***
"Siruva!" teriak Cater, ia berlari ke arah peri yang dipanggilnya itu.
Siruva menengok di mana suara itu berasal, netranya bercahaya melihat manusia, yang secara tidak sadar menjadi temannya itu, berlari ke arahnya. "Bagaimana?" katanya.
"Aku..." Cater berusaha mengatur napasnya.
Siruva menunggu jawaban Cater, matanya berkilau.
"Aku... berhasil!"
Seperti sebuah bunga yang baru saja mekar, mata Siruva semakin berkilau. Perasaannya tidak dapat dideskripsikan. Tanpa sadar, setitik air mata menuruni pipinya. Cater dibuat panik melihatnya.
"E-eh? Jangan...!" Cater tidak tau apa yang harus dilakukannya.
Siruva mengusap air matanya. "Maaf... Aku sangat lega. Maksudku, aku..." Cater menepuk punggung peri itu, bermaksud menenangkan. Namun karena tepukan itu, air matanya bertambah deras.Â
Cater hanya tersenyum. "Kita berhasil. Aku berhasil meyakinkan mereka. Karena essay milikku, ada bagian dari mereka yang tersadar. Ada juga yang tidak. Yah, setidaknya ada yang dapat menggerakkan mereka. Mereka tidak akan menjamah tempat ini. Lahan lain juga akan mereka perhatikan, jangan ada yang merusaknya lagi."
Air mata Siruva tidak bisa berhenti. Cater berusaha menenangkannya. Siruva tidak akan menghilang, hutan tidak akan rusak. Pihak Langit pasti sudah mengetahui hal ini. Hukuman Siruva akan dicabut.