Mohon tunggu...
Budhi Sugeng R
Budhi Sugeng R Mohon Tunggu... karyawan swasta -

seoarang yang suka berpetualang dan bermimpi jadi seorang penulis. bermain main di dunianya aozora-aiko.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Dua Cangkir Kopi di Suatu Senja

2 Agustus 2015   08:16 Diperbarui: 12 Agustus 2015   07:13 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompas.com

Ia mulai duduk di kursi kayu coklat kusam, berbaur dengan beberapa orang yang duduk terlebih dahulu, mereka menikmati segelas kopi dan beberapa potongan pisang goreng yang tersaji di depannya.

Perlahan ia meletakkan tas ranselnya yang terlihat penuh, lalu ia mengeluarkan laptop hitamnya, dan perlahan mulai membukanya , meletakkan di meja sempit didepanya .

Orang-orang mulai mlirik ingin tahu apa yang ingin dilakukannya, dan ia pun hanya tersenyum ketika pandangan matanya beradu, tidak banyak pembicaraan yang terjadi, orang-orangpun kembali sibuk dengan lamunannya, sesekali obrolan ringan dan tawa kecilnya membuyarkan kedamaian di kedai ini..

“mau minum apa nak..?” Tanya bapak pemilik warug

“Bisa tolong buatkan secangkir kopi hitam pak…?”‘ pintanya

“tentu nak……”

Terlihat kesibukan kecil bapak tua itu membuat racikan secangkir kopi, mulai menakar bubuk kopi yang sudah dihaluskan terlebih dahulu, mencampur dengan sedikit gula dan selanjutnya menuangkan air panas dari ceret kusamnya ke dalam secangkir putih.

Tak lama berselang secangkir kopi hitam tersaji di depannya, aroma wanginya menyebar dari uap panas yang dihasilkan,

“ silahkan dinikmati kopi kebahagiaan ini nak…” ucapnya
Senyum bapak tua itu tersungging bersmaan dengan secangkir kopi yang ia sajikan.
##

Ia mulai mengaduk perlahan namun belum meminumnya, merasakan aroma khasnya dan menunggu sedikit dingin untuk selanjutnya merasakan kehangatanya,

Ia mulai sibuk dengan laptop hitamnya sesekali memandang beberapa orang yang hilir mudik lewat di depanya, melamun berharap mendapatkan inspirasi untuk selanjutnya menuliskan jalan ceritan melalui tarian jari jemari diatas keybord leptopnya.

Mungkin ia seorang penulis yang selalu menuliskan berbagai hal tetang hidup , kegelisahan hati, atau tentang apa saja yang ingin ditulisnya.

Diminumnya perlahan kopi yang mulai sediit dingin, perlahan ia rasakan dengan seksama, satu dua sruputan ia coba dan seolah ia menikmati kopinya.

“ Ini kopi apa pak ? “ tanyanya
Sambil tersenyum bapak tua itupun menjawab dengan penuh keramahan

“Kopi hitam biasa nak..”

“ kenapa nak ada yang kurang berkenan dari kopi bapak?”

“Hmmmm…” ia melanjutkan sruputanya

“ Nggak pak.kopinya bener-benar nikmat sekali.”.

Dari beberapa kedai kopi yang ia datangi, dari beberapa jenis minuman kopi yang ia coba mulai yang mahal hingga teramat mahal, ia merasakan selama ini kopi-kopi tersebut hanya sebagai teman duduk, memberikan rasa yang wah, namun hampa tanpa terpikirkan akan makna, nikmat tapi ia merasakan hanya sekedar nikmat yang ia paksakan mengikuti gaya hidup bersama teman-teman kantornya.

Kafe. Kedai kopi baginya bukan hal yang baru , malah hampir bisa dipastkan seminggu sekali ia pergi bersama teman kerjanya, mencoba mencari makna hidup dari segelas kopi yang ia minum, namun selama perjalananya belum ia temukan sesuatu yang memikat dan memberikan makna hidup yang berarti , baginya kopi selama ini hanya sekedar kopi biasa , ia bisa membeli kopi semahal apa saja di kafe terkenal di Jakarta.
Namun semuanya bias, semu,,,,, dan kosong tanpa makna

“ Silahkan dicoba juga pisang gorengnya nak, ini pisang goreng buatan istri saya tadi pagi” tawarnya

“ Terimakasih pak..”

