Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hubungan Taiwan-Indonesia Menuju Era Baru

4 Mei 2018   06:10 Diperbarui: 4 Mei 2018   07:59 4346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Veeramalla Anjaiah sedang mempresentasikan papernya di Asian Center, University of the Philippines Dilman pada tanggal 20 April 2018. | Credit: Courtesy of Manila

Jadi, selama periode 1967 hingga 1990, Indonesia berpegang pada Kebijakan Satu-China dan tidak pernah mengakui Taiwan sebagai negara merdeka. Namun, ini membuka pintu bagi para pengusaha dan investor Taiwan untuk melakukan perdagangan dengan Indonesia dan berinvestasi di negara kepulauan ini.

Masa keemasan (1967-1990)

Dengan tidak adanya hubungan diplomatik formal dengan RRT, hubungan ekonomi antara Indonesia dan Taiwan meningkat secara signifikan. Sebagai pengakuan terhadap hubungan yang membaik antara kedua negara, Kamar Dagang Indonesia didirikan di Taipei, Taiwan, pada tahun 1970 dan Jakarta menanggapinya dengan mendirikan Kamar Dagang Taiwan di Jakarta pada tahun 1971.

Kedua organisasi perdagangan memainkan peran penting dalam meningkatkan hubungan ekonomi antara dua negara. Titik balik terbesar terjadi pada tahun 1989, hanya satu tahun sebelum pembentukan kembali hubungan diplomatik Indonesia dan China, ketika Kamar Dagang China Taiwan mengubah namanya menjadi Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO atau Taipei Economic and Trade Organization) di Indonesia, kedutaan de facto dari ROC di Indonesia. Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Presiden, mengubah Kamar Dagang Indonesia di Taipei menjadi lembaga non-pemerintah yang disebut Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) pada tahun 1994.

KDEI adalah satu-satunya badan non-pemerintah dari Indonesia yang dijalankan oleh pejabat dari Departemen Perdagangan, Badan Intelijen Negara dan Departemen Imigrasi. TETO dan KDEI adalah kedutaan de facto dari Taiwan dan Indonesia.

Orang mungkin bertanya-tanya mengapa semua kedutaan de facto Taiwan di seluruh dunia, termasuk yang ada di Filipina, disebut Kantor Ekonomi dan Kebudayaan Taipei (TECOs) tetapi di Indonesia disebut TETO dan bukan TECO.

Budaya China adalah masalah sensitif di Indonesia. Selama rezim diktator Soeharto (1967-1998), jutaan orang Tionghoa-Indonesia ditolak hak asasi manusianya. Mereka tidak diizinkan belajar atau berbicara bahasa Mandarin. Orang-orang Tionghoa dilarang merayakan festival dan ritual mereka. Orang-orang Tionghoa menghadapi diskriminasi besar dalam pekerjaan dan tempat pendidikan. Mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan di bidang layanan pemerintah, militer atau polisi.

Masa gelap ini berakhir setelah gerakan Reformasi pada tahun 1998. Saat ini orang Tionghoa-Indonesia tidak menghadapi diskriminasi dan Tahun Baru Cina sekarang menjadi hari libur nasional.

Namun, pemerintah Indonesia keberatan dengan nama TECO dan itulah mengapa di Indonesia disebut TETO.

Dari kebijakan 'Go South' ke 'New Southbound'

Pada akhir 1980-an, Presiden Taiwan Lee Teng-hui (1988-2000), melakukan upaya untuk meningkatkan profil Taiwan di arena internasional melalui diplomasi ekonomi dan meningkatkan hubungan antar-orang. Dia sangat berhasil dalam usahanya seperti yang bisa terlihat dari jumlah TECOs sekarang di seluruh dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun