Kepala perempuan itu terkulai. Tiba-tiba atap rumah bagai rubuh menimpa tubuhnya, saat dia melihat Annisa berbalik membelakanginya. Annisa dengan tegar melangkah menuju pintu. Perempuan itu merasakan lidahnya mendadak kelu, karena rasa malu, kecewa dan marah bersekutu menyita suaranya. Teriakan 'Anakku, jangan pergi' bergema, memantul-mantul, terperangkap jauh di dalam relung hati seorang ibu.
*****
Annisa termenung di belakang kemudi. Matanya nanar memandang butir-butir air hujan yang terjatuh menumbuk kaca mobilnya. Benaknya merangkai urutan peristiwa yang baru saja terjadi, kembali pada pertengkaran hebat antara dirinya dengan sang bunda. Betapa Annisa tak kuasa menatap kecewa yang menyembul di balik mata tua ibunya. Tapi keputusan telah diambil. Dan dia harus siap dengan segala resiko yang mungkin akan terjadi di masa depan.
"Maafkan aku, Ibu." lirih Annisa mendesah.
Mobil melaju pelan di atas jalanan hitam yang basah. Annisa tersenyum gundah, mengenang kembali saat-saat awal perjumpaannya dengan Erick, pria bule yang menjadi kekasihnya sejak tiga tahun ke belakang. Saat itu salju turun dengan derasnya, membuat putih terhampar sejauh mata memandang, Annisa dan Erick terjebak dalam badai putih itu. Dingin yang menusuk-nusuk pori perlahan mencair kerena Erick yang asli Amerika itu ternyata seorang pria ramah yang mampu menghangatkan suasana. Ya! Annisa dan Erick memang berbeda bangsa. Mereka dipertemukan saat Annisa menuntut ilmu di negri Paman Sam. Kini, setelah tiga tahun berselang, mereka akhirnya merasa bahwa sudah selayaknya hubungan yang telah terjalin sekian lama itu harus menemukan muara. Dan ikatan pernikahan adalah jawabnya.
Kringg!!!! Dering telepon genggam seketika membuyarkan lamunan yang bertumpuk. Dengan gerakan malas Annisa meraih ponsel yang bergetar-getar di atas dashboard mobilnya. Nama Hendra berkedip-kedip di layar.
"Halo," sapa Annisa setelah memijit tombol ok.
"Nisa! Apa benar kau meninggalkan rumah?" suara diseberang terdengar berapi.
"Iya Mas, maafkan aku," jawab Annisa pelan.
"Teganya kau meninggalkan Ibu hanya untuk seorang...,"
"Mas, aku mohon mengertilah. Aku dan Erick saling mencintai. Aku harap Mas maumendukung dan menjadi wali nikah kami," Annisa memotong.