Aku hanya tahu dari Ibu dan Nenek bahwa masih ada corona yang membuat sekolahku libur. Kata mereka itu adalah virus yang mematikan jika tertular. Â Alasan itu pula yang membuatku mengerjakan tugas dan ujian hanya dari HP.
Siang itu, terdengar lagi suara Ibu marah dengan orang yang meneleponnya.
"Aku nggak ada ongkos untuk pulang, belum lagi harus rapid tes, urus aja sendiri!" HP lalu dimatikannya.
"Siapa yang telpon, Lia? Soni sakit?" tanya Nenek.
"Iya, Mbak Wati yang telpon, Mas Soni masuk rumah sakit karena stroke," jawab Ibu sewot.
"Kamu nggak pulang? Bagaimanapun juga dia suamimu. Temui dia, jelaskan permasalahannya. Ibu juga nggak mau disalahkan kalo ada apa-apa dengan suamimu." Anjuran Nenek sepertinya tidak didengarkan Ibu.
"Bu, dia itu gajinya banyak, tapi nggak diberikan semua kepadaku. Aku kan juga ingin tampil seperti ibu-ibu yang lain," jawab Ibu.
"Tapi kamu terlalu boros. Apa saja kamu beli. Nggak mungkin Soni mengusirmu kalo kamu nggak kelewatan," ucap Nenek masih menyalahkan Ibu.
"Aku ditagih utang, banyak. BPKB motor kugadaikan. Mas Soni tahu, dia marah lalu aku diusirnya." Jawaban Ibu membuat aku mengerti kenapa Ayah sampai mengusirnya.
"Lalu, untuk apa kamu utang? Buat siapa uangnya?" desak Nenek.
"Aku ... aku ... ada laki-laki lain yang aku cintai," jawab Ibu gugup.