Mohon tunggu...
Annie Nugraha
Annie Nugraha Mohon Tunggu... Seniman - Crafter, Blogger, Photography Enthusiast

Seorang istri dan ibu dari 2 orang anak. Menyukai dunia handmade craft khususnya wire jewelry (perhiasan kawat), senang menulis lewat blog www.annienugraha.com dan seorang penggemar photography

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Sepenggal Peninggalan Sejarah Kejayaan Imigran Tionghoa di Tjong A Fie Mansion, Medan

30 April 2021   07:56 Diperbarui: 30 April 2021   14:27 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih di seputar ruang depan di lantai 1, saya mendadak merasakan energi yang begitu kuat ketika memasuki ruang tidur Tjong A Fie.  Berbentuk persegi panjang, kamar ini didominasi oleh sebuah tempat tidur yang terbuat dari kayu Mahogani bercat hitam.  

Kokoh dan garang terlihat.  Ada kelambu yang mengelilinginya. Sofa 1 set. Kursi kayu anyaman rotan. Dan tentu saja lemari baju, gantungan jas, dan berbagai pernak pernik yang menandakan bahwa si penghuni kamar adalah seorang hartawan. 

Persis seperti kamar-kamar Raja dan Ratu yang hadir di film-film kolosal Cina. Kesamaan inilah yang mungkin membawa Tjong A Fie untuk tetap mengingat tanah kelahirannya, Guangdong, bagian selatan daratan Cina, yang menjadi ibukota dari provinsi Guangzhou.

Sudut terakhir dari bangunan terdepan adalah sebuah ruang makan. Membawa pewisata untuk larut dalam peninggalan perabotan keluarga Tjong A Fie, pengelola mini museum ini, menaruh berbagai keramik peralatan makan.  

Sungguh indah untuk dilihat. Sungguh cantik untuk direkam dalam lensa kamera. Kebayang, di zaman tahun 1800-an, memiliki benda-benda seperti ini tentulah menunjukkan strata/kelas kebangsawanan seseorang.

Langkah-langkah selanjutnya adalah ruang tengah dengan taman terbuka.  Berdiri di titik paling strategis, dengan usaha mendangak, saya bisa melihat deretan jendela kayu yang ada di lantai 2.  Jenis dan warnanya sama persis seperti apa yang saya lihat ketika menikmati fasad.  Ah, inilah mengapa ruang depan tadi tidak berasa panas.  Ternyata, selain karena memang langit-langitnya tinggi, ruang tersebut tersambung dengan sebidang area terbuka.  Kondisi yang memungkinkan udara berganti dan mengalir dengan leluasa.

Teras di kanan dan kiri yang ada di samping ruang terbuka pun keliatan begitu sempurna jika difungsikan sebagai tempat untuk berleha-leha.  Bisa dijadikan tempat bermain anak atau sekedar berkumpul sambil beribadah. Beribadah? Yup.  

Ada 1 ruangan khusus yang dijadikan kuil kecil atau tempat sembahyang bagi Tjong A Fie dan keluarga yang beragama Budha. Pengunjung tidak diperkenankan memotret kuil ini. Tapi jelas terlihat, kalau tempat ibadah ini tetap terjaga kepengurusannya. Asap kecil dari hio yang terbakar tampak tak henti memecah udara di sekitarnya.

Sebelum melangkah ke lantai atas, saya dan Molly mengunjungi area dapur.  Luas dan terlihat mampu menampung belasan pekerja dalam satu kali kegiatan. Di sini, selain tempat pembakaran dan tungku-tungku, ada juga berbagai perlengkapan masak tradisional. Sebagian atap ruangan dibiarkan terbuka dengan sebuah tangga yang berfungsi sebagai akses antara lantai 1 dan lantai 2.

Di pintu lain yang tak jauh dari ruang memasak, saya menemukan akses ke bangunan yang berada di sayap kanan. Puluhan pot-pot tanaman tersebar di sana sini.  Ada serangkaian bangunan yang terpisah dari bangunan inti. 

Di sini ada ruang duduk dan ruang pertemuan yang sarat dengan koleksi buku.  Di ruang duduk kita disuguhkan beberapa papan informasi mengenai anak keturunan Tjong A Fie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun