Mohon tunggu...
Siti Annisa Rizki
Siti Annisa Rizki Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Director of Arunika Psikologi Group. Top 15 Writer for the Call for Papers on Transition to Just Energy by The Habibie Center 2023. Favorite Blogger at BRI Write Fest 2023. Industrial and Organizational Psychologist since 2012 for State-Owned Enterprises (BUMN) and national Business Companies. • Your empathetic psychologist • Free spirit | open mind | happy to support.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sudah Sepaham Apa Kita tentang Diri Sendiri?

30 Mei 2024   23:20 Diperbarui: 30 Mei 2024   23:26 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :  Harvard Business School (2019).

Pada dasarnya, semua individu yang sehat dapat memiliki pemikiran dan perasaan yang melibatkan kritik, keragu-raguan dan rasa takut. Demikian pikiran kita didesain untuk melakukan antisipasi, menyelesaikan masalah dan menghindari resiko yang lebih keras.

Di dalam berhadapan dengan berbagai situasi yang mempengaruhi emosi, kita perlu lebih mindful, menggunakan value yang kita miliki di dalam menyelesaikan permasalahan dan dengan cara yang produktif. Emotional agility adalah tentang menjadi fleksibel dengan pikiran, perasaan, dan perilaku.

Dari beberapa studi yang dilakukan oleh Profesor Frank Bond dan rekannya dari University of London mengemukakan bahwa emotional agility dapat membantu seseorang untuk mengurangi stres, error, lebih inovatif dan meningkatkan performa kerja.

Namun, banyak orang yang masih kewalahan dengan mengelola emosinya. Berikut terdapat empat praktik yang dapat dilakukan agar individu tidak terjebak pada pikiran negatif dan emosinya sendiri :

1. Kenali pola

Langkah pertama dalam mengembangkan emotional agility adalah memperhatikan saat diri kita terjebak oleh pikiran dan perasaan. Itu sulit dilakukan, tetapi jika diperhatikan, ada tanda-tanda tertentu. Salah satunya adalah pikiran menjadi rigid (kaku-tidak fleksibel) dan berulang-ulang. Kita harus memiliki kesadaran terhadap hal tersebut, sebelum memulai perubahan.

2. Menamakan pikiran dan emosi.

Ketika pemikiran diri sendiri penuh dan merasa terjebak, salah satu strategi yang mungkin dapat membantu dalam mempertimbangkan situasi agar lebih objektif adalah dengan melakukan tindakan sederhana yaitu penamaan. Misal : "Saya tidak bekerja dengan cukup keras di tempat kerja", menjadi "Saya memiliki pikiran bahwa saya tidak bekerja dengan cukup keras di tempat kerja". Contoh lain "rekan kerja saya salah, dia membuat saya sangat marah", menjadi "saya memiliki pikiran bahwa rekan kerja saya salah, dan saya merasa marah"

Pada pemberian penamaan, latihlah diri agar jujur dan apa adanya di dalam mengakui emosi yang dirasakan. Pahami bahwa sebagai manusia, diri sendiri bisa saja mengalami beragam emosi dan berlatihlah untuk welas asih atas perasaan dan pikiran yang Anda miliki.

Manusia secara psikologis dapat melihat pengalaman pribadi dari helicopter view dan sudut pandang yang lebih luas. Bukti ilmiah yang berkembang menunjukkan bahwa praktik kesadaran sederhana dan langsung seperti ini tidak hanya meningkatkan perilaku dan kesejahteraan, tetapi juga meningkatkan perubahan biologis yang bermanfaat di otak.

3. Menerima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun