Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pasutri Perlu Waspada Gejala Lonely Marriage

9 September 2020   08:14 Diperbarui: 9 September 2020   17:35 2078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi merasa sendiri setelah menikah. (sumber: pixabay.com/maya_7966)

"Sudah baca? Aku sudah tidak kuat lagi hidup bersama orang yang gak anggap aku ada. Seperempat abad lebih aku menanggung derita yang gak seorang pun tahu." Sambil memperlihatkan kutipan pada gambar di atas kepada saya, Luna berkata dengan suara bergetar. 

"Sakitnya tuh di sini." Tambahnya sambil menunjuk dadanya. Saya dapat melihat luka dalam sepasang mata beningnya.

Luna adalah sahabat saya ketika masih kuliah. Dia menikah hampir tiga puluh tahun yang lalu dengan Bram, teman kuliah kami juga. Selama ini, mereka dikenal sebagai pasangan yang harmonis. Tak pernah saya dengar kabar tak sedap tentang mereka.

Luna bercerita bahwa Bram memang bersikap sangat manis dan selalu melindungi dia ketika mereka berdua sedang bersama orang lain. Namun, setelah sampai di rumah, Bram akan sibuk dengan anjing-anjing peliharaannya, koleksi mobil-mobilnya, atau komputernya.

Apa yang dialami Luna adalah gejala lonely marriage. Luna merasa Bram tidak peduli kepadanya. Terkadang ia merasa anjing-anjing peliharaan dan koleksi mobil-mobil Bram lebih penting dibanding dirinya.

Ketika Luna mengalami hari yang berat di kantornya, ia tidak dapat berbagi rasa dengan Bram. Ia merasa tidak mendapat dukungan emosional. Jarak di antara mereka kian hari terasa kian lebar. Luna merasa kesepian dalam pernikahannya.

Menurut survei, sekitar 40% orang tahu sakitnya lonely marriage karena mereka pernah mengalaminya. Setiap lonely marriage memiliki satu kesamaan: setidaknya satu pasangan merasa diabaikan secara emosional.

Pasangan yang merasa diabaikan secara emosional, mungkin merasa hal itu membingungkan dan tidak jelas. Ia mungkin sulit mengungkapkannya dengan tepat.

Setiap malam, pasangannya masih tidur di sisinya. Mereka masih bersama dalam membesarkan anak-anak. Namun, pada saat ia berusaha jujur pada diri sendiri, ia tahu ada sesuatu yang salah. Ada sesuatu yang hilang. Ia dan pasangannya tidak lagi terkoneksi.

Lonely Marriage: Pasutri secara fisik masih bersama tetapi secara emosional tidak lagi terkoneksi

Seperti Luna dan Bram, pasutri yang mengalami lonely marriage mungkin masih saling berbicara, tetapi mereka tidak lagi mengomunikasikan harapan, ketakutan, dan impian.

Mereka mungkin tidak lagi berdebat atau berteriak. Sama seperti Luna dan Bram, mereka sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ketidakharmonisan. Sering kali, mereka bahkan tidak bertengkar sama sekali. Kata Luna, "Bahkan untuk bertengkar dengan dia, aku merasa lelah."

Lonely Marriage: Bukan berarti pasutri tidak lagi saling mencintai

Sumber gambar: wisdomtimes.com
Sumber gambar: wisdomtimes.com

Luna dan Bram mungkin masih saling mencintai. Namun, Luna merasa jarak emosional di antara mereka semakin hari semakin lebar. Jarak ini telah mencapai titik di mana cinta kehilangan keintiman esensialnya: kelembutan kata-kata, perbuatan dan pikiran.

Menurut Carol Bruess, seorang profesor emeritus dari the University of St. Thomas di Minnesota, pasutri yang mengalami lonely marriage merasakan dualisme di dalam hati mereka.

Di satu sisi, jarak emosional yang tercipta membuat mereka ingin mengenyahkan pasangan mereka dari hati dan pikiran mereka. Di sisi lain, ada suara kecil yang selalu mengingatkan mereka akan kelembutan kasih mula-mula yang pernah membuat mereka memutuskan untuk menghabiskan seluruh sisa hidup bersama pasangan mereka.

Dapatkah lonely marriage diperbaiki?

Jawabannya adalah "Ya". Sebagian besar lonely marriage dapat diperbaiki. Suara yang mengajak untuk kembali ke awal, kembali kepada kelembutan kasih mula-mula adalah kabar baiknya. Pernikahan Luna dan Bram tidak perlu berakhir dengan perceraian.

Saya berikan kepada Luna sebuah artikel yang ditulis Carol Bruess untuk dibaca dan direnungkan.

Menurut Carol Bruess, lonely marriage dapat diperbaiki dengan mengubur kata "saya" dan "kamu", dan menggantinya dengan "kita". Tumbuhkan "kita" dalam pernikahan, sirami dengan energi positif dan keintiman yang diperbarui.

Dengan sedikit usaha dan sedikit perubahan dalam perilaku, pasutri dapat kembali kepada realitas sehari-hari yang lebih baik. Pasutri dapat saling berbagi ketakutan, harapan dan impian. Mereka dapat tertawa dan menangis bersama, dan bersama-sama melakukan hal-hal yang membuat mereka merasa senang dan bahagia.

"Sabar" dan "Sedikit usaha" adalah kata kuncinya

Tidak berbeda dengan usaha mengembalikan bentuk fisik setelah cedera atau penyakit, mereka tidak akan langsung keluar dan berlari 10 kilometer segera setelah tiga tahun tidak berolahraga.

Membangun kembali otot hubungan setelah membiarkannya berhenti tumbuh akan memakan beberapa waktu dan pasti membutuhkan kesabaran dan sedikit usaha.

"Sabar" dan "Sedikit usaha" adalah kata kuncinya. Memori otot adalah hal yang kuat, dan itu berlaku untuk otot keintiman juga. Luna hanya perlu sabar dan melakukan sedikit usaha secara konsisten setiap hari.

Sumber gambar: Markmerrill.com
Sumber gambar: Markmerrill.com

3 Tips untuk memperbaiki Lonely Marriage

Dalam artikel yang saya berikan kepada Luna, Carol Bruess memberikan 3 tips untuk memperbaiki lonely marriage.

Pertama: Bertanyalah

Jika Anda merasa kesepian, pasangan Anda mungkin juga merasa kesepian dan putus asa serta tidak berdaya. Dia mungkin tidak yakin harus mulai dari mana.

Jadi, mulailah dengan Anda. Ambil inisiatif hanya dengan menanyakan pasangan Anda setidaknya satu pertanyaan sehari tentang sesuatu yang tidak berhubungan dengan mengatur hidup Anda.

Tentu saja yang dimaksud Carol bukan pertanyaan seperti "Sudah bayar tagihan listrik?" atau "Besok bisa jemput anak-anak pulang sekolah?"

Tanyakan kepada pasangan Anda apa yang saat ini dia khawatirkan, apa yang sedang dia sukai, apa yang membuat dia merasa tertekan, dan apa yang menjadi mimpi-mimpi dia. Jangan lupa, simak baik-baik jawabannya, dengarkan dengan hati.

Mulailah dari hal kecil, dan jangan kaget jika pasangan Anda curiga pada awalnya. Membangun kembali hubungan emosional adalah pergeseran energi, pergeseran keinginan untuk mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan pasangan, dan berbagi pemikiran dan perasaan Anda sendiri.

Jadikanlah tujuan untuk melibatkan pasangan Anda dalam lebih banyak percakapan seperti ini setiap hari. Kemungkinan besar, mereka akan mulai membalas, menanyakan pertanyaan serupa. Ini mungkin tidak segera terjadi, tetapi percayalah bahwa itu akan terjadi seiring waktu. Manusia cukup mudah ditebak; kita cenderung mengembalikan apa yang diberikan kepada kita.

Kedua: Masuklah ke dalam dunianya

Lebih spesifik lagi, masuk ke dunia pikirannya. Ya, ini secara alami akan terjadi dengan mengajukan pertanyaan. Namun yang juga penting adalah melakukan upaya internalisasi dengan tenang agar dapat memahami sudut pandang pasangan Anda. Ini adalah latihan yang tidak dapat Anda lewatkan saat Anda berusaha membangun kembali ikatan emosional.

Seperti apa latihan internalisasi yang dimaksud? Pilihlah 60 detik saja setiap hari, tutup mata Anda, dan luangkan satu menit saja untuk membayangkan seperti apa dunia pasangan Anda saat ini, dari sudut pandangnya.

Apa yang mungkin dia rasakan/alami/butuhkan saat ini? Apa realitas yang dia hadapi saat ini? Apa tantangan yang dia hadapi? Di mana dia menemukan kegembiraan? Apa yang mungkin dia khawatirkan, rindukan, atau apa yang mungkin membebani pikirannya?

Anda tidak perlu berbicara dengan pasangan Anda tentang apa yang Anda lihat di benak Anda saat melakukan internalisasi. Dengan melakukan aktivitas singkat ini, Anda akan memiliki lebih banyak empati dan kesabaran saat menjalani kehidupan sehari-hari dengan pasangan.

Yang terpenting: empati yang meningkat ini dapat menjadi akar dari hubungan emosional yang diperbarui.

Ketiga: Ciptakan ritual koneksi

Mulailah dari hal kecil. Pilih untuk membuat momen kecil dari pengalaman bersama yang disengaja. Jika pasangan Anda yang biasanya membuat makan malam, bergabunglah dengan mereka di dapur dan tanyakan bagaimana Anda bisa membantu malam ini.

Kepada Luna, saya sarankan untuk sesekali menemani Bram melakukan hal yang disenanginya. Ikut bermain dengan anjing-anjingnya, atau bersama-sama merawat mobil-mobilnya. 

Mendekatkan diri kepada Tuhan

Karena saya dan Luna sama-sama beragama Katolik, saya menyarankan kepadanya untuk kembali menghadirkan Keluarga Kudus -- Yesus, Maria dan Yusuf -- dalam kehidupan keluarga mereka.

Khususnya di bulan September, bulan yang telah dikhususkan oleh Gereja Katolik Indonesia sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Umat Katolik dianjurkan untuk semakin mendekatkan diri dengan kitab suci.

Jadi, saya sarankan kepada Luna untuk mengajak Bram mengikuti kegiatan pendalaman kitab suci bersama umat lingkungan mereka. Dalam masa pandemi, di mana semua orang dianjurkan untuk menjaga jarak, banyak lingkungan mengadakan kegiatan pendalaman kitab suci dengan memanfaatkan teknologi.

Satu lagi, jika Luna tetap merasa membutuhkan dukungan pihak ketiga, saya sarankan dia untuk berkonsultasi dengan pengurus Seksi Kerasulan Keluarga di Gerejanya. Dan, jika Luna merasa hubungannya dengan Bram sudah membaik, ada baiknya mereka bergabung dalam komunitas Marriage Encounter, sebuah komunitas yang bertujuan membuat hubungan pasutri yang sudah baik menjadi lebih baik dengan cara menggugah setiap pasutri agar lebih saling mencintai, lebih memperbarui dan saling memperkuat hubungan. 

Jakarta, 09 September 2020

Siska Dewi

Referensi: 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun