Mohon tunggu...
Anthony Angger
Anthony Angger Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Fotografi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bangkit Melawan Sengketa Laut Cina Selatan di Era Modernisasi

30 Mei 2024   22:15 Diperbarui: 30 Mei 2024   22:50 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia memiliki daratan dan lautan luas yang memberikan keberagam ciri khas yang membedakan negara kepulauan ini dari negara-n egara lain di dunia. Terdiri dari lebih dari 17.000 pulau, Indonesia menawarkan kekayaan alam yang luar biasa, dengan setiap pulau memiliki karakteristik uniknya sendiri. 

Namun, selain kekayaan daratannya, kekayaan laut Indonesia juga menjadi aset yang tak ternilai harganya. Lautan yang mengelilingi kepulauan negara ini, terutama Laut China Selatan yang merupakan menjadi salah satu kawasan dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, mulai dari keanekaragaman hayati hingga potensi ekonomi yang besar.

Pulau Indonesia sebagai negara maritim menjadi semakin penting dalam konteks global, karena potensinya yang luar biasa dalam berbagai sektor ekonomi, termasuk perikanan, pariwisata, perdagangan, dan energi. 

Pulau-pulau Indonesia menyediakan berbagai macam sumber daya alam, termasuk hasil pertanian, hutan tropis yang kaya, serta mineral dan tambang yang berlimpah. Namun, kekayaan terbesar Indonesia tidak hanya terletak di daratannya, tetapi juga di perairan sekitarnya.

Laut Indonesia, termasuk Laut China Selatan, memainkan peran penting dalam ekosistem global dan ekonomi regional. Keanekaragaman hayati yang melimpah di perairan Indonesia memberikan sumber daya bagi jutaan orang yang bergantung pada laut untuk penghidupan mereka. Selain itu, sebagai jalur perdagangan utama, Laut China Selatan menjadi jalan transportasi vital bagi perdagangan global, membuatnya menjadi pusat perhatian dalam hubungan internasional.

Dengan potensi ekonomi dan strategis yang begitu besar, keamanan dan kedaulatan di di sebagaian kawasan laut China selatan terutama pada lingkungan Pulau Natuna yang sudah sejak menjadi perhatian utama bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. 

Ancaman konflik yang kompleks di Laut Cina Selatan mencakup sengketa teritorial antara beberapa negara, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, yang saling bersaing untuk mengklaim karang, wilayah maritim dan kepulauan termasuk pulau Natuna. Perselisihan teritorial ini dipicu oleh ketidakjelasan batas-batas maritim, klaim yang tumpang tindih, serta upaya pembangunan pulau buatan dan reklamasi lahan yang dilakukan oleh beberapa negara, terutama China.

Sumber: Amirullah
Sumber: Amirullah

Seperti yang tergambar dipeta, konflik ini diperumit oleh adanya perebutan sumber daya alam yang kaya termasuk gas, minyak, dan ikan, yang menjadi sumber persaingan antara negara-negara tersebut. Ketegangan militer semakin meningkat dengan peningkatan aktivitas militer di wilayah tersebut, yang memperumit situasi keamanan regional. 

Di samping itu, campur tangan negara-negara non-regional, terutama Amerika Serikat, dalam sengketa Laut Cina Selatan juga menjadi faktor yang memperumit dan meningkatkan kompleksitas masalah tersebut. Semua ini menyebabkan ketidakstabilan, ketegangan geopolitik, dan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Perlunya tindakan solutif dan pencegahan serius terhadap ancaman yang datang menerpa kawasan Laut Cina Selatan milik negara Indonesia.   

1. Potensi Sumber daya alam Laut China Selatan

Laut Cina Selatan dengan potensi alam perairan yang melimpah, namun belum banyak dieksplorasi karena sengketa wilayah. Dengan potensi sumber daya perairan yang melimpah seperti ladang minyak dan gas yang paling banyak ditemukan berada diwilayah yang tidak terkena sengketa, dekat dengan garis Pantai. Sekitar 3,6 miliar barel minyak bumi cairan lainnya serta 40,3 triliun kubik gas alam terdapat pada peraiaran Laut Cina Selatan. Berikut merupakan tabel yang menunjukan sebaran potensi pada beberapa negara yang berada di Laut Cina Selatan :

Negara

Cadangan terbukti dan terkira cair (juta barel)

Cadangan terbukti dan terkira gas alam (triliun kaki kubik)

Indonesia

44

1.1

Filipina

17

0.4

Malaysia

1.284

28.9

Brunei Darussalam

299

1.9

Cina

1.423

5.7

Vietnam

530

2.3

Total

3.596

40.3

Sumber data: Rystad Energy, CubeBrowser

Melihat dari data pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia memiliki sebagian hak dan klaim resmi atas beberapa potensi sumber daya alam yang berada dikawasan Laut Cina Selatan

2. Hak dan Klaim Resmi Kawasan Laut Cina Selatan dan Pulau Natuna

Kepulauan Natuna, bagaikan permata di Laut Natuna Utara, merupakan bagian integral dari wilayah Indonesia. Sejak lama, Indonesia telah memiliki klaim sah atas kepulauan ini dan wilayah maritim di sekitarnya, termasuk di Laut China Selatan. 

Banyaknya ancaman yang cukup krusial dari pendatang asing bahkan negara-negara tetangga yang mengancam dan meruntuhkan kedaulatan dikawasan Laut Cina Selatan dan Pulau Natuna, membuat lahirnya kebijakan yang melingkupi deklarasi dan konvensi yang telah dilakukan untuk mempertahankan kawasan yang terancam tersebut. Berikut merupakan bukti, dasar hukum dan hak resmi negara Indonesia atas kependudukan sebagian kawasan Laut Cina Selatan:

a) Dasar Hukum Klaim Indonesia

  • Deklarasi Djuanda: Pada tahun 1957, Indonesia mendeklarasikan kedaulatannya atas semua perairan di sekitar kepulauannya, termasuk Kepulauan Natuna, melalui Deklarasi Djuanda. Melalui deklarasi ini menandai kedaulatan penuh Indonesia atas semua perairan di sekitar kepulauannya, termasuk Kepulauan Natuna yang kaya sumber daya alam. Dampaknya signifikan, memperluas wilayah maritim Indonesia 2,5 kali lipat, menjadikannya negara maritim terbesar di dunia. Deklarasi ini menjadi landasan penegakan hukum laut, pengembangan ekonomi maritim, dan memperkuat keamanan maritim Indonesia. Pengakuan internasional pun diraih, menjadi bukti komitmen Indonesia dalam menjaga kedaulatan maritimnya dan memanfaatkan sumber daya lautnya untuk kesejahteraan rakyat.
  • Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982, Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982, yang memberikan dasar hukum internasional untuk klaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil laut di sekitar wilayahnya, termasuk Kepulauan Natuna.
  • Indonesia telah menerbitkan peta resmi yang menunjukkan Kepulauan Natuna dan ZEE 200 mil lautnya, termasuk di Laut China Selatan.

b) Bukti Pendukung Klaim Indonesia:

  • Bukti sejarah: Bukti sejarah menunjukkan bahwa Indonesia telah memiliki kedaulatan atas Kepulauan Natuna selama berabad-abad, termasuk melalui aktivitas perdagangan dan pelayaran. Sejak abad ke-14, catatan sejarah menunjukkan aktivitas perdagangan dan pelayaran yang dilakukan oleh masyarakat Nusantara di Kepulauan Natuna.
  • Bukti geologi dan geografi: Bukti geologi dan geografi menunjukkan bahwa Kepulauan Natuna merupakan bagian integral dari landas kontinen Indonesia.
  • Pengakuan internasional: Klaim Indonesia atas Kepulauan Natuna telah diakui oleh beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Amerika dan Jepang. Tidak hanya itu, adanya dasar hukum yang kuat seperti pengakuan resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS 1982): UNCLOS 1982, yang telah diratifikasi oleh Indonesia, memberikan dasar hukum bagi klaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil di sekitar wilayah Indonesia, termasuk Kepulauan Natuna.

3. Ancaman dan dampak dari sengketa kawasan Laut China Selatan

Sengketa Laut China Selatan (LCS) bukan hanya masalah bagi negara-negara yang terlibat klaim wilayah, tetapi juga bagi Indonesia. Letak geografis Indonesia yang berdekatan dengan LCS, serta peran pentingnya sebagai jalur pelayaran internasional, menjadikan Indonesia rentan terhadap berbagai ancaman dan dampak dari sengketa ini.

a) Ancaman Bagi Indonesia:

Sengketa Laut China Selatan (LCS) tak hanya memanaskan kawasan, tetapi juga membawa konsekuensi nyata bagi Indonesia, terutama di Kepulauan Natuna. Aktivitas unilateral negara lain di LCS, seperti pembangunan pulau buatan dan militerisasi, mengancam kedaulatan maritim Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil di sekitar Natuna.

Lebih dari sekadar pelanggaran teritorial, ketegangan di LCS berpotensi mengganggu keamanan maritim Indonesia. Meningkatnya potensi konflik dapat memicu perompakan, penyelundupan, dan membahayakan keselamatan pelaut Indonesia di wilayah tersebut. Dampak ekonomi pun tak terelakkan. Gangguan perdagangan maritim akibat sengketa ini dapat menghambat arus ekspor-impor dan merugikan perekonomian nasional.

Dampak tak berhenti di situ. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam berlebihan di LCS dapat membahayakan kelestarian lingkungan laut Indonesia, seperti pencemaran dan kerusakan habitat laut.

Di luar ancaman langsung, sengketa LCS juga menimbulkan konsekuensi tak langsung bagi Indonesia. Ketidakpastian investasi di proyek maritim, khususnya di Natuna, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Peningkatan anggaran pertahanan untuk memperkuat keamanan maritim di Natuna dan menjaga kedaulatan di LCS pun menjadi beban tersendiri.

Tak hanya itu, Indonesia perlu mewaspadai potensi ketegangan diplomatik dengan negara-negara yang terlibat dalam sengketa. Peran proaktif Indonesia dalam mencari solusi damai dan berkontribusi pada stabilitas regional menjadi semakin penting.

Sengketa LCS bukan hanya masalah bagi negara-negara yang terlibat klaim, tetapi juga bagi Indonesia. Memahami dampak nyata dari sengketa ini menjadi kunci dalam merumuskan langkah strategis untuk melindungi kepentingan nasional dan menjaga stabilitas kawasan.

4. Regulasi dan Kebijakan pihak Indonesia dalam penanganan ancaman serta sengketa yang kian memanas

a. Memperkuat fondasi dan penegakan hukum

Di tengah memanasnya sengketa Laut China Selatan (LCS), Indonesia tak tinggal diam. Memperkuat fondasi hukum menjadi langkah krusial untuk melindungi kedaulatan maritim, khususnya di Kepulauan Natuna dan wilayah ZEE 200 mil di sekitarnya. penegakkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan menjadi landasan hukum utama, menegaskan kedaulatan dan hak Indonesia atas wilayah lautnya. UU ini mengatur pengelolaan wilayah laut Indonesia secara komprehensif, termasuk ZEE 200 mil di Natuna. 

Lebih lanjut, Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kawasan Strategis Nasional Maritim (KSN) menjadikan Natuna sebagai wilayah prioritas. Penetapan ini membuka jalan bagi pembangunan dan pertahanan maritim yang terfokus di Natuna, memperkuat kemampuan Indonesia untuk mengamankan wilayah lautnya. Tidak hanya itu, pada keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penetapan Batas Laut Wilayah merupakan langkah penting lainnya. Penetapan batas laut resmi Indonesia sesuai hukum internasional, termasuk di LCS, memperjelas klaim maritim Indonesia dan memperkuat posisi diplomatiknya dalam menghadapi sengketa. Upaya memperkuat fondasi hukum ini tak hanya menunjukkan komitmen Indonesia dalam melindungi kedaulatan maritimnya, tetapi juga menjadi landasan bagi langkah-langkah strategis selanjutnya. Dengan fondasi hukum yang kokoh, Indonesia dapat lebih leluasa dalam menegakkan hukum di lautnya, memaksimalkan potensi ekonomi maritim, dan berkontribusi pada penyelesaian damai sengketa LCS.

b. Diplomasi dan Kerjasama Regional:

Di tengah sengketa Laut China Selatan (LCS), Indonesia tak hanya memperkuat fondasi hukum dan keamanannya, tetapi juga aktif dalam upaya diplomasi maritim. Peran ASEAN sebagai forum regional menjadi kunci untuk mencari solusi damai dan mematuhi hukum internasional di LCS.Indonesia mendorong dialog dan negosiasi antar negara-negara terkait, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Tujuannya adalah mencapai kesepakatan damai dan saling menghormati hak maritim masing-masing negara.  

Dengan kemudahan akses diplomasi pada era digitalisasi membuat kerjasama regional dengan negara tetangga menjadi lebih mudah diakses dan dapat terhubung dengan mudah, sehingga strategi keberlanjutan kerjasama keamanan dan pertahanan bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui diplomasi secara virtual ataupun secara langsung. Lebih dari sekadar dialog, Indonesia juga meningkatkan kerjasama maritim dengan negara-negara tetangga dan mitra internasional. Kerjasama ini meliputi berbagai bidang, seperti keamanan maritim, penegakan hukum laut, pengelolaan sumber daya laut, dan pengembangan ekonomi maritim.

c. Penegakan Hukum dan Ketertiban:

Indonesia juga berkomitmen untuk menegakkan hukum di lautnya. Di Kepulauan Natuna dan ZEE 200 mil di sekitarnya, Indonesia bertindak tegas terhadap pelanggaran hukum maritim seperti penangkapan ikan ilegal (IUU), penyelundupan, dan perompakan. Selain itu, operasi patroli maritim dan penegakan hukum oleh instansi terkait, seperti Bakamla, TNI AL, dan Polri, menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan dan ketertiban di Natuna. Upaya ini tak hanya melindungi sumber daya laut Indonesia, tetapi juga memastikan keamanan dan keselamatan para pelaut di wilayah tersebut. Tak hanya itu, koordinasi antar instansi penegak hukum laut diperkuat melalui patroli bersama dan operasi penegakan hukum terpadu. Sinergi ini memungkinkan Indonesia untuk merespon pelanggaran hukum maritim secara lebih efektif dan efisien, menegakkan kedaulatannya di laut, dan menjaga stabilitas di kawasan.

Dengan demikian adanya sengketa Laut Cina Selatan tersebut, membuat pemerintahan harus secepatnya menerapkan kebijakan dan regulasi yang telah dijelaskan dengan upaya untuk menegakkan hukum yang berlaku atas hak resmi yang sudah dimiliki semestinya. Dengan langkah-langkah ini akan membentuk komitmen dari stabilitas keamanan dan pertahanan diperairan Laut Cina Selatan pada masa kini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun