Aku menatap Ayah dan Ibu yang menangis meraung. Semua orang mencoba untuk menenangkan mereka berdua dengan berbagai ucapan, usapan dan doa. Aku hanya diam sambil memeluk bonekaku erat-erat. Aku biasanya menyukai keramaian, aku suka ketika semua orang hadir dan menaruh perhatian mereka padaku. Namun, sekarang...
      Aku tak suka suasana ini, menyesakkan.
      Suara tangisan Ibu semakin kencang. Meminta maaf dan memohon kepada Tuhan. Aku takut, tapi juga sedih melihat Ibu seperti itu. Aku ingin mendekati Ibu dan berada di pelukannya. Namun, semua orang di sana, sedang berusaha menenangkan Ibu yang tidak karuan.
      Karena itulah, aku berjalan mendekati Ayah yang terduduk menyandar pada dinding. Aku duduk di sebelah Ayah sambil memainkan bonekaku. Tapi isakan tertahan itu membuatku menoleh.
      Ayah mencoba untuk tetap terlihat kuat, namun gagal. Kasihan Ayah.
      Aku bersandar pada Ayah dan mulai ikut terisak juga. Saat itu, aku menangis bersama Ayah dengan beberapa orang mencoba menenangkan Ayah.
      "Tuan putri mengapa menangis?"
      Aku menoleh dan Boneka di sana, berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Aku masih menangis dan menunjuk kepada Ayah-Ibu.
      "Ayah sedih, Ibu sedih, itu membuatku sedih..." Ucapku di tengah-tengah isakan.
      Boneka ikut sedih juga, dan segera ia memelukku. Aku memeluk Boneka juga, dan itu membuatku sedikit lebih lega.
      "Mari, kita sedikit menjauh dari sini. Jangan ganggu orang-orang dewasa."