Dengan tergesa-gesa, Cahaya segera menuju ke setasiun kereta api kecil di kotanya. Yakni setasiun kereta api peterongan. Setasiun kereta api yang terletak sekitar 100 meter di sebelah selatan jalan raya jalur Surabaya- Jombang. Segera setelah turun dari becak yang mengantarnya dari rumah ke setasiun, bergegas menuju loket penjualan tiket kereta. Di sampingnya, yang sedari tadi menggandeng tangan adalah saudara sepupunya, Jamilah. Siang itu, jarum jam hampir menunjukkan pukul 10 pagi. Cahaya, gadis 18 tahun yang sedang menunggu kelulusan di salah satu madrasah aliyah ini penasaran ingin me-ngunjungi makam Sunan Ampel untuk berdoa atas segala harapannya dan Jamilah sepupunya yang seorang pembantu rumah tangga, hendak pergi ke Surabaya, ke rumah majikannya.
        Beberapa hari sebelumnya, Jamilah yang sudah beberapa bulan tidak bekerja di rumah majikannya di Surabaya karena sakit, akhirnya ingin bermain di rumah majikannya untuk bertamu dan mengabarkan bahwa ia sudah sehat dan siap kembali kerja.
        "Ikut ta? Lusa aku rencana ke Surabaya, ke rumah majikanku," tanya Jamilah kepada Cahaya, "Apalagi kamu sedang libur panjang. Rumahnya dekat dengan makam Sunan Ampel, katanya kamu ingin ke sana," tambahnya. Dengan senang hati, Cahaya langsung mengiyakan ajakan sepupunya itu dengan mengangguk bahagia.
        "Setasiun Semut, dua," ucap Jamilah dengan suara keras kepada bapak penjual loket karcis kereta api sambil memberikan uang 5 ribuan. Tanpa bicara, petugas penjaga loket langsung memberi dua karcis sesuai tujuan beserta uang kembalian sebesar Rp. 2.600. Belum sempat duduk, ternyata kereta api dari arah Jombang sudah datang. "Ayo cepat! Alhamdulillah tidak usah nunggu lama, keretanya sudah datang. Biasanya bisa nunggu sampai berjam-jam," ajak Jamilah kepada Cahaya yang nurut saja digandeng ke sana-kemari.
        Saat sirine petugas setasiun berbunyi dengan keras, tanda khas suara kedatangan kereta, terdengar suara, "Kereta KRD jurusan Jombang-Surabaya segera tiba". Mendengar suara itu, Semua penumpang yang dari tadi sedang berdiri dan asyik ngobrol sambil duduk di ruang tunggu bergegas berdiri menyiapkan barang bawaan masing-masing. Ada yang sendiri, rombongan, dan tidak sedikit ibu-ibu yang membawa anak kecil.
        Segera setelah gerbang setasiun dibuka, para penumpang yang sedari tadi menunggu kedatangan kereta KRD tujuan Surabaya langsung menyerbu kereta. Mereka bergegas dan berdesak-desakan menuju kereta. Tak terkecuali Cahaya dan Jamila. Cahaya, gadis desa yang baru pertama kali pergi ke Surabaya dan baru beberapa kali naik kereta agak heran, mengapa harus lari-lari. Mengapa tidak menunggu kereta berhenti saja. Seakan tahu pikiran Cahaya, Jamilah bergumam, "Nanti tidak dapat tempat duduk, kalau tidak  masuk kereta duluan," ujar Jamilah sambil menarik tangan Cahaya.
        Benar saja, laki-laki, perempuan, tua muda hingga anak-anak berebut masuk kereta lebih dulu. Kondisi semakin tak kondusif karena ternyata banyak penumpang yang membawa barang bawaan dalam jumlah banyak. Tak hanya tas kecil. Kardus, tas besar, bahkan berkarung-karung barang ikut berjubel. Entah apa isinya.
        "Alhamdulillah, dapat  tempat duduk," ucap Jamilah dengan wajah gembira sambil membuang napas lega. Meskipun dengan perjuangan yang tidak ringan. Karena harus naik dan berdesak-desakan dengan begitu banyaknya penumpang dan barang bawaan serta para pedagang di dalam kereta.
        Segera Jamilah dan Cahaya duduk di tempat duduk kereta api kosong, yang terletak di empat tempat duduk dari pintu masuk. Sebenarnya pada tempat duduk pertama dan kedua ada tempat kosong, tapi hanya untuk satu pe-numpang. Karena ingin duduk dalam satu tempat, akhirnya Jamilah mencari tempat duduk yang agak jauh dari pintu masuk kereta. Mereka duduk bersebelahan di kursi untuk dua orang berhadapan dengan dua penumpang lain di depannya.
        Sesaat setelah mereka duduk. Kereta pun berangkat. Jamilah dan Cahaya tampak sangat menikmati perjalannnya. Udara segar langsung terasa saat kereta berjalan. Baru beberapa menit berjalan, kereta sudah berhenti di setasiun berikutnya, yakni setasiun Sumobito.
"Lha kok berhenti Mbak Jamilah?" tanya Cahaya kepada saudara sepupunya itu.