“Saya dididik untuk berbakti kepada orangtua, Bu. Jadi, setiap kali ayah saya minta uang, saya harus mentransfer sejumlah uang sesuai permintaannya.”
Gadis muda di hadapan saya menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Air matanya berlinang membentuk aliran sungai kecil di pipinya.
Saya mendorong sekotak tissue di meja saya ke arahnya. Dia menarik selembar tissue dan menghapus air matanya.
Sejurus kemudian, dia berbisik lirih, “Maaf, Bu, jadi curhat masalah pribadi.”
“Tidak apa-apa,” saya tersenyum menenangkan dirinya. “Yang penting, setelah curhat, kamu merasa lega.”
***
Gadis muda itu, sebut saja namanya Tiwi, adalah pegawai di salah satu perusahaan afiliasi kami. Dia baru saja mendapat kenaikan tunjangan.
Namun, Tiwi merasa hal tersebut tidak sesuai dengan ekspektasinya. Pertama, yang dia harapkan adalah kenaikan gaji, bukan tunjangan.
Kedua, tambahan take home pay yang diberikan kepadanya tidak sebesar yang diharapkannya. Oleh sebab itu, atasannya meminta saya memberinya sesi konseling.
Saya sudah mempelajari data remunerasi yang diterima Tiwi. Gaji pokoknya 10% di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta. Masa kerjanya dua tahun lebih tiga bulan, pendidikan terakhirnya D3.