"Omong kosong! Hampir setiap minggu aku melihat bagaimana kalian berdua berinteraksi. Jelas sekali terlihat kalau kau menyukainya."
Paman Ray benar. Hampir setiap orang yang melihat keakrabanku dengan Arlene pasti akan mengira ada hubungan khusus antara kami berdua. Seorang lelaki dan perempuan menjalankan bisnis bersama. Nyaris setiap hari bersama.Â
Wajar saja bukan jika orang mereka kami adalah juga sepasang kekasih? Bahkan ibuku sendiri pun kerap berpikiran begitu. Sayangnya walaupun sebenarnya aku mengharapkan hal yang sama, namun sampai hari ini aku harus menerima kenyataan kalau antara aku dan Arlene tak pernah ada apa-apa.
"Kau harus lebih berusaha untuk mendapatkan hatinya, Francis. Kadang seseorang tidak menyadari bahwa orang yang dicarinya selama ini ada di sampingnya," sambung paman Ray lagi, membuatku tidak bisa berkutik. Jika dilihat dari gelagatnya, jelas sekali setelah ini aku akan mendapat ceramah panjang lebar dari pria tua itu tentang bagaimana seharusnya ia memperlakukan Arlene.
 "Permisi. Maaf, apa benar ini kedai A & F?"
Sebuah suara tiba-tiba mengejutkan kami berdua. Seorang pria, usianya mungkin sekitar 30-an kini sedang berdiri di tepat di hadapanku. Kulitnya berwarna tembaga dengan sepasang mata yang setajam elang.
"Well, kau bisa melihat sendiri di papan nama kurasa," jawabku sambil mengarahkan telunjukku pada sebuah papan yang ada di atas kepalaku.
"Haha. Benar sekali. Sungguh pertanyaan bodoh," jawab si pria sambil menepuk keningnya.
Aku hanya tersenyum
"Sebenarnya aku sedang mencari seseorang. Arlene. Apakah dia ada di sini?" tanyanya lagi.
Mendengar nama Arlene disebut, sontak pikiranku melayang kembali pada percakapan kami saat gadis itu kembali dari liburannya. Apakah ini pria yang dimaksud Arlene kala itu?