"Kau tahu aku melepaskanmu untuk sebuah kebahagiaan. Lalu apa artinya jika kenyataannya aku harus melihat kau lebih menderita bersama lelaki lain?"
Mengapa? Mengapa harus dia menyaksikan semuanya? Saat kemarin, saat Adam menamparku di sisi jalan. Saat Adam mempermalukanku di tengah keramaian?
"Kau tidak tahu apa-apa. Aku bahagia dengannya, asal kau tahu itu!" balasku berbohong.
"Kau hanya berpura-pura bahagia, Raina!" balasnya menatap tajam mataku.
"Aku tidak akan membiarkanmu menjalani hidup seperti itu," lanjutnya lagi.
"Kau pikir kau lebih baik darinya, heh? Kau yang membuatku seperti ini. Kau yang sudah membuat hidupku hancur berantakan!" Aku berteriak, pecah bersama tangis yang tak bisa kutahan.
Aku membencinya, aku sangat membencinya. Aku membencimu, Al.
Rasanya, tak kuat lagi aku berhadapan dengannya. Aku mencoba melangkah pergi. Aku tak peduli, sama sekali sudah tidak lagi peduli padanya.
"Raina, maafkan aku," ucapnya menarik lenganku.
Dia menatapku tajam. Mata itu, aku begitu merindukannya. Tapi dia bukan sesiapa. Sudah ada Adam di kehidupanku. Meski, dia pun terlalu sering menyakitiku.
Al merengkuhku. Dia menarik paksa tubuhku ke dalam pelukannya. Apa lagi ini? Kehangatan tubuhnya, sungguh aku begitu merindukannya.