Keputusanku melanjutkan  kuliah di jurusan teknik sudah bulat. Tak ada seorang pun yang bisa menggoyahkan keinginanku untuk kuliah di sana. Terlebih, Bapak dan Ibu tidak keberatan aku akan melanjutkan pendidikan di jurusan teknik."Kamu jadi daftar jurusan teknik, Ran? Banyak lakinya, loh, kamu harus bisa jaga diri.  Nggak kasihan sama orang tuamu jika sampai putus kuliah tengah jalan?" Maya meminta aku mempertimbangkan lagi.
"Insyaallah, aku akan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, meskipun perempuan hak dan kewajiban kita sama dalam hal menuntut ilmu." Sambil membenahi meja tamu kuyakinkan Maya.Â
"Aku akan memilih teknik elektro, May. Pertimbangannya, saat lulus nanti banyak perusahaan yang membutuhkan. Jadi, aku bisa cepat dapat kerja dan itu akan meringankan beban orang tua."
***
Masa orientasi pengenalan kampus berlangsung selama seminggu. Banyak kesan manis yang kudapatkan di sana dan aku sangat menikmati masa-masa awal menjadi mahasiswi baru.
Anehnya, aku merasa lebih senang berteman dengan cowok, apa karena latar belakang kehidupanku dekat dengan cowok? Aku besar di lingkungan keluarga yang banyak laki-lakinya, ke empat adikku lelaki dan teman main masa kecil pun banyak lelakinya.
Namun, bukan berarti aku tidak punya teman perempuan. Ada beberapa sahabat cewek yang juga sering kuajak tukar pikiran. Bagaimanapun juga, cara berpikir serta bertindak seorang lelaki itu beda dengan perempuan.
Siang itu, Biyan mengajakku mengunjungi ruang sekretariat Himajur. Dialah laki-laki pertama yang memperkenalkan diri padaku di hari pertama masuk kuliah. Berkulit sawo matang, hidung mancung dan rambut selalu rapi, lelaki itu selalu bangga dan menyebut dirinya manis.
"Ran, katanya mau ada acara buat mahasiswa baru, lho," ucap Biyan sambil mensejajarkan langkah.
"Aku belum tahu agenda kegiatan apa saja yang akan diselenggarakan. Apa ada pengumuman sebelumnya?" tanyaku.
"Ada, makanya kita perjelas ke sana, yuk!" ajak Biyan.
Sampai di depan ruangan, kami berhenti sejenak membaca pengumuman yang ditempel di dinding. Dari situ, aku baru tahu kalau akan ada kegiatan untuk mahasiswa baru.
"Jadi acara kita nanti dua hari satu malam. Acara kita hanya keakraban saja. Nggak ada perpeloncoan. Percaya kami, deh!" penjelasan Mas Sofyan. Senior dua tingkat di atas kami yang tiba-tiba berdiri di antara aku dan Biyan.
Makin tak sabar rasanya, ingin segera ikut hadir dalam kegiatan tersebut. Terbayang sudah keseruan yang bakal terjadi. Lagipula, ini acara pertama bagi mahasiswa baru.
"Dik, segera daftar, ya! Dan ajak teman-teman yang lain buat daftar, biar banyak yang ikut! Biar meriah acara kita," pinta Mas Edwin, ketua panitia.
"Iya, Mas, saya sampaikan ke teman-teman dulu, pendaftaran terakhir masih dua minggu lagi, 'kan?" tanyaku. Mas Edwin hanya mengacungkan jempol.
***
Tibalah hari yang dinanti. Kami berangkat Sabtu pagi dari kampus, menuju lokasi di daerah Pacet, Mojokerto. Perjalanan yang lancar dan tidak mengalami kendala menjadikan kami sampai di lokasi tepat waktu.
Panitia sebelumnya sudah membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Bercampur antara lelaki dan perempuan dalam setiap regu. Ruang tidur antara mahasiswa dan mahasiswi pun terpisah. Saat panitia memberi arahan, hal inilah yang dipermasalahkan Deny.
"Mohon ijin senior, mengapa tidurnya tidak  per kelompok saja sekalian? Biar kelompok kami bisa lebih kompak dan akrab?" tanya Deny sambil mengangkat tangan kanan. Spontan yang lain tertawa sambil mendorong tubuh Deny yang kurus itu.
 "Dari pada susah-susah membagi lagi, 'kan lebih baik sesuai dengan kelompok ini saja, bukan begitu teman-teman?" lanjut Deny sambil tertawa tidak mau disalahkan.
Mas Edwin selaku ketua panitia yang dari tadi diam mendengarkan penjelasan, tiba-tiba mengangkat kedua tangannya. Menenangkan para mahasiswa yang tertawa riuh, sambil tersenyum penuh wibawa.
"Hmm, baik terima kasih adik-adikku semua. Saya bangga sekali punya junior-junior yang perhatian dan suka membantu pada senior. Terima kasih usulnya, siapa itu tadi namanya? Deny, ya?" Sambil celingukan mencari wajah Deny di barisan, Mas Edwin melanjutkan kalimatnya.
"Terima kasih, Deny, di satu sisi kamu meringankan tugas panitia. Tetapi, di sisi yang lain, kamu menjerumuskan kakak-kakakmu ini ke jurang kenistaan, kenapa coba? Kalo ada yang sepulang dari sini berbadan dua, dan langsung tutup buku buka tenda biru, apalah jadinya awak?" jawab Mas Edwin dengan logat Batak sambil  memegang jidatnya. Semua yang hadir pun tertawa terbahak-bahak.
***
"Hai! Ranti!" teriak Mas Tomy dari kejauhan. Melambaikan tangan sambil berlari kecil dia menuju ke arahku.
"Iya, Mas, ada apa?" tanyaku.
"Kamu sudah selesai kuliah hari ini? Masih ada kuliah lagi, nggak?" tanya Mas Tomy membuat penasaran.
"Sebenarnya masih ada sih, Mas, satu mata kuliah lagi. Tapi tadi Pak Hardjo nggak ngajar di kelas sebelah. Bisa jadi kosong. Kenapa, Mas?"
"Hmm, kita ngobrol di Hima aja, yuk! Banyak yang mau dibahas," ajak Mas Tomy. Membuat aku makin penasaran saja.
Sampai di ruang sekretariat Himajur, di sana sudah ada beberapa mahasiswa. Kami diminta untuk mendekat dan mengobrol sebentar membahas apa  yang sudah jadi program kerja Himajur.
"Jadi begini, kita 'kan punya program di Himajur. Sebelumnya program-program itu sudah diketahui oleh rektor dan pasti mendapat ijin jika diselenggarakan. Tetapi kita harus mengurus perijinan resmi dan kepanitiaan yang sah." Mas Tomy menjelaskan maksud dan tujuan acara.
"Kali ini program kita adalah seminar. Jadi, saya minta tolong kita  semua mau terlibat dalam kepanitiaan ini. Gimana? Sanggup 'kan? Nanti kita ajak beberapa teman lain untuk bergabung dalam kepanitiaan," lanjut Mas Tomy.
Undangan untuk rapat pembentukan pun dicetak. Beberapa diserahkan langsung kepada yang bersangkutan, ada juga dalam bentuk pamflet dan di tempel di majalah dinding.
"Wah, keren ini! Baru sekarang rapat pembentukan panitia diumumkan. Aku bisa ikut bergabung. Hampir 4 tahun kuliah di sini nggak pernah merasakan jadi panitia, datang yuk!" ujar Mas Firdi.
 "Lumayan, lho, buat pengalaman dan kenang-kenangan sebelum diwisuda," sambung Mas Rahman sambil terkekeh.
Rapat yang pada awalnya diagendakan hanya satu jam, ternyata mundur hingga tiga jam. Dikarenakan banyak senior yang bercanda. Tetapi, syukurlah rapat bisa mencapai keputusan dan mufakat, meskipun sempat diwarnai perselisihan karena  ide tidak sejalan.
"Oke, rapat akan segera kita akhiri. Namun, sebelumnya saya akan bertanya. Â Saudari Ranti Eka Putri, bersediakah Anda menjalankan tugas sebagai ketua panitia pada acara seminar kita nanti? Sebagaimana telah disepakati oleh forum, bahwa Anda yang terpilih, berarti Anda yang akan memimpin kepanitiaan ini selanjutnya," tanya Mas Tomy dalam rapat.
Aku yang dari tadi asik memandangi wajah tampan Mas Edwin tersentak dan hanya diam termangu. Apa alasannya Mas Edwin memilih aku? Apa karena aku perempuan satu-satunya di sini? Apa ini  artinya Mas Edwin memberi kesempatan aku lebih dekat dengannya?
Aku hanya diam tergagu sambil tengok kanan kiri. Ketika akhirnya tersadar, Pak Hardjo --dosen  matematika yang disiplin  telah berdiri di samping bangku  dan melihat aku tertidur nyenyak saat kuliah berlangsung.
Tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H