Pak Bahari mendorong Halin sampai terjatuh ke lantai.
"Lihat muka gue, ada tampang peduli? Itu ya urusan lu lah, kerja lagi kek atau apa kek, duit hasil jual kue itu sudah tentu buat gue, dah ah gue mau pergi, males di rumah banyak beban."
Hati Halin langsung remuk ketika Pak Bahari menutup pintu dengan keras, Bu Indah langsung berlari ke arah Halin dan memeluk Halin dari belakang, seketika itu juga air mata Halin keluar.
"Ibu.. maaf bu, Halin ceroboh malah menyimpan semuanya di saku, gegara kecerobohan Halin, ibu dan adik-adik engga bisa makan hari ini."
Bu Indah masih terus memeluk Halin, "justru ibu yang harusnya meminta maaf pada Halin, maaf telah selalu merepotkan Halin dan terimakasih sudah menjadi anak yang kuat dan contoh baik untuk adik-adikmu, maaf ibu tidak bisa membantu banyak Halin."
Halin menggeleng, ia melepaskan pelukan ibunya dan berbalik menghadap ibunya yang ternyata sudah berkaca-kaca.
"Gapapa ibu, Halin seneng bisa bantu ibu, ini udah jadi tugasnya Halin."
Bu Indah tersenyum, lantas memeluk kembali Halin.
Pintu rumah kembali dibuka, memperlihatkan Upan, Gema, Basgara, serta Isky.Â
"Napa nih?" Tanya Basgara melihat Halin dan Bu Indah berpelukan di lantai.Â
Melihat keempat adiknya sudah pulang sekolah, Halin langsung mengusap air mata dan melepaskan pelukannya, ia segera bangkit yang diikuti oleh Bu Indah.