'Mas Faris minggu depan pulang. Semoga dia  akan melamarmu, Nad. Maaf aku tak sanggup memberimu keputusan yang pasti.'
-Hilmi-
Kata-kata itu kudapat sore tadi. Sebelum mentari mulai melangkah pergi. Aku mengajak Alya ke pantai Losari. Menanti senja. Menanti mentari beranjak pergi. Menanti malam mengganti.
"Ya, yang bisa kita lakukan adalah menanti. Menanti yang pasti datang menghampiri. Seperti senja yang pasti datang mengganti sore menjadi malam hari. Seperti fajar yang pasti datang mengganti malam menjadi indahnya pagi," ucap Alya sembari menatap indah senja nan merah.
"Mas Faris, mangkinkah  dia senja yang kunanti selama ini?" tanyaku menatap teduh mata sahabatku.
 Senyum mengembang di dua pasang bibir gadis penanti senja tepat di saat bulir bening dari langit jatuh ke bumi. Suara adzan Magrib menggema. Kami berlari di antara rintik gerimis. Meninggalkan mentari yang memang sudah pergi. Pergi untuk kembali menyambut pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H