Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Akhir Sebuah Pembuktian

19 Februari 2020   10:18 Diperbarui: 22 April 2020   15:33 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bibah keluar dengan membawa nampan berisi dua cangkir kopi. Dia terkejut ketika mengetahui ayahnya telah pergi tanpa pamit padanya. Namun, ia segera memahami sikap ayahnya. Kekecewaan yang sangat dalam seolah bisa ia rasakan.

***
Kabar sedih yang kami terima mengharuskan aku dan Bibah pulang ke rumah orang tuanya. Bapak jatuh sakit setelah mengunjungi kami. Beban pikiran membuat tubuhnya lemah, hingga beberapa hari hanya terkulai lemas di pembaringan.

Sesampainya kami di hadapan Bapak, segera Bibah meraih tangan lalu menciumnya, bergantian denganku. Kami lakukan juga hal itu terhadap Ibu yang saat itu di samping Bapak. Hanya air mata yang mengalir di pipi perempuan paruh baya itu.

Mengetahui kedatangan kami, Bapak berusaha mengucapkan suatu kata. Namun, hanya Ibu yang mendengar dan mengerti maksudnya. Seketika itu juga Ibu berdiri dari duduknya dan marah pada kami berdua.

"Bibah, sekarang kau lihat kondisi Bapakmu! Apa yang kau lakukan cukup membuat ayahmu terpukul. Sepulang dari kontrakanmu, Ayah hanya diam. Tak banyak bicara, hingga akhirnya kau lihat sendiri keadaannya. Sekarang, pergi kau dari sini bersama suamimu! Jangan injak rumah ini sebelum kalian berhasil meraih gelar sarjana! Hanya itu yang ayah inginkan." Selesai dengan amarahnya, Ibu meninggalkan kami dan keluar kamar.

Sebelum melangkah keluar, aku dan Bibah menatap wajah Bapak. Terlihat air mata terurai dari pelupuk matanya. Tampak kesedihan yang mendalam. Tak banyak yang bisa kami lakukan, selain mencium tangannya kembali dan memohon restunya.

***
Apa pun  aku lakukan demi memenuhi keinginan Bapak. Selain kuliah, aku juga bekerja serabutan. Bibah pun mencoba berusaha mencari tambahan uang. Asal cukup untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari.

Uang kuliah dari orang tuaku hanya cukup untuk diriku sendiri. Sedang kebutuhan dan kuliah Bibah, kami harus mengupayakan sendiri. Orang tua Bibah sudah memutus biaya kuliahnya sejak mengetahui ia kunikahi.

Waktu yang terus bergulir memacu semangatku untuk membuktikan kepada orang tua Bibah, bahwa keputusan kami tidak salah. Meskipun tinggal dalam satu kontrakan, dan status kami sebagai suami istri, tetapi kami tidak lupa dengan janji dan komitmen awal.

Hingga tiba saatnya, semua ujian telah terlewati, wisuda pun segera digelar. Kami bermaksud menemui kedua orang tua Bibah untuk mengundang mereka menyaksikan hari pengukuhan kami sebagai sarjana.

"Rizal, kamu sudah siap menghadapi amarah Bapak dan Ibu?" tanya Bibah sambil berkemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun