Mohon tunggu...
Anjar Febrianti
Anjar Febrianti Mohon Tunggu... Lainnya - Sarjana Teknik

Saya suka sekali tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Hujan Bulan November

9 September 2020   15:34 Diperbarui: 9 September 2020   15:21 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku terpaku pada satu titik di mana terdapat satu anak yang begitu riangnya bermain hujan di luar jendela sana. Tanpa beban dia tertawa dan menari di bawah rintik hujan. Dia tak memikirkan bagaimana jika dia sakit. Lama aku menatapnya, kemudin otakku berputar dan memaksaku mengingat hal yang sangat kubenci. Kemudian aku bergegas menutup kedua mataku dan kembali fokus pada tugas di depanku. Di luar tetap hujan walau hari makin gelap. Aku mengumpat kesal karena hujan menjebakku dalam rumah dan menggagalkan rencanaku.

Aku pergi ke dapur dan membuat secangkir susu hangat kemudian menaiki tangga menuju kamarku. Ku tengguk susu yang berada di tanganku sambil sesekali melirik ke jendela dengan kesal. Gelas telah kosong dan kurebahkan tubuhku di atas kasur. Tak lama kemudian aku terlelap dengan diiringi lagu dari Naff yang berjudul Kenanglah Aku.

Suara telfon membangunkan tidurku yang sebenarnya tidak terlalu nyenyak. Kemudian dengan mata masih tertutup aku mencari ponselku yang entah dimana.

"Pasti lo baru bangun. Ini sudah jam berapa sayang? Ayo cepat berangkat, lo lupa hari ini ada kuliah pagi?!"

"Hmmm" Jawabku dengan malas.

Telfon langsung kututup tanpa mengatakan apapun. Karena aku tau sahabatku, Steve tidak akan berhenti berbicara dan aku sedang malas mendengarkan ocahannya itu.

Oh sial, aku baru sadar aku telah melakukan kesalahan besar kemarin. Aku ketiduran dan melupakan ulang tahun sahabatku. Ada 37 panggilan tak terjawab dan semuanya dari Steve. Bego banget aku sampai bisa ketiduran segala. Dengan secepat kilat aku pun bergegas menuju kamar mandi dan berangkat ke kampus.

Sesampainya di kampus, Steve telah menghadangku di depan pintu berniat menerkamku.

"Senja sayang, darimana aja lo? Kenapa kemarin tidak datang ke pesta ulang tahun gue?" ucap Steve dengan nada jengkel.

"Maaf, hehe. Kan tau sendiri kemarin hujan. Terus gue ke kamar dan ketiduran deh. Tapi sebagai gantinya gue bakal traktir lo makan nuruti semua permintaan lo hari ini full. Jadi jangan marah ya."

"Enak aja. gue udah nungguin lama dan lo gampang banget minta maaf. Lo tau kan kemarin itu hari spesial sahabat lo, hari dimana gue dilahirin, dan itu cuma setahun sekali. Dan..."

"Ssstttt udah-udah aku minta maaf, hari ini juga gue bakalan penuhin semua yang lo minta, tapi maafin gue, pliiisss." kataku dengan nada memohon.

"Huh untung gue orangnya baik, ya udah gue maafin tapi janji ya bakal nurutin semua permintaan gue."

"Iya janji bawel."

Tak berselang lama, dosen pun masuk dan ceramah panjang lebar. Sedangkan aku sendiri sibuk memainkan pulpen dan mencoret-coret kertas biderku. Sesekali Steve mengingatkanku untuk memperhatikannya, namun aku hanya mengangguk.

Hari begitu terik ketika kuliah berakhir. Aku bersama Steve langsung pergi menuju salah satu tempat makan yang tak jauh dari kampus untuk memenuhi janjiku. Setelah selesai makan, kita langsung pergi sesuai arahan dari Steve.

"Kita mau kemana nih?" Tanyaku penasaran.

"Ke suatu tempat." Aku berjalan mengikutinya. Kemudian kita sampai di suatu taman.

"Ngapain kesini?" Tanyaku lagi.

"Lo tau ngga lo itu sebenarnya lebih bawel dari gue, katanya tadi mau nuruti semua keinginan gue. Ini gue lagi pengin main di taman."

"Haha kaya anak kecil."

"Ya ngga lah, lo tuh yang kaya anak kecil." Timpal Steve sambil mencubit pipiku.

"Aww sakitttt. Lo mah jahat."

"Hehehe, iyaiya maaf. kaciann atit yaaa"

Kita pun bermain, bercerita, dan tertawa bersama siang itu sampai sore.

"Ada yang mau aku bilang sama kamu." Kata Steve tiba-tiba.

"Apa? Eh sejak kapan lo pake aku kamu? Hahaha geli dengernya." Jawabku sambil tertawa.

"Senja menggantikan terik dalam fana, menyejukkan hati yang membara, dan menenangkan jiwa yang kentara. Apa kamu tau senja yang kumaksud bukanlah langit di atas, namun bidadari tanpa sayap yang memiliki senyum indah di depanku ini? Senja, telah lama aku mempersiapkan kata-kata ini agar bisa keluar dari mulutku. Aku mencintaimu, Senja." Kata Steve dengan wajah penuh keseriusan.

"Apa si yang lo bilang Steve? Lo lagi bercanda ya?"

"Ini beneran, Senja. Aku ngga lagi bercanda. Kamu mau ngga jadi pacarku? Aku janji ngga bakal ninggalin kamu, Senja."

"Apaan si? Gue mau pulang aja." Kataku sambil berlari pergi tanpa memperdulikan Steve yang terus memanggilku.

Aku terus berjalan walau hujan kini membasahi tubuhku. Kudekapkan tanganku ke tubuh sambil menangis sesenggukan. Tiba-tiba kenangan itu berlarian dalam kepalaku sampai kepalaku pusing dan tak mendengar suara klakson. Dan tak berselang lama suatu hantaman keras memukulku dari belakang. Aku terjatuh dan semua pandanganku kabur. Aku sempat melihat wajah Steve yang begitu khawatir dan kemudian berubah menjadi wajah seseorang yang sangat aku kenal.

***

"Kamu ngapain hujan-hujan kesini?"

"Kamu cantik. Aku pengin ketemu kamu."

"Iiiihhh gombal. Kan bisa besok ajaaa. Nanti kamu sakit loh."

"Aku bawa sesuatu buat kamu."

"Apa?" Tiba-tiba dia berjongkok di depanku dan meraih tanganku. Kemudian dia memakaikan cincin di tanganku.

"Aku mencintaimu, Senja. Aku sangat sangat mencintaimu. Aku ingin selalu di sampingmu, ingin selalu bersamamu. I love you." Kemudian dia bangkit dan memelukku. Aku pun berbalik memeluknya.

"Makasih Rey. Aku bahagia banget bisa dimiliki sama kamu. Aku juga mencintaimu." Kataku sambil menangis haru.

Kemudian tiba-tiba terdengar suara benturan yang keras dan kudapati Rey terjatuh dari motornya serta bergelimangan darah. Aku menghampirinya dan meletakkan kepalanya di pangkuanku.

"Aku mencintaimu, Senja. Sangat mencintaimu. Tapi Tuhan berkehendak lain, aku ngga punya banyak waktu untuk menjagamu dan membahagiakanmu. Berjanjilah kamu bisa bahagia tanpa aku. Dan cobalah membuka hatimu untuk orang yang bisa membuatmu tersenyum agar aku bisa pergi dengan tenang."

Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tak siap menyaksikan ini. "Rey bukannya kamu janji bakal terus di sampingku. Tapi kenapa sekarang pergi? Reeeyyyy." Aku terus menangis sampai pandanganku mulai memburam dan semakin putih, samar-samar kulihat Steve berdiri di sampingku dan Rey tersenyum ke arahku dan Steve. Kemudian semuanya lenyap.

***

Aku terbangun di atas kasur rumah sakit dan kudapati Steve tertidur di sampingku sambil terus menggenggam tanganku. Sekarang adalah November ke-3 aku tanpa Rey. Dan Steve yang selalu berada di sampingku ketika aku mulai gila karena tidak bisa menerima kenyataan. Steve yang selalu menemaniku melewati hari-hari sulit sampai aku bisa tersenyum lagi.

"Hei kamu sudah sadar? Aku khawatir banget udah 3 hari kamu terbaring di sini."

"Steve aku juga mencintaimu, walau jujur belum bisa sepenuhnya. Kamu janji kan ngga bakal ninggalin aku?"

"Iya janji." Kata Steve sambil tersenyum bahagia.

Rey jika ini yang kamu mau, aku akan berusaha mengikhlaskan kepergianmu dan belajar mencintai Steve. Aku berjanji mulai sekarang aku akan hidup lebih baik lagi dan aku tidak akan menangis lagi. Kamu akan tetap mendapat tempat khusus di hatiku, Rey. Semoga kamu juga bahagia ya di sana. 

-END-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun