Dengan bobot ekonomi dan kekuatan militernya yang meningkat, China telah menggertak, memaksa dan melecehkan tetangga-tetangga kecilnya di Asia Tenggara di LCS.
Indonesia tidak terkecuali. Baru-baru ini, China memprotes Indonesia karena melakukan eksplorasi minyak di Laut Natuna Utara, bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang sah, dan latihan militernya dengan pasukan AS. Anehnya, China mengklaim ZEE Indonesia sebagai bagian dari peta Sembilan Garis Putusnya sedangkan Indonesia tidak mengklaim satu inci pun di LCS. Indonesia sangat menghormati UNCLOS.
Dengan produk domestik bruto (PDB) sebesar AS$17.68 triliun, China memiliki ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. China telah mengalokasikan rekor $230 miliar untuk anggaran pertahanannya pada tahun 2022, terbesar kedua setelah AS. Karena China tidak transparan tentang pengeluaran militernya, beberapa ahli memperkirakan anggaran pertahanan nyata China mungkin mencapai $600 miliar.
Dengan penuh arogansi, China bertengkar dengan Taiwan, Jepang, India, Australia, Lithuania, Kanada, Inggris, AS dan Uni Eropa karena berbagai masalah.
Apa yang disebut sebagai diplomasi prajurit serigala Beijing telah mendapat serangan balik, kata mantan perdana menteri Australia Kevin Rudd. Mereka telah menciptakan banyak ledakan dengan negara-negara di seluruh dunia.
Presiden Xi, ujar Rudd, berkomitmen terhadap strateginya untuk menantang AS dalam mendominasi dan mendesain ulang tatanan dunia dengan cara yang sesuai dengan kepentingan China.
"Arah strategis China tetap sama. Pertama, untuk terus mengakumulasi kekuatan nasional yang komprehensif -- kekuatan ekonomi, kekuatan militer dan kekuatan teknologi," ungkap Rudd kepada surat kabar Sydney Morning Herald baru-baru ini.
"Kedua, untuk membuat negara-negara lain semakin bergantung pada pasar China dan pada saat keseimbangan kekuatannya atas AS luar biasa, untuk mulai mengerahkan lebih banyak kekuatan atas kawasan dan tatanan dunia."
Tapi bukanlah tugas yang mudah untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat internasional. Tantangan terbesar bagi China adalah bagaimana menciptakan citra internasional yang dapat dipercaya dan dicintai.
Menurut survei global baru Pew Research Center tahun lalu, kepercayaan pada Xi dan negaranya China tetap berada pada titik terendah dalam sejarah (kurang dari 25 persen) di Asia, Eropa, Amerika dan Australia. Banyak orang di seluruh dunia tidak percaya pada China dan kata-katanya.