Mohon tunggu...
Anita Agriani
Anita Agriani Mohon Tunggu... -

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Lihat dari Sampul

12 April 2016   07:45 Diperbarui: 12 April 2016   08:13 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam hari yang sangat dingin, sepasang suami istri membuang seorang bayi didepan salah satu rumah. Latar belakang mereka bukan karena korban menikah muda. Entah apa yang ada dipikiran orang tua tersebut sehingga begitu tega membuang anak yang tak berdosa.

***

Seorang wanita terkejut ketika membuka pintu rumah bahwa ada sebuah keranjang yang berisikan selimut.

“Siapa nih yang buang kucing pagi-pagi begini.”

Namun ketika wanita itu mengangkat keranjangnya, dia terkejut ternyata yang didalamnya itu ada sesosok bayi yang sedang tertidur manis.

“Ya Tuhan, ini sih lebih kelewatan. Benar-benar ya orang tua zaman sekarang. Sudah diberi rezeki malah dibuang. Mungkin hidup mereka kurang bersyukur.”

Karena wanita itu tidak tega, jadi bayi itu dia bawa ke dalam rumah.

Wanita itu tinggal sendiri dirumahnya. Beberapa tahun lalu dia sempat menikah dengan seorang pria yang berprofesi sebagai tentara. Namun saat suaminya sedang betugas, ternyata meninggalkan sebuah duka. Suaminya dipertemukan dengan Tuhan, hingga kini wanita tersebut hidup sendiri dan belum dikaruniai seorang anak. Dengan begitu, anak yang dia temukan depan rumah tersebut akan dirawat oleh wanita itu.

***

“Bagaimana dok keadaan anak saya?” tanya wanita.

“Mohon maaf, anak ibu ternyata mempunyai cacat di bagian mata dan kemungkinan besar dia akan mengalami kebutaan.” kata dokter.

Mendengar kabar itu, wanita itu merasa sedih.

“Anak ini kemungkinan bisa sembuh jika menjalani operasi. Namun operasi ini akan menghabiskan biaya yang cukup banyak.” lanjut dokter.

“Baiklah, terima kasih dok. Saya akan berusaha.”

Meski begitu, wanita itu tidak menyerah dan akan selalu merawat anak tersebut seperti anak kandung. Anak itu parasnya cantik sekali. Wanita itupun yakin suatu saat anak itu akan memiliki kelebihan melebihi anak-anak normal biasanya. Kini dia memberi nama kepada anak tersebut dengan nama Allysa dan wanita tersebut kini resmi menjadi Ibu angkatnya.

***

7 tahun kemudian…

Allysa tidak disekolahkan di sekolah umum atau sekolah khusus. Namun dia belajar di rumah karena Ibu angkatnya adalah seorang guru les privat disemua jenjang. Selain itu juga Ibu angkatnya tak mau mendengar cemoohan dari teman-temannya jika dia disekolahkan di sekolah pada umumnya.

Allysa hidup dengan segala imajinasinya. Tetapi karena dia mempunyai penciuman, perabaan dan pendengaran, seolah-olah imajinasinya menjadi nyata. Ibu angkat Allysa pun harus lebih ekstra mengajarkan Allysa, karena menurutnya anak itu sangat istimewa dan berbeda. Tak seperti anak-anak lain yang sering dia ajarkan. Dengan adanya kasih sayang, perhatian dan rasa sabar dari Ibu angkatnya membuat Allysa tumbuh jadi anak yang berbakat dalam bidang musik. Sejak itu Allysa memang senang mendengarkan, apalagi mendengar suara musik gitar akustik. Hingga pada saat hari ulang tahunnya, Ibunya memberi hadiah gitar akustik. Ibunya memang tidak tahu kapan Allysa dilahirkan, namun Ibunya selalu merayakan hari ulang tahunnya ketika pertama kali Allysa ditemukan.

Allysa selalu memanggil sebutan Ibunya bidadari. Dulu Ibunya sering membacakan dongeng tentang bidadari yang selalu mengabulkan permintaan seseorang. Allysa pun merasa begitu, karena selama ini Ibunya selalu memberi apa yang Allysa inginkan. Mungkin Allysa tidak tahu apa yang dinamakan harta seperti barang-barang mewah. Tetapi menurut Allysa harta yang paling berharga itu adalah kasih sayang seorang Ibu. Allysa pun tak mengerti apa yang dimaksud dengan ibu angkat atau ibu kandung dan dia pun tak pernah tahu apa arti seorang ayah. Namun yang dia rasakan adalah hidupnya akan selalu baik-baik saja jika seorang Ibu yang merawatnya selalu ada disampingnya.

“Bu, burung itu seperti apa?.” tanya Allysa.

“Burung itu makhluk hidup yang memiliki paruh yang tajam dimulutnya, badannya berbulu dan memiliki sayap untuk terbang.”

“Lalu bedanya dengan pesawat itu apa? Kan sama-sama bisa terbang.” tanya lagi Allysa.

“Kalau pesawat itu benda mati, hanya saja didalamnya memiliki mesin dan ada manusia yang mengoperasikan yang disebut pilot sehingga bisa terbang.” jawab Ibu dengan lembut.

Setiap hari Ibunya selalu mengajar Allysa dengan penuh rasa sabar. Terkadang Ibunya pun pernah merasa sulit untuk menggambarkan suatu benda yang tak bisa Allysa raba. Namun ternyata Allysa memiliki imajinasi yang kuat dan pikirannya pun pandai dan kritis.

Beberapa hari kemudian, Allysa diajak Ibunya untuk mengikuti les alat musik  disalah satu tempat les, karena Ibunya ingin Allysa bisa bermain alat musik dengan profesional. Begitupun dengan kemauannya Allysa. Saat itu Allysa memang belum bisa memainkan gitar akustiknya, karena tak ada yang bisa mengajarkannya.

“Mohon maaf bu, saya tidak sanggup mengajar anak ibu. Karena cukup sulit untuk mengajarkan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Mungkin ibu bisa cari tempat les lain saja.” kata guru les.

Mendengar perbincangan guru les tersebut dengan Ibunya, Allysa merasa kecewa, sakit hati dan sedih.

***

15 tahun kemudian…

Disebuah Café dengan diiringi musik jazz serta suara tepuk tangan pengunjung yang ramai. Ibunya Allysa sedang duduk sambil menikmati musik yang merdu. Dia duduk bersebelahan dengan seorang pria salah satu pengunjung café.

“Main musiknya keren ya bu. Udah cantik, main gitarnya jago, suaranya bagus, tapi sayangnya dia gak bisa lihat.” kata pria itu.

“Iya, tapi setidaknya dia merasa senang bisa mendengar suara tepuk tangan yang ramai pertanda musiknya diapresiasi.” jawab Ibunya sambil tersenyum.

“Benar bu. Wah pasti orang tuanya bangga punya anak berbakat seperti dia.”

Senyum Ibunya pun semakin lebar.

“Memang saya bangga sekali punya anak seperti dia dengan segala kurangnya.”

“Oh jadi itu anak ibu? Hehe maaf bu... Oh iya bu, saya pikir mungkin Ibu bisa daftarkan anak Ibu ke Beasiswa Berbakat. Kalau anak Ibu mau, saya punya formulirnya dan kebetulan yang mengadakan beasiswa ini adalah perusahaan teman saya. Dengan bakat anak Ibu itu bisa saja masuk dan mendapat beasiswa.”

Mendengar tawaran pria tersebut, Ibunya Allysa merasa tertarik dan Allysa pun akan berminat.

“Terima kasih pak, Bapak sudah baik sekali. Nanti saya akan tawarkan dulu anak saya dan mencoba daftarkan ke beasiswa tersebut.”

Sejak Allysa ditolak oleh salah satu tempat les musik, ternyata dia tidak menyerah. Dengan rasa sakit hatinya justru membuat hati Allysa menjadi termotivasi. Dia memang tidak memilih untuk masuk tempat les lain, tetapi semenjak itu dia berhasil belajar musik secara otodidak.

Saat Ibunya menawarkan Allysa untuk mengikuti beasiswa, ternyata Allysa pun mau. Akhirnya Allysa pun lebih semangat lagi belajar musik.

 

Beberapa hari kemudian, Ibu dan Allysa datang ke tempat penerimaan Beasiswa Berbakat. Banyak sekali peserta dan rata-rata peserta disana memiliki fisik yang normal. Namun Ibunya Allysa yakin bahwa anaknya bisa. Allysa tidak merasa optimis ataupun pesimis, tetapi dia melakukan hal tersebut dengan niat karena ingin menyalurkan bakatnya saja. Ketika Allysa melakukan tes, Ibunya hanya mendoakan Allysa diruang tunggu. Setelah menunggu setengah jam kemudian, terdengar suara pintu terbuka.

“Bagaimana nak? Tesnya lancar?”

“Syukur bu, aku senang sekali. Didalam terdengar beberapa tepukan tangan dan sepertinya aku mendengar seseorang yang menangis tersedu-sedu.” jawab Allysa.

“Mungkin orang yang menangis itu terharu mendengar suara dan musikmu yang merdu nak.”

 

Setelah beberapa hari menunggu, akhirnya pengumuman beasiswa pun datang. Saat itu kebetulan Ibunya Allysa baru saja pulang mengajar les privat disalah satu rumah. Ketika itu langsung saja Ibunya ke tempat penerimaan beasiswa untuk melihat pengumuman karena arahnya pun tak jauh dari sana. Pengumuman tersebut ditempel disebuah mading. Hanya ada 50 orang yang diterima dari ratusan peserta. Hati Ibunya begitu bahagia ketika nama Allysa ada didalam 50 orang peserta yang diterima. Ketika sampai rumah, Ibunya tidak memberikan kabar bahagia tersebut. Namun Ibunya akan memberi Allysa kejutan. Sebuah kejutan yang paling berharga dihidup Allysa.

*** 

 

Dibukanya lilitan perban yang ada disekitar kepala Allysa. Terdengar suara dokter yang berkata.

“Silakan boleh dibuka matanya.”

Allysa melihat setitik cahaya. Namun semakin dia membuka matanya, cahaya itu semakin lebar dan terlihatlah sesosok bidadari namun tanpa sayap.

“Ibu? Ini Ibuku?”

“Iya nak, ini Ibumu. Sekarang kamu sudah bisa melihat.” Ibunya tersenyum sambil menitikan air mata dan langsung memeluk Allysa.

Ya, ternyata kejutan yang Ibunya berikan adalah operasi mata untuk Allysa. Itupun berkat bakat dan usaha Allysa. Akhirnya diumur 22 tahun, impian Allysa tercapai. Kini hari-hari Allysa semakin berwarna dan nyata.

Ketika pulang, Ibu dan Allysa menaiki sebuah bus. Didalam bus itu ada beberapa anak muda yang memperhatikan Allysa.

“Bu, lihat itu ada burung.” kata Allysa kegirangan.

“Iya nak, itu burung.” kata Ibu sambil tersenyum.

“Bu, lihat itu pesawat.” sambil menunjukan telunjuk ke atas.

Salah satu anak muda merasa risih dengan tingkah laku Allysa dan dia pun berkata.

“Bu, kayaknya anak ibu harus dibawa ke dokter deh.” ketus anak muda itu.

Mendengar hal itu, Ibu pun langsung tersenyum dan berkata.

“Iya memang saya baru saja bawa dia ke dokter kok, tepatnya dokter mata.”

Anak muda itu pun langsung terdiam.

Tamat

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun