"Aww sakitttt. Lo mah jahat."
"Hehehe, iyaiya maaf. kaciann atit yaaa"
Kita pun bermain, bercerita, dan tertawa bersama siang itu sampai sore.
"Ada yang mau aku bilang sama kamu." Kata Steve tiba-tiba.
"Apa? Eh sejak kapan lo pake aku kamu? Hahaha geli dengernya." Jawabku sambil tertawa.
"Senja menggantikan terik dalam fana, menyejukkan hati yang membara, dan menenangkan jiwa yang kentara. Apa kamu tau senja yang kumaksud bukanlah langit di atas, namun bidadari tanpa sayap yang memiliki senyum indah di depanku ini? Senja, telah lama aku mempersiapkan kata-kata ini agar bisa keluar dari mulutku. Aku mencintaimu, Senja." Kata Steve dengan wajah penuh keseriusan.
"Apa si yang lo bilang Steve? Lo lagi bercanda ya?"
"Ini beneran, Senja. Aku ngga lagi bercanda. Kamu mau ngga jadi pacarku? Aku janji ngga bakal ninggalin kamu, Senja."
"Apaan si? Gue mau pulang aja." Kataku sambil berlari pergi tanpa memperdulikan Steve yang terus memanggilku.
Aku terus berjalan walau hujan kini membasahi tubuhku. Kudekapkan tanganku ke tubuh sambil menangis sesenggukan. Tiba-tiba kenangan itu berlarian dalam kepalaku sampai kepalaku pusing dan tak mendengar suara klakson. Dan tak berselang lama suatu hantaman keras memukulku dari belakang. Aku terjatuh dan semua pandanganku kabur. Aku sempat melihat wajah Steve yang begitu khawatir dan kemudian berubah menjadi wajah seseorang yang sangat aku kenal.
***