Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Prasangka Cinta

19 Mei 2019   15:40 Diperbarui: 19 Mei 2019   15:47 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com


***
"Hahh, kembar tiga?" Ahmad yang sedari tadi was-was dengan kondisi istrinya kaget mendengar info yang diberikan dokter padanya saat proses persalinan selesai.

Ia berlenggang memasuki ruangan tempat istrinya berada. Di ruangan itu, Ahmad melihat Maryam tengah tersenyum menggendong dan menciumi salah satu bayinya.

"Bang, lihatlah! Begitu hebat kuasa Allah. Allah memberi kita tiga pangeran kecil yang sangat tampan sekaligus," wajah Maryam tampak berbinar.

Ahmad mendekatinya, memandangi kedua bayinya yang lain kemudian menggendong salah satunya. Tak lama berganti menggendong ke yang lainnya. Ahmad sempat tak percaya dengan apa yang dikatakan dokter barusan, tapi setelah ia sendiri melihatnya ia mempercayainya. Tiga pangeran mungil itu kemudian diadzankan satu persatu olehnya.


***

Wajah Maryam tampak lelah. Ia kebingungan mengurusi ketiga pangeran kecilnya yang tiba-tiba menangis secara bersamaan. Namun dengan penuh kesabaran Maryam berusaha keras untuk memperhatikan ketiganya. Dua pangeran ia gendong, satu lagi ia baringkan dan tak ketinggalan membelai lembut dan mengelus rambutnya. Ahmad, selalu sibuk bekerja. Tak bisa membantu Maryam mengurusi ketiga anaknya. Tak mengapa, itu memang kewajiban seorang suami. Mencari nafkah untuk anak istrinya, demikian pikir Maryam.

"Ada kopi untukku, Maryam?" tanya Ahmad sedikit berteriak. Ia baru saja pulang dari tempat kerjanya.

"Maryam...." teriaknya lagi. Tapi masih tak ada jawaban. Ahmad berjalan menuju kamarnya.

Hanya butuh waktu beberapa detik saja dari ruang depan menuju kamar. Rumah mereka sangat sederhana. Tak begitu besar. Dilihatnya Maryam dengan ketiga bocah kecilnya tertidur pulas. Ahmad kembali keluar dari kamar. Menyeduh kopinya sendiri. Beberapa minggu ini, ia merasa seperti kembali hidup sendiri. Tak ada yang menyiapkan kopi, menyediakan sarapan, bahkan urusan ranjang tak lagi ia dapat.

Ahmad duduk di teras depan rumah. Menikmati indah langit sore dengan ditemani secangkir kopi. Tatapannya menerawang jauh, entah apa yang dipikirkan. Ia berusaha menampik perasaan kesal yang dipendam beberapa hari ini. Maryam berubah, tak lagi sama seperti dulu, bisiknya dalam hati.

"Bang...," seru Maryam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun