Alokasi gaji Tiwi untuk dirinya sendiri hanya membeli pulsa, membayar kost dan transpor pulang pergi ke kantor.Â
Dia mengaku tidak setiap tahun membeli baju baru. Seluruh sisa gaji Tiwi habis untuk membiayai hidup adik-adiknya dan memenuhi permintaan ayahnya.Â
Saya sarankan agar dia mendorong adik-adiknya untuk bekerja. Saya juga sarankan agar dia sesekali tidak perlu memenuhi permintaan ayahnya.Â
Namun, berulang kali dia mengatakan bahwa dia dididik untuk berbakti kepada orangtua dan sebagai anak sulung dia harus bertanggung jawab atas adik-adiknya.
Remunerasi: perhitungkan benefit in kind
Atasan Tiwi mengatakan kepada saya bahwa katering yang diberikannya secara cuma-cuma tidak akan ditarik selama Tiwi masih bekerja dalam tim yang dipimpinnya. Selain itu, perusahaan juga memberikan asuransi rawat inap bagi setiap pegawai.
Saya minta Tiwi menghitung biaya makan yang dihematnya dengan adanya katering tersebut dan menambahkan ke dalam penghasilannya. Dia agak terkejut mendapati bahwa total remunerasi yang diterimanya sudah mendekati ekspektasinya.
Kepada Tiwi, saya berikan pengertian bahwa jika saat ini dia tidak merangkap pekerjaan, maka beban kerjanya hanya 20% dari kondisi sebelum pandemi. Saya yakin dia akan jenuh karena banyak menganggur.
Dengan merangkap pekerjaan, Tiwi mendapat kesempatan belajar banyak hal. Pelajaran dan pengalaman yang diperoleh, juga perlu dihitung sebagai benefit in kind.
Berikan kail, bukan ikan
Akan halnya adik Tiwi yang putus sekolah, saya minta dia mendorongnya agar mau mencari pekerjaan.Â
Usia adik Tiwi sudah hampir dua puluh tahun. Usia yang cukup dewasa untuk menyadari bahwa dia tidak mungkin selamanya menggantungkan hidup kepada kakaknya.
Saya berikan link artikel tentang perjuangan hidup Kompasianer Alfira Azzahra untuk dibagikan kepada adiknya. Artikel tersebut dapat dibaca di sini.Â