden, Wakil Presiden, Bupati, Bupati, dan Kota merupakan wujud pelaksanaan demokrasi. Pilkada yang berlangsung dua tahun lalu (2009) tidak berjalan sesuai rencana. Sebagaimana kita ketahui, baik di media maupun media cetak, sejumlah permasalahan muncul di daerah tempat berlangsungnya pilkada.Â
Ada satu kabupaten (Pangandaran) yang menolak hasil pemilu karena data nomor Data Pemilih Tetap (PTD) tidak sesuai dengan nomor Hak TPS (TPS). Situasi ini dinilai merugikan prinsip demokrasi karena terkesan sengaja dilakukan oleh penyelenggara pilkada. Sementara fenomena lain terjadi di Kabupaten Tasikmalaya yang diikuti empat pasangan calon bupati dan calon wakil bupati.
Salah satu pasangan bupati dan wakil bupati yang kalah dalam Pilkada (Iwan Saputra dan Iip Miftahul Paos) beberapa waktu lalu meminta Bawaslu Bupati Tasikmalaya mendiskualifikasi calon petahana tersebut. Sidang ini dilatarbelakangi dugaan adanya kecurangan besar-besaran yang dilakukan calon petahana dan KPU Kabupaten Tasikmalaya. Gugatan ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Fenomena tersebut tergolong tidak lagi merupakan pelanggaran namun tergolong kejahatan demokrasi.
Selanjutnya, pada pemilihan presiden dan wakil presiden diduga terjadi kecurangan. Kecurangan ini mencakup sejumlah pelanggaran yang terjadi, antara lain berupa pencoblosan di Gowa, Sulawesi Selatan, hingga menyebabkan pemilih yang mengantri di TPS bubar. Di daerah lain, yakni Sampang, kotak suara bahkan dirampas oleh orang-orang yang diduga pendukung beberapa calon legislatif saat pemilu legislatif.
Ilustrasi ketiga pilkada di atas menunjukkan bahwa prinsip demokrasi di Indonesia belum berjalan dengan baik sesuai dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia.Â
Hal ini ditandai dengan maraknya kecurangan dalam jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Gowa, Sulawesi Selatan, terus meluasnya kebijakan moneter, dan sikap KPU daerah di lapangan pada pemilu Partai Demokrat. Idealnya, pesta demokrasi, termasuk pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu legislatif, dan pemilu daerah, diselenggarakan secara jujur dan adil. Hal ini sesuai dengan peraturan yang diatur dalam:
- Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dan Legislatif.
- Undang-Undang nomor 2 tahun 2020 tentang Pilkada
- Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
- Undang-undang nomor 02 tahun 2008 tentang partai politik.
Melihat kondisi obyektif yang ada, ternyata belum sepenuhnya sesuai dengan undang-undang, sehingga semakin muncul dalam benak dan ingatan kita bahwa pelaksanaan demokrasi tidak berjalan mulus.
B. Kendala-kendala dalam Implementasi Prinsip-prinsip Demokrasi di Indonesia