Potongan pisang goreng ini tidak sebesar pisang goreng yang biasa ia makan di kafe, kecil dengan balutan gandum menutupiya, ia mulai memasukkanya ke dalam mulut, lama ia terdiam , seolah sedang merasakan, mengecap dan mencari perbendaharaan kata yang ingin ia ungkapkan, namun untuk sekian lama ia berfiir ia belum mampu menemukan kata apa yang pas untuk mengunggkapkan rasanya.

“Ini pisang jenis apa pak ? tanyanya kemudian

“ Jenis pisang biasa nak..pisang yang saya tanam di halaman depan rumah saya , kebetulan ada 6 pohon dan mateng secara bergantian sehingga saya tidak beli di pasar, hanya mengandalkannya saja dari kebun saya.”

“maaf kalau Kurang enak nak..? maklum pisang kampung “ he he he

“Hmmm …tidak –tidak pak, justru ini pisang goreng yang enak sekali”

Lama ia memadukan sruputan kopi dengan kunyahan daging pisang gorengnya, mengunyahnya perlahan bergantian dengan sruputan perlahan…ada ruang kosong, ruang rasa yang ia benar-benar tidak mampu memahaminya, hanya mengikuti perasaannya merasakan nikmat dan damai yang selama ini baru ia rasakan kembali. Apakah ini makna pencarian kedamaian dan kebahagiaan yang ia cari..? entahlah

Perpaduan manis pisang dengan pahit kopi hitam yang ia nikmati membawanya ke dalam relung kosong yang ia temukan tadi, mengalir dan sampai disuatu tempat kebahagiaan dan kedamaian yang ia rasakan.
Tak terasa dua pisang gorengnya telah melewati proses pencernaanya dan berahir dalam lambung bercampur dengan sedikit demi sedikit nikmat kopi dalam balutan cangkir putih yang mulai menyisakan ampasnya.
##

Ia mulai menarikan jari-jemarinya pada key bord laptopnya kembali, sesekali berhenti sejenak, berfikir dan selanjutnya menulis tanpa henti untuk sekian lamanya.

“Boleh minta tolong tambah lagi secangkir kopi yang sama pak..?” pintanya

“ Ahhh..tentu saja nak..” ucapnya ramah

Tidak butuh waktu lama bagi si bapak tua pemilik warung, ia mulai meracik kembali komposisi kopi buatanya , menyeduh air, menuangkan ke dalam cangkir yang sama dan selanjutnya menghidangkannya didepan si pemuda .

“ Silahkan nak…cangkir kedamaian yang kedua “ ucapnya

“ Trimakasih ..pak”

Kembali ia menyandingkan secangkir kopi disamping laptopnya , memudahkannya mengapai disela-sela ia menulis, dan rutinitas kejadianpun terulang kembai dari awal dimulai sruputan demi sruputan kecil, diam untuk sesaat, memikirkan sesuatu dan diahiri menarikan jari jemarinya..ia akan terus mengulanginya sampai kopi dalam cangkir kecilnya tinggal menyisakan ampas.

Sudah dua cangkir kopi yang ia habiskan , dengan 4 potong pisang goreng nikmatnya, ia mulai mengairi kegiatanya, menutup laptopnya dan memasukkkannya ke dalam tas ranselnya.

Sedikit ia masih menyuput kopinya memastikan tinggal sisa ampas kopi dalam cangkir kecilnya..

Hari menjelang senja mendung juga mulai menitikkan air hujan perlahan,kota ini tersasa begitu damai, jalan –jalan mulai basah dan bau tanah pun tercium mewangi seiring butiran hujan yang mulai turun.

“ Berapa semuanya pak..?”

“12 ribu saja nak” jawab bapak tua itu

Ia mengeluarkan lembaran uang dari dalam dopetnya pecahan 100 ribu selanjutnya ia berikan, ke bapak tua pemilik warung

“ Kembaliannya buat bapak…trimakasih atas kopi dan pisang yang sangat sangat enak ini” ucapnya

Lalu ia bergegas melangkah pergi tanpa menoleh dan meninggalkan kedai kecil pinggir jalan itu.
Bapak tua pemlik warung hanya terdiam, matanya sembab berair melihat pecahan 100 ribu dalam tanganya, ia mulai memasukkan ke dalam kotak penyimpan uangnya dan terucap rasa syukur dan doa untuk si pemuda

Matur nuwun gusti pangeran..
Maturnuwun nak…mugo gusti pangeran sing mbales mu nak…..

@angkringan st tugu jogja
Maret 2015

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun