"Hei, kau Hafidz bukan?"
"Eh, Hana? Hana Faizzatul Jamilah, teman SMA dulu?"
"Iya, kau masih ingat?"
"Tentu saja. Bagaimana kabarmu?"
"Aku... aku buruk," jawabku sendu kemudian menundukkan kepala teringat kejadian di rumah tadi sebelum keluar.
Suara kereta terus berderit. Menimbulkan bising yang begitu memekakkan telinga. Beberapa penumpang ada yang berdiri. Mereka berdesakkan. Ada yang berebut tempat pegangan. Mungkin khawatir tak bisa menjaga keseimbangan. Ada juga yang dengan santainya berdiri tanpa perlu pegangan meskipun sesekali tubuhnya gontai saat kereta melintasi kelokan. Beruntung hari ini aku mendapatkan tempat duduk. Sehingga aku tak perlu capek-capek harus berdiri dan berdesakkan dengan penumpang lain yang juga tak mendapatkan tempat duduk. Â
"Kenapa?"
"Aku tidak apa-apa. Kau sendiri apa kabar?"
"Alhamdulillah, aku baik."
Sudah berapa lama ya aku tidak bertemu dengannya. Lima tahun, enam tahun, tujuh tahun? Entah lah. Dia teman SMA-ku. Tak ku sangka aku bertemu dengannya hari ini. Di sebuah kereta pula. Suara bising kereta selalu membuatku terpaksa menutup telinga. Memasang handsfree mendengarkan nasyid atau mp3 tilawah dari handphone. Tapi hari ini aku tak memasangnya karena aku bertemu dengan teman lamaku.