Pagi ini, ketakutan kembali menghampiri Lina. Ia selalu merasa takut ketika akan berangkat ke sekolah. Banyak ketakutan yang ada di otaknya semenjak kejadian itu menimpa Lina selama beberapa tahun terakhir. Ia takut jika teman-temannya masih memperlakukan dia dengan seenaknya. Ia juga takut jika terus dipojokkan dan selalu diejek.
"Mah, apakah Lina boleh bolos sekolah?" tanyanya dengan penuh cemas.
"Sayang, bolos sekolah itu termasuk perbuatan yang tidak baik."
"Tapi, Mah. Aku takut, aku takut saat bertemu teman-teman nanti."
"Sabar, Nak. Mama akan berusaha memperjuangkan keadilan untukmu," ucap Mama seraya mengusap kepala Lina.
"Baik, Mah. Terima kasih."
Setelah menghabiskan sarapan, Lina diantarkan ke sekolah oleh Mama. Sepanjang perjalanan, perasaannya campur aduk. Ia mencoba melawan rasa takut dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Sebenarnya, Lina memiliki teman di sekolah namun teman yang mau bermain dengannya bisa dihitung jari. Mau tidak mau, pengalaman tidak menyenangkan ini harus dia rasakan sejak kelas 3 hingga kelas 5 sekolah dasar.
Kejadian yang tak pernah dilupakan Lina itu bermula ketika ia duduk di kelas 3 sekolah dasar. Lina yang merupakan siswa pindahan dari sekolah lain sedang mencoba berbaur dengan teman-teman sekelasnya. Sebutan "introvert" mungkin memang pantas diberikan kepada Lina, karena ia memiliki tipe kepribadian yang cenderung tidak merasa nyaman ketika berada dalam kondisi sosial tertentu terutama bila harus berinteraksi dengan orang yang belum dikenal.
Lina mulai memiliki teman akrab saat ada seseorang yang mengajaknya berkenalan lebih dahulu. Temannya bernama Sasa dan Tia. Merekalah yang benar-benar menjadi teman Lina dan selalu menyemangati Lina ketika sedang terpuruk. Mereka juga telah memahami sifat Lina yang memang memiliki sifat tertutup terhadap orang lain. Walaupun demikian, Lina, Sasa, dan Tia saling menghargai serta melengkapi satu sama lain.
Suatu hari, Lina, Sasa, dan Tia diajak bermain oleh teman-teman sekelas. Lina yang sedang asyik bermain, tidak sengaja menjatuhkan botol minum milik temannya yang bernama Ibnu. Padahal, botol minum tersebut merupakan oleh-oleh dari luar negeri yang diberikan orang tua Ibnu. Melihat botol minum kesayangannya jatuh dan rusak, Ibnu pun naik pitam. Ia tidak terima botolnya dirusak oleh Lina.
"Maaf Ibnu, aku tidak sengaja". ucap Lina sambil mencoba memperbaiki botol Ibnu yang rusak.