PKC bertanggung jawab atas kematian jutaan orang China selama perang saudara (1927 hingga 1949) dan Revolusi Kebudayaan (1966-1976). Pasukannya mencaplok Tibet yang merdeka (1950-1951) dan Republik Turkistan Timur Kedua (1949).
China juga ikut ambil bagian dalam Perang Korea yang berdarah (1950-1953) dan masih mendukung penuh rezim brutal di Korea Utara. Mereka menyerang dua teman tetangganya - India (1962) dan Vietnam (1979) - sehingga menciptakan ketidakpercayaan di antara semua tetangganya.
China menekan pemberontakan Tibet secara brutal (1959), kerusuhan mahasiswa di Lapangan Tiananmen (1989) dan kerusuhan terbaru di Xinjiang. China sangat mendukung kebrutalan rezim Pol Pot di Kamboja. Rezim Soeharto di Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Komunis China (1967 hingga 1990) karena dicurigai mendukung upaya kudeta Komunis yang gagal pada tahun 1965.
Dengan sejarah seperti ini, maukah kita menyebut China Komunis sebagai negara yang cinta damai?
Klaim ilegal dan irasional
Berdasarkan Peta Sembilan Garis Putusnya yang kontroversial, China mengklaim lebih dari 90 persen Laut China Selatan (LCS), jalur air internasional strategis yang kaya akan perikanan, cadangan hidrokarbon dan sumber daya laut lainnya.
Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Taiwan juga mengklaim bagian-bagian tertentu dari LCS. China dan semua penuntut dari Asia Tenggara menandatangani dan meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS), yang berisi peraturan maritim internasional yang penting. Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dan bukan negara penuntut di LCS, juga menandatangani dan meratifikasi UNCLOS.
Apakah China kekuatan global yang bertanggung jawab?
"China selalu mengikuti prinsip persahabatan, ketulusan, saling menguntungkan dan inklusivitas dalam hubungannya dengan tetangganya. Kami akan terus bekerja dengan negara-negara tetangga untuk memperdalam kerja sama dan mengejar kemajuan nyata dalam hubungan bilateral dan multilateral," papar Menteri Luar Negeri China Wang Yi baru-baru ini.
Dengan menggunakan kekuatan militer, China merebut kendali Kepulauan Paracel di LCS dari Vietnam Utara pada tahun 1974. China yang serakah tidak mau menghormati UNCLOS dan mulai menduduki fitur lain di Kepulauan Spratly. Mereka membangun pulau buatan secara ilegal melalui reklamasi dan mengubahnya menjadi pangkalan militer.
Filipina yang menjadi korban agresi China di LCS, membawa China ke Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) atas sengketa LCS. Pada tahun 2016, PCA menyatakan bahwa semua klaim China berdasarkan peta Sembilan Garis Putusnya tidak sah karena bertentangan dengan UNCLOS. Namun China menolak untuk mengimplementasikan keputusan PCA.