Di dalam sebuah ruangan kecil yang terletak disebelah mesjid, terdapat dua sejoli yang tengah sibuk membolak-balikkan halaman buku yang didepannya bertuliskan Juz 'Amma. Sesekali mata mereka terpejam sambil berlomba-lomba melantunkan surah yang ada di dalam Juz 'Amma. Esa dan Hanna, nama kedua sejoli itu. Esa dengan suara lantangnya mencoba meredam suara Hanna yang lembut cenderung lemah. Ayat demi ayat mereka lantunkan, hingga tak disadari bahwa kini jam dinding tepat menunjukkan jam 4 sore. Dimana diwaktu ini seluruh anak akan datang berhamburan ke ruangan itu untuk menuntut ilmu agama.
Tak butuh waktu lama, semua anak sudah berkumpul di dalam TPQ Al-Ikhlas. Mereka duduk di bangku masing-masing, termasuk Esa dan Hanna. Hafalan mereka kini telah selesai. Hanna menoleh ke belakang dan mendapati Esa yang tengah memejamkan mata sambil bergumam.Â
"Esa, gimana hafalannya? Udah hafal?"Â
"Emm... U-udah. Kamu sendiri gimana, Na?" Jawab Esa.
"Udah juga kok, tapi masih ada yang belum lancar hehe..." Ucap Hanna, kembali menghadap ke depan.
Ustadzah Halimah pun masuk ke dalam ruang kelas TPQ dengan membawa selembar kertas penilaian. Ustadzah Halimah menanyakan kesiapan anak-anak untuk menjalani tes lisan surah Al-Insyirah yang akan dilaksanakan hari ini. Semua anak mengangguk kemudian kembali menghafal hafalannya.Â
Mata Esa melirik Hanna, lalu secara tiba-tiba berlari ke arah Ustadzah Halimah untuk melakukan tes lisan itu. Tetapi gagal, Esa belum hafal sepenuhnya dan terhenti pada ayat ke empat. Ia pun kembali ke tempat duduknya.
Esa cemberut. Ia menatap Hanna yang tengah berdiri menunggu gilirannya untuk tes hafalan. Seperti kilat, Hanna sudah kembali ke tempat duduknya. Esa tambah cemberut dan memejamkan matanya untuk menghafal. Namun, tiba-tiba Hanna terjatuh dari tempat duduknya. Hanna pingsan.
Ustadzah Halimah buru-buru menghampiri Hanna yang tergeletak. Ia memanggil suaminya yang berada di ruangan sebelah. Semua anak disuruh untuk pulang, termasuk Esa.Â
Esoknya Hanna masuk. Esa terkejut karena Hanna sudah kembali seperti biasa. Ia menghampiri Hanna yang tengah duduk ditempatnya.
"Hanna, kamu udah sembuh?" Tanya Esa.
"Alhamdulillah sudah, Sa. Kemarin kepalaku pusing banget,"
"Kok bisa, Na? Kamu sakit?"
"Engga engga, aku ngga sakit. Aku sehat-sehat aja kok,"
"Alhamdulillah, Hanna kalo sakit bilang aku aja ya"
"Iya, Sa. Aku udah gapapa kok, tuh sehat tuh"Â
Hanna menggerakkan tangannya bak biarawan. Mereka berdua tertawa bersama. Kedua sejoli itu adalah sahabat namun jika ustadzah Halimah mengadakan tes lisan, Esa tiba-tiba menganggap Hanna sebagai saingannya. Tidak dengan Hanna, ia tetap bersikap seperti biasanya.Â
Esa meminta Hanna untuk duduk bersama. Mereka memperhatikan pembelajaran yang ustadzah Halimah berikan. Terkadang Esa bertanya pada Hanna ketika ia kurang paham begitupun sebaliknya. Tetapi ketika Hanna sedang menjelaskan, setetes darah jatuh dibuku tulisnya.
"HANNA! ITU DARAH NA!"
Hanna terkejut, "dimana, Sa? Hah? Dimana?"
"Ituuu di hidung kamu, Na. Ini aku bawa tisu"
Esa merogoh saku bajunya kemudian mengeluarkan tisu. Ustadzah Halimah pun menyadari kebisingan yang disebabkan oleh Esa lalu menghampiri mejanya. Betapa terkejutnya ustadzah Halimah ketika melihat Hanna yang sedang mimisan. Karena khawatir dengan keadaan Hanna, ustadzah Halimah pun menyuruhnya pulang lebih awal.Â
Esa merasa khawatