Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka (101)

13 Agustus 2016   01:42 Diperbarui: 13 Agustus 2016   02:21 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Benci? Apa masalahnya?”

“Bukankah Sang Prabu Ranawijaya yang akan memecat Kakang, malah mungkin akan memenggal leher Kakang, jika Kakang dan aku nekad pergi ke Pakuan Pajajaran untuk menghadiri resepsi dan ritual perkawinan Raden Arya di Pakuan Pajajaran? Sudah! Aku males kalau Kakang masih nyebut-nyebut dia lagi!” kata Nyi Demang agak marah dan langsung membalikkan badanya, memunggungi Ki Demang dan kembali memeluk Bagus yang sedang lelap tidurnya.

Ki Demang kelabakan juga ketika istrinya ngambek. Bisa-bisa lebih seminggu dirinya akan dibiarkan saja. Karena itu Ki Demang bisanya hanya sabar. Dia tahu cara mengatasi  istrinya jika sedang ngambek. Cara itu hanyalah sabar dan berikan pujian pada istrinya.

“Aku pikir betul juga kamu. Mudah-mudahan keris Kiyai Sengkelat karya Mpu Supa itu tidak jatuh ke tangan Ranawijaya. Mpu Supa itu punya anak laki-laki namanya Mpu Sura. Mpu Sura ini seorang ahli membuat sarung keris sakti. Dia seorang maranggi yang punya banyak murid. Ayahku salah seorang murid Mpu Sura dan aku mewarisi ilmu maranggi dari ayahku. Aku akan wariskan ilmuku itu pada Bagus. Dengan demikian disamping Bagus kelak menguasai ilmu keprajuritan, juga punya ilmu membuat sarung keris sakti. Tidak gampang lho membuat sarung keris sakti. Tidak sembarang orang,” kata Ki Demang sambil berharap istrinya masih mau mendengarkannya. Ternyata istrinya pelan-pelan membalikkan badannya lagi.

“Nah, begitu kalau ceritera jangan mutar-mutar. Aku setuju banget. Itu baru gagasan cemerlang. Kelak akan aku tambahkan nama di depan nama Bagus: Bagus  Sambarta Mranggi Semu! Aku akan tirakat  agar Bagus jadi pemuda yang mumpuni dan bila Raden Arya kelak punya anak gadis, aku berharap Raden Arya bersedia mengambil Bagus Sambarta jadi menantunya. Dengan demikian ikatan kekeluargaan Kejawar-Kalipucang, tidak akan putus,” kata  Nyi Demang. Dia memang  kaya dengan cita-cita, gagasan  dan impian.

“Hem, memang luarbiasa gagasan itu. Aku setuju! Siapa dulu Istriku!” puji Ki Demang pula,

”Tetapi kalau mau tirakat untuk Bagus jangan sering-sering dan beritahu aku. Rugi aku jika  Istriku yang  cantik sering-sering tirakat. Kapan aku mau……” belum habis kata-kata Ki Demang, istrinya sudah memotong kata-katanya.

“Ya, pastilah, minta ijin suami dulu kalau mau tirakat,” kata Nyi Demang langsung memeluk dan mencium Ki Demang. Ki Demang pun tersenyum, ternyata kesabarannya mendatangkan hasil juga. Nyi Demang memeluk dan mencium suaminya dengan mesra sebagai ungkapan rasa senangnya. Tetapi ketika Ki Demang akan membalas memeluknya, Nyi Demang menahan dada suaminya sambil berbisik :

”Kakang  harus mematikan lampu teplok itu  lebih dulu…” bisik Nyi Demang lirih di telinga Ki Demang.

Ki Demang Kejawar segera bangkit dengan senyum kemenangan. Permintaan istrinya adalah isyarat agar perbincangan soal masa depan bagi anak buah hatinya itu, untuk sementara sampai di situ dulu.

Lampu teplok yang menempel pada tiang dinding kamar tidurnya segera dimatikan. Pantulan cahaya bulan malam itu menerobos masuk melalui sela-sela lubang angin dinding kamarnya, sehingga Ki Demang secara samar-samar masih bisa melihat tubuh cantik istrinya yang tergolek gelisah. Istrinya sudah tidak sabar menunggu. Malam itu menjadi malam yang sangat indah bagi pasangan suami istri Ki Demang dan Nyi Demang Kejawar.[]

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun