PENENTUAN SAKSI UNTUK KEABSAHAN PERNIKAHAN
(Studi KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali)
BAB II SAKSI DALAM PERKAWINAN
A. Perkawinan (Pernikahan)
1. Definisi Perkawinan
  Perkawinan atau pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Definisi ini memiliki dasar yang kuat baik dalam hukum negara Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun dalam ajaran agama Islam yang dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam perspektif Islam, perkawinan dianggap sebagai mitsaqan ghalizan, yaitu perjanjian yang kuat dan sakral.
Pernikahan menurut Islam mempunyai suatu nilai ibadah. Maka dari itu perlu diatur dengan persyaratan dan rukun tertentu yang harus di penuhi agar tujuan disyariatkan pernikahan dapat tercapai. Antara rukun dan syarat perkawinan itu ada perbedaan dalam pengertiannya. Yang dimaksud rukun dalam perkawinan adalah hakikat dari perkawinan ins sendiri, jadi tanpa adanya salah satu rukun, perkawinan tidak mungkin dilaksanakan. Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan adalah suatu yang harus ada dalam perkawinan, namun bukan termasuk hakikat perkawinan. Kalau salah satu syarat dalam perkawinan tidak terpenuhi maka perkawinan itu tidak sah.
2. Hukum Melakukan Perkawinan
  Hukum melakukan perkawinan dalam Islam dibagi menjadi lima, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram, tergantung pada kondisi individu yang bersangkutan. Misalnya, perkawinan menjadi wajib bagi seseorang yang sudah mampu secara fisik dan finansial serta khawatir akan terjerumus dalam zina. Di sisi lain, hukum negara mewajibkan setiap perkawinan dicatatkan agar memiliki kekuatan hukum.
Imam Ghazali membagi tujuan perkawinan menjadi lima yaitu:Â
a. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.