Sunyi dilembah Naringgul yang terpencil
diseberang sebuah cekungan tanah, pada sisi perairan yang dangkal
malam adalah jelmaan bagi ruang yang bernama kesenyapan, mistis begitu rupa
jika langit berubah hitam, gelap bisa menutup kesetiap pandangan mata
lalu gulita merubah merba senja menjadi ruang tanpa cahaya
Malam sunyi dilembah Naringgul yang terpencil
ada lengkung labirin dilangit, hujan telah menutupi perbukitan
dari ketinggian terdengar percikan air yang keluar dari sela sela batu
suaranya lirih terbawa angin mengemakan lagu nyayian malam
mungkin, bulanlah yang telah menyemangati malam bahwa gelap itu tak selamanya pekat
lalu disana terpangpang;Â langit malam, cahaya bulan dan cakrawalanya.
Malam sunyi dilembah Naringul yang terpencil
tersandar sebuah rakit bambu yang mengambang dipunggung danau dibalik pohon loa
ada yang datang sebelum senja tiba, datang dari jauh dengan perahu kecilnya
dan kini telah ditambatkan pada sisi ditiang saung rakit diNaringgul
dalam keremangan, masih samar terlihat dibawah sinaran lampu senter
sosok bayangan Pemancing Tua yang tengah khusuk menghitung mata kail,
memilah umpan yang dikumpulkannya siang tadi.
Dia bukan nelayan, bukan pula pelayat,
dia adalah pemancing sang penikmat malam
tak ada yg di kejar dan tak ada yang di buru
kesendiriannya adalah segala keabadian
jiwanya lenggang senyap disemesta purba
Dibawah saung diatas rakit bambu, tersandar di bawah pohon loa
tiba tiba hening tanpa suara, tak ada ringkik jangkrik ataupun siulan burung malam
angin apakah yang ditiup dari ketinggian tempat tidurnya gunung ?
hujan telah menderas deras, menerpa menubruk,
membasahi apa saja yang dilalui
dan gelombangpun mengucang-guncang rakit bambu
terdengar petir mengelegar menembus pekatnya malam
memekakan telinga,membelah diantara suara derit bambu dan kayu yang bergesekan
Siapa yang berayun sampai tak terlihat di bawah saung
jika sanggup melawan alam, kekuatan mana yg bisa membalikan arah angin?
dan jika sanggup menerka alam, kearah mana angin bergerak?
kegulir waktukah yang letih menebak setiap keinginan alam
lalu Angin apakah yang ditiup dari ketinggian tempat tidurnya gunung
seperti misteri hujan yang terulang kesilam waktu yang sudah terbuang.
Siapa yang bisa membuat doa lebih bersemangat daripada kata-kata
tubuhnya kaku makin terdiam dalam nafas yang tak tertahan
Siapa yang tersenyuman di balik diwajah gigil basahnya
Seperti warna cahaya, tak ada batas seperti penyerahan itu!
ketidak berdayaan telah melupakan hijau kilauan dan kesejukan embun
Dia bukan nelayan, bukan pula pelayat,
dia adalah pemancing, sang penikmat malam
lahir sebuah Kepasrahan yang ternikmati
kesendiriannya adalah segala keabadian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H