Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dia Lelakiku

4 Mei 2019   17:54 Diperbarui: 4 Mei 2019   17:59 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ibu, lihat!" ucapku lalu memperlihatkan sebuah pesan dari Rizki.

Seketika ibu berhambur memelukku. Ternyata ibu mampu menangkap maksud pesan dari Rizki. Aku pikir dia akan bertanya apa maksudnya. Ternyata tidak.

"Selamat ya sayang. Akhirnya anak ibu satu-satunya yang cantik ini akan menjadi seorang istri," ucap ibu. Ah, ibu kenapa pula ibu menangis.

"Ibu kenapa menangis?"

"Ibu terharu, nak," balas ibu menyeka air matanya setelah melepas pelukan dariku.

Ibu. Asal ibu tahu, Hana tidak ingin segera menikah karena Hana tidak ingin ibu sendiri. Setelah kepergian ayah menghadap Yang Kuasa, ibu harus pontang-panting membiayai Hana. Ibu. Kau ibu yang hebat. Karena akhirnya mampu membiayaiku hingga masuk perguruan tinggi. Meski pada akhirnya aku hanya memilih untuk menjadi seorang guru TK. Tapi ibu, aku menyukai kesederhanaan ini. Kesederhanaan membuat kita bahagia. Aku tak betah di rumah pun hanya karena ibu selalu ingin aku segera menikah. Hanya itu saja. Ah, ya sudahlah. Bukankah kebahagiaanku akan kembali lagi? Bahkan lebih sempurna. Ibu akan melihatku menikah.

"Assalamu'alaikum," suara ketukan pintu membuat jantungku berdetak lebih cepat tak karuan. Berbagai pertanyaan berkelebat di kepalaku. Seperti apa Rizki? Apakah benar dia laki-laki yang baik? Apa dia tampan atau jelek?

Setelah menjawab salam dengan lirih. Aku melihat ibu membuka pintu dengan perlahan. Aku tak berani membukakannya. Jadi tugas membuka pintu diganti oleh ibu. Kulihat seorang lelaki berkemeja biru muda mencium tangan ibu. Wajahnya masih belum bisa kulihat. Terhalang oleh badan ibu. Di sisinya seorang lelaki setengah baya yang sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi entah lah siapa. Ibu mempersilahkan mereka masuk. Aku melihat laki-laki itu dengan jelas. Sangat jelas. Senyumnya merekah. Dia menatapku.

"Hafidz?"

"Hafidz Rizki Abdillah?"

Taiwan_16

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun