Mohon tunggu...
Anita Kencanawati
Anita Kencanawati Mohon Tunggu... Penulis - Ketua WPI (Wanita Penulis Indonesia) Sumut

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jejak Jalan Berkabut Luka (Episode-14)

1 Maret 2022   14:20 Diperbarui: 1 Maret 2022   14:50 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penganiaya Wartawan Itu Sudah Jadi Pejabat Penting

Menjadi wartawan di Medan dengan bayang-bayang pahit masa lalu yang dialami bapakku, membuatku sering merasa tak nyaman melaksanakan tugas sebagai wartawan. Tapi mau bagaimana lagi? Bukankah aku sendiri yang telah memutuskan untuk menjadi wartawan, di kota yang menyimpan kesedihan dan trauma yang belum sembuh ini?

Aku pun mulai bertemu dengan para wartawan yang namanya kukenal sebagai kawan-kawan bapakku. Ada pula yang menjadi "lawan" atau saingan bapakku. Yang namanya bersaing dalam dunia kerja apa pun--termasuk dunia kewartawanan, sudah pasti memang selalu ada.

Bapakku merupakan sosok yang sangat terbuka kepada ibu, jika ada masalah dengan pekerjaannya dan teman-temannya. Terkadang, bapak mengungkapkan masalahnya ketika pulang kerja, di tengah malam. Aku yang terjaga dari tidur, sering mendengarkan bapak bercerita kepada ibu. Terkadang, saat kami sedang sarapan pagi.

Mungkin, karena sejak SMA aku punya keinginan jadi wartawan, aku sangat suka menyimak pembicaraan bapakku tentang masalahnya di kantor. Biasanya, tentang konflik dengan sesama rekan wartawan se-kantor. Ada beberapa nama yang sering disebut bapakku, sebagai rekan se-kantornya, yang sering berselisih-paham dengan bapak. Kalau untuk tingkat jabatan, sebenarnya jabatan bapakku lebih tinggi dari rekannya itu.

Tetapi, aku tak pernah mendengar bapakku punya masalah dengan pimpinan umum dan pimpinan redaksi di tempatnya bekerja. Sekalipun, tak pernah. Yang aku tahu, pimpinan umum dan pimpinan redaksi media tempat bapakku bekerja, merupakan teman bapak sejak masih muda. Mereka sudah berteman sebelum menikah.

Setelah jadi wartawan di Medan, jika aku bertemu dengan kawan-kawan bapakku yang namanya pernah disebut-sebut bapak sebagai rekan yang suka berselisih-paham dengannya, diam-diam aku memperhatikan mereka dari jauh. Itulah, yang selalu kulakukan. Diam dan memperhatikan.

Hari ini, aku mendapat tugas dari kordinator liputan, untuk sementara waktu, menggantikan rekanku yang selama ini bertugas meliput berita di kantor DPRD Provinsi Sumut. Rekanku itu sedang mengambil cuti.

Pukul sepuluh pagi, usai rapat di kantor, aku segera berangkat ke kantor DPRD. Ada sedikit ragu menyelimuti diri, ketika aku sampai di situ. Maklum, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kantor tersebut.
Tak ada satu pun orang yang kukenal.

Aku melangkahkan kaki menelusuri satu ruangan ke ruangan lainnya. Semua orang nampak tak peduli denganku. Tentu saja, karena mereka tak mengenalku. Seperti aku juga yang tak mengenal mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun