Boneka tersenyum dan mengangguk. "Tetap memegang tanganku, Tuan putri."
      Aku mengangguk senang dan mengeratkan peganganku pada tangan Boneka. Semua kenangan berputar di depanku. Semuanya terputar dengan baik hingga kenangan itu terhenti.
      Aku bingung, mengapa layar-layar itu tak bergerak lagi? Mengapa semuanya berhenti? Aku menatap Boneka yang masih memimpin jalan.
      "Kenapa kenanganku hanya sampai di sana, Boneka?"
      Semuanya terhenti di pertemuanku dengan pacar Ibu. Malam tadi, ketika Ayah pulang telat dan Ibu membawa pacar Ibu ke rumah. Semuanya berjalan seperti biasa, Ibu dan pacar Ibu main di kamar Ayah-Ibu, Ayah yang tak pulang-pulang dari kerja dan aku bermain dengan bonekaku sebelum tidur.
      Lalu tiba-tiba pacar Ibu masuk ke kamarku, menyapa dengan senyuman. Ia dengan baik hati mengajakku bermain bersama, hingga... Huh? Hingga apa ya? Kenapa aku tak ingat? Aku tak ingat apa pun setelah itu.
      Aku merasakan genggaman Boneka semakin erat. Aku menoleh dan bingung.
      "Aku tak ingat, Boneka. Apa yang terjadi malam tadi?"
      Boneka tersenyum dan menggeleng. "Tuan putri tak perlu susah payah mengingatnya! Sekarang ayo kita pergi sedikit lebih jauh lagi!"
      Aku mengangguk semangat. Aku tak sabar melihat hal-hal unik selanjutnya, namun sebuah bisikan menyapa pendengaranku. Sebuah lirihan dan janji.
      "Maafkan Ayah. Maaf, maaf, maaf. Ayah bersumpah, tak akan membiarkan pelaku hidup dengan tenang. Maafkan Ayah..."