Terkait kurikulum pendidikan, penulis hanya ingin meneropong celah yang masih dapat disederhanakan dan lebih diamankan melalui iklim interkoneksi. Pertanyaan kritisnya adalah, apakah satuan mata pendidikan tidak dapat diberi penilaian akhir dalam bentuk rumpun mata pendidikan?Â
Dengan adanya rumpun mata pendidikan ini, penulis berharap akan terjalin kerjasama antar pendidik dan pembelajar dalam satu rumpun mata pelajaran atau pendidikan.Â
Misalnya, rumpun mata pelajaran ilmu sosial, seperti mata pelajaran sejarah, budaya, sosiologi, kewarganegaraan (politik), agama (filsafat?) cukup diwakili dengan satu nilai saja.
 Rumpun mata pendidikan ini pun akan mereduksi kecenderungan totaliter dalam diri masing-masing pengajar karena mereka harus bekerja sama dan saling terkoneksi dengan pengajar lain yang serumpun, setidaknya dalam kasus dimana nilai siswa terletak di luar nilai norma kelasnya, bila nilai siswa masih dalam ranah norma kelas, masing-masing pengajar cukup memberikan nilai versi masing-masing kemudian di reratakan.Â
Namun bila nilai siswa ada di bawah atau di atas norma kelas, maka guru serumpun wajib membahas dan memberi keputusan berdasarkan pertimbangan akhir dari para guru serumpun.Â
Mungkin saja siswa yang lemah di mata pelajaran sejarah akan terbantu dengan mata pelajaran agama yang paling diminati, begitupun sebaliknya. Dengan demikian, resiko munculnya gelar guru killer semakin dapat dihindari, dan pendekatan rumpun ini akan kian positif bila didasarkan pada patok rumpun kecerdasan jamak.
Dengan kian eratnya keterkoneksian di antara guru (dan siswa) serumpun, selain akan menyederhanakan jumlah nilai rapor, juga akan mengurangi rijiditas pola pikir si pengajar serta pembelajar.Â
Mereka (siswa) dapat memilih bab tertentu dalam pelajaran tertentu yang diminati dan terpantau pula oleh si pengajar melalui keterkoneksian dengan guru lain serumpun. Misalnya, siswa yang berminat besar pada bab terkait relasi sosial dapat dipantau tidak hanya dari satu mata pelajaran, melainkan dari beberapa mata pelajaran serumpun.
Demikianlah sekelumit pemikiran santai dari penulis, terima-kasih!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H