Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Haruskah Aku Kembali Belajar?

3 Januari 2021   11:35 Diperbarui: 3 Januari 2021   11:58 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Sweetlouise@Pixabay.com

"Kamu selingkuh?" Pertanyaan Nenek dijawab Ibu dengan anggukan.

Aku tak paham apa itu selingkuh, yang aku tahu memang Ibu sering didatangi lelaki saat mengantarku sekolah. Saat aku keluar gerbang sekolah pun Ibu kadang masih bersama orang itu. Pernah sekali aku bertanya, Ibu menjawab itu temannya.

Tuhan, apakah ini salah satu pelajaran hidup yang harus kupahami? Mengerti keadaan dan permasalahan orang tuaku yang tidak seharusnya kuketahui.

***

Berbulan aku tinggal di rumah Nenek. Ibuku tak mau pulang ke rumah Ayah, sebaliknya Ayah tak mau menjemput Ibu dengan alasan terbaring sakit karena stroke telah melumpuhkan separuh tubuhnya.

Siang itu, orang-orang sibuk mempersiapkan tahun baru. Nenekku pun ikut sibuk karena menerima pesanan kue dari tetangganya. Katanya tidak boleh bergerombol, tidak boleh ada pesta tahun baru, tetapi masih ada juga yang mau mengadakan. Aku jadi bingung dengan pemikiran orang-orang itu.

Menjelang azan Ashar, HP ibuku berdering, tertulis nama Bude Wati yang menghubungi. Entah apa yang dikatakannya, tetapi wajah Ibu menunjukkan sikap yang tidak biasa.

"Vid, ayahmu meninggal. Jangan menanyakan lagi ayahmu, ya. Kita nggak akan pulang ke sana."

Bagai petir menggelegar, aku yang tak paham permasalahan orang tua jadi korban keangkuhan mereka. Ayahku meninggal dalam keadaan sakit, sementara aku dan Ibu tidak pernah ada di sampingnya. Berbulan terbaring sakit, tetapi sekali pun Ibu tak pernah menjenguk bahkan merawatnya.

Tuhan, inikah pelajaran yang harus kupelajari lagi? Ampuni dosa ayahku. Ampuni kesalahannya pada Ibu. Maafkan aku yang tidak bisa merawatnya saat dia sakit.

Air mata berderai di pipi, tetapi segera kuusap karena Ibu melarangku menangisi kepergian Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun