“Benar bu. Wah pasti orang tuanya bangga punya anak berbakat seperti dia.”
Senyum Ibunya pun semakin lebar.
“Memang saya bangga sekali punya anak seperti dia dengan segala kurangnya.”
“Oh jadi itu anak ibu? Hehe maaf bu... Oh iya bu, saya pikir mungkin Ibu bisa daftarkan anak Ibu ke Beasiswa Berbakat. Kalau anak Ibu mau, saya punya formulirnya dan kebetulan yang mengadakan beasiswa ini adalah perusahaan teman saya. Dengan bakat anak Ibu itu bisa saja masuk dan mendapat beasiswa.”
Mendengar tawaran pria tersebut, Ibunya Allysa merasa tertarik dan Allysa pun akan berminat.
“Terima kasih pak, Bapak sudah baik sekali. Nanti saya akan tawarkan dulu anak saya dan mencoba daftarkan ke beasiswa tersebut.”
Sejak Allysa ditolak oleh salah satu tempat les musik, ternyata dia tidak menyerah. Dengan rasa sakit hatinya justru membuat hati Allysa menjadi termotivasi. Dia memang tidak memilih untuk masuk tempat les lain, tetapi semenjak itu dia berhasil belajar musik secara otodidak.
Saat Ibunya menawarkan Allysa untuk mengikuti beasiswa, ternyata Allysa pun mau. Akhirnya Allysa pun lebih semangat lagi belajar musik.
Beberapa hari kemudian, Ibu dan Allysa datang ke tempat penerimaan Beasiswa Berbakat. Banyak sekali peserta dan rata-rata peserta disana memiliki fisik yang normal. Namun Ibunya Allysa yakin bahwa anaknya bisa. Allysa tidak merasa optimis ataupun pesimis, tetapi dia melakukan hal tersebut dengan niat karena ingin menyalurkan bakatnya saja. Ketika Allysa melakukan tes, Ibunya hanya mendoakan Allysa diruang tunggu. Setelah menunggu setengah jam kemudian, terdengar suara pintu terbuka.
“Bagaimana nak? Tesnya lancar?”