TREND LEARNING, TRAINING & DEVELOPMENT (LT&D) INDONESIA 2022
"Learning is a must. We'll keep refining our way of learning". Kalimat dari Training Magazine ini tepat untuk membuka catatan kita memasuki dunia pembelajaran di tahun 2022.
Belajar, kini adalah keharusan. Nyaris setiap organisasi dan timnya sadar bahwa tidak mungkin organisasi berkembang, tanpa mau beradaptasi dengan belajar. Masalahnya adalah, pola dan cara belajar itu terus berkembang dan berubah.
Contoh sederhana saja, dulu siswa yang belajar adalah yang masuk ke kelas dan mendengarkan uraian guru. Kini, siswa bisa belajar dari berbagai media. Bahkan, situasi pandemi ini telah membuat siswa sudah sangat terbiasa belajar online. Organisasi pun begitu. Kebutuhan training, tetap perlu jalan. Hanya saja,selama pandemi organisasi pun belajar, bahwa belajar tidak selalu harus tatap muka.
Jika di tahun 2021 lalu, sifat pembelajaran online atau hybrid itu masih merupakan bentuk penyesuaian (adjustment). Maka, saat ini, memasuki 2022 pembelajaran model hybrid, blended system telah memasuki fase pemantapan (refinement).
Yang jelas komitmen perusahaan soal training, tidaklah akan menurun. Ini jelas terlihat dari pengeluaran training. Data dari Training Magazine melaporkan di US yang sering jadi barometer training, justru pengeluarannya beragam.
Perusahaan besar dan kecil memang agak "membatasi" dan mengurangi pengeluaran training mereka. Rata-rata perusahaan besar mengurangi pengeluaran dari $22 juta di tahun 2020 menjadi 17,5$ di tahun 2021.
Begitupun perusahaan kecil. Ini sebenarnya lebih terjait dengan kondisi bisnis yang menurun. Dana mereka berkurang dari $506,819 menjadi minim sekali $341,505.
Justru yang meningkat di tahun 2021 adalah perusahaan ukuran sedang. Mereka meningkat dari $506,819 menjadi $341,505. Dan faktanya, rata-rata dari pengeluaran itu, sekitar 11 persen dipakai untuk pembelian tools atau teknologi training.
Angka ini, sedikit meningkat dibandingkan tahun lalu. Diperkirakan, menurut majalah Training ini, angka belanja teknologi inipun akan meningkat kembali jika kondisi pandemi ini membaik.
Bagaimana Indonesia secara keseluruhan? Dilihat dari sisi budgetnya, data dari Jakarta Globe, melansir data anggaran tahun 2022 dimana pemerintah RI merencanakan peningkatkan angka belanja buat peningkatan SDM. Pemerintah menganggarkan di tahun 2022 adalah 541,7 triliun.
Angka belanja ini bahkan lebih tinggi dari angka belanja infrastruktur yang hanya 384 triliun. Banyak dari rencana pengeluaran pemerintah ini ternyata terkait dengan peningkatan teknologi dan prasarana penunjang pendidikan.
Itulah sebabnya, diskusi mengenai trend training di 2022 di tanah air masih akan mengikuti trend training global, yakni didominasi oleh isu soal teknologi dan metode hibrid.
Seperti biasanya, melalui hasil kajian studi dari learning industry, majalah training dan beenagai dumber dan media training, kami dari tim Miniworkshopseries (MWS) Indonesia bekerjasama degan HR Excellency serta menghadirkan para trainer dan coach Essential Licenced Trainer MWS Indonesia, di akhir tahun 2021 untuk berkumpul dan membicarakan mengenai trend training di tahun 2022.
Dari hasil diskusi, seminar yang diberi tema "Blended, Hybrid & Hyflex Learning: The Future of Learning 2022 and Beyond", kami akhirnya merumuskan trend pembelajaran learning tersebut:
1. Antisipasi Kembalinya ILT di tahun 2022.
Berkurangnya kasus COVID-19 di tanah air, memberi angin segar atas kembalinya offline training. Karena itulah, kembalinya program training offline ala ILT (Instructor-Led Training) akan kita alami lagi di tahun 2022. Namun, tidak serta merta bahwa 100% proses pembelajaran ala offline akan seperti dulu.
Adanya harapan akan interaksi dan penggabungan dengan model-model online yang interaktif serta berbasis teknologi akan semakin dimintai dan diharapkan.
Jadi, meskipun ini akan mengganti kerinduan akan training offline, tapi ekspektasi bagi trainer akan semakin meningkat. Penguasaan teknologi yang dipadukan saat acara offline akan semakin diminati. Bahkan, ada berbagai aplikasi, teknologi yang para trainer harus sesuaikan dan pelajari untuk memenuhi kebutuhan kliennya.
2.Trend Hybrid dan Blended Learning Berlanjut.
Hybrid berarti pengajaran sinchronous dan asynchronous secara bersamaan. Misalkan seorang trainer mengajar di Jakarta secara offline. Tapi, pada saat yang bersamaan, ada peserta yang mengikuti dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Sementara, blended learning artinya metode training menggabungkan antara pembelajaran online dan offline bagi pesertanya. Inilah dua model yang di tahun 2022, kita akan semakin terbiasa.
Para trainer pun dituntut mengajar dengan pola seperti itu karna situasi. Para organisasi pun jadi harus belajar terbiasa untuk mengelola metode pembelajaran seperti itu.
3.Konversi Materi Offline ke Online Training Habis-habisan.
Sejak sebelum pandemi, ada banyak materi training yang sangat inspiratif, berkesan ataupun dianggap sangat berdampak yang ternyata tidak bisa diajarkan online. Problemnya materi-materi ini umumnya memang dirancang untuk diajarkan secara offline atau tatap muka, untuk dampak maksimal.
Masalahnya, ketika pandemi terjadi, program semacam inipun dihentikan karena situasinya tak memungkinkan. Namun, makin lama, organisasi makin menginginkan (tepatnya "merindukan") agar program ini dijalankan kembali.
Bahkan, jika perlu dilakukan secara online, namun dengan dampak yang sama kuatnya. Dan situasi inilah yang sebenarnya, sejak pandemi di awal tahun 2021 telah mulai. Dan ekspektasi inipun masih akan terus berlanjut.
Intinya, muncul tuntutan program-program "keren" yang dilakukan secara offline bisa diubah menjadi online ataupun virtual juga.
4.Makin Terbiasa Coaching, Counseling, Mentoring & Consulting Online.
Dampak dari konversi virtual ke online, bukan hanya terjadi di dunia training dan edukasi. Bahkan, para panelis MWS Indonesia yang diskusi sepakat bahwa itu pun makin merembet ke pekerjaan lain yang mereka lakukan termasuk dalam hal coaching, konseling, mentoring bahkan consulting business secara online.
Para profesional di bidang ini, jadi makin sangat terbiasa. Intinya, ini berlaku baik pihak internal organisasi maupun ekternal partner yang menjalankan peran sebagai coach, mentor, terapis, ataupun konsultan. Baik dari sisi platform, metode maupun gaya interaksinya, para praktisi internal dan eksternal makin harus terbiasa.
Bahkan, baru-baru ini ada seorang hypnotherapist yang mengungkapkan salah satu hal yang membuat bisnisnya tetap bisa bertahan adalah karna ia mulai mengembangkan sesi hipnoterapi virtual bagi para kliennya.
Maka, dalam hal ini kuncinya adalah "membiasakan" dan "menyamankan" diri dengan pola interaksi yang biasanya dilakukan secara tatap muka diganti dengan ala virtual.
5.Optimalisasi Platform Social Media untuk Pembelajaran.
Di tahun 2022, kita akan semakin dibombardir dengan pembelajaran dengan memgoptimalkan social media. Meskipun selalu dikatakan bahwa social media adalah media untuk interaksi sosial.
Namun, kebutuhan untuk menggunakan interaksi sosial ini jadi platform untuk belajar menjadi akan semakin tinggi frekuesnsinya. Banyak postingan berisi pembelajaran hingga pembentukan komunitas belajar yang akan banyak terjadi lewat social media.
Trend ini makin kan berlanjut. Hanya saja, menurut Designing Digitally soal trend 2022 yang perlu diwaspadai, adalah kejenuhan. Untuk itulah, perlu kreativitas saat menggunakan social media buat pembelajaran.
6. Tuntutan Content Training sebagus hasil Content Creator
Dulu, yang melakukan sharing di kanal video youtube atau vimeo adalah para content creator. Kini, makin sering kita melihat para trainer, coach atau pembicara juga menjadi seperti para kontent creator itu. Mereka membagikan sharing dan pembelajaran mereka melalui media-media sosial.
Akibatnya, peran para trainer, coach, bahkan para leader yang biasanya hanya bicara di forum-forum pembelajaran khusus, kini harus makin terbiasa membangun konten di kanal-kanal video. Mereka pun kini jadi harus bekerjasama untuk membangun konten pendidikannya agar lebih menarik.
7. Makin Menjamurnya Ruang Pembelajaran Online
Jika selama ini ruang pembelajaran banyak didominasi oleh Udemy, Coursera, Skillshare, Masterclass atau sejenisnya. Ke depannya kita melihat bahwa di Indonesia pun, banyak platform ruang belajar online untuk berbagai jenis ketrampilan pun mulai dibangun.
Ini ada hubungannya dengan dua kepentingan: (1) biaya investasi yang lebih murah; (2) kepentingan menjangkau yang lebih luas. Dampaknya, ke depannya banyak lembaga training nasional yang ternyata telah mengantisipasi kebutuhan ini dengan menciptakan online learning site yang berbasis bahasa Indonesia.
8.Online Learning Dalam Bentuk Streaming
Jika dulu, peserta training itu jelas, bahkan teridentifikasi demografinya. Nah ke depannya, peserta training bisa siapa saja yang "kebetulan mampir". Trend ini juga lanjutan dari trend di 2021.
Hasilnya, ke depan ini, trainer dan pembicara jadi harus terbiasa mengajar dalam bentuk "streaming" kepada para peserta umum yang tidak akan langsung bisa dilihat audiensnya.
Banyak platform pun mulai dimanfaatkan untuk kepentingan ini. Yang paling umum misalkan IG Live, Youtube Live, Facebook Live, Telegram, dan sejenisnya. Trainer dan pembicara hanya bisa "menduga-duga" audiensnya.
Sementara, bagi banyak perusahaan dan klien juga, memanfaatkan platform ini untuk memperkenalkan jasa dan layanan mereka dengan cara yang lebih edukatif. Disinilah menariknya.
Jika biasanya trainer dibayar untuk memberikan training bagi karyawan dan leader di perusahaan tertentu. Ke depannya, trainer justru dibayar untuk mengedukasi klien, calon customer dan prospek organisasi yang belum ketahuan individunya.
9. Fokus Re-skilling dan Up-skilling
Angka pengangguran di Indonesia masih tetap tinggi, gara-gara pandemi. Jika di tahun 2020,angka pengangguran Indonesia pernah mencapai 9,77 juta orang.
Data bulan Agustus 2021 menunjukkan perbaikan menjadi 9,1 juta pengangur. Faktanya, perusahaan masih tetap hati-hati dalam melakukan rekrutmen.
Itulah sebabnya, mengikuti trend dunia seperti yang dilansir oleh training industry.com bahwa pengeluaran perusahaan di tahun 2022 masih akan banyak untuk pengembangan internal.
Hal yang sama juga dikonfirmasi dengan survei yang dilakukan LinkedIn di tahun 2021. Artinya, bagi para trainer internal dan eksterbal siap-siaplah untuk fokus pada pengembangan ketrampilan yang dibutuhkan para pemegang jabatan saat ini.
Begitupun, bagi para leader dan karyawan tuntutan di 2022 bagi mereka adalah meningkatkan skills dan kompetensi mereka dengan ketrampilan yang ada di atas level mereka.
10. Repackage Training
Pernah lihat iklan keren menyabut 40 tahun Disney yang berjudul "From Our Family to Ours"? Iklan ini menggambarkan bagaimana ide dari Disney harus dikemas secara berbeda dari generasi ke generasi.
Audiensnya tetap terkoneksi dengan tokoh-tokoh Disney, hanya saja, cara "menyentuh" nya sudah berbeda. Kondisi pun mengharapkan, konten yang sama dikemas secara fleksibel, sesuai keadaan. Baik audiens ataupun metodenya. Kita ambil contoh Tony Robbins yang bisa jadi "role model"bagus dalam hal ini.
Umumnya ribuan bahkan kadang puluhan ribu orang hadir dalam workshopnya secara offline. Misalkan program Date with Destiny. Namun, gara-gara pandemi, program ini pun harus dikemas ulang menjadi virtual.
Hebatnya, kehebohan Toby Robbins tetap dapat dirasakan. Jumlah pesertanya bahkan mencapai puluhan ribu dengan peserta dari berbagai belahan dunia. Menjangkau lebih banyak audiens di berbagai wilayah yang selama ini sulit terjangkau.
Fakta ini menjadi tantangan bagi para trainer ataupun praktisi training yang skeptis dan meragukan "efektivitas training virtual". Artinya, dengan kemasan yang tepat, training-training dengan konten yang sebelumnya telah dilakukan, perlu dikemas ulang menjadi lebih menarik. Itulah yang lantas diharapkan oleh banyak perusahaan, organisasi dan klien.
Dari salah satu global leader yang diwawancarai oleh Allied Market Research di tahun 2021, soal peningkatan belanja virtual training di Asia dari 54,28 milyar US$ menjadi 227,12US$ di tahun 2030, dikatakannya, "Konten yang sama masih diperlukan, hanya saja kemasannya perlu disesuaikan dengan kondisi jaman". Itu pula yang menjadi tantangan konten training di Indonesia.
So, begitulah 10 trend dunia pembelajaran, training serta pengembangan yang khususnya akan dialami di Indonesia, memasuki 2022 ini. Sebenarnya, kondisi ini tidaklah berbeda jauh dengan berbagai isu global yang dihadapi oleh berbagai perusahaan di berbagai belahan dunia lainnya.
Kalimat terakhir yang mungkin tepat untuk menggambarkan situasi ini adalah, "Jika dulu, training dan pembelajaran adalah peserta yang harus hadir di tempat belajar yang disediakan. Kini, kitalah yang harus hadir untuk menyajikan pembelajaran di depan mata mereka"
Salam Antusias!
Oya, jika Anda tertarik untuk membaca dalam bentuk EBOOK-nya secara gratis, silakan daftar ke link berikut ini:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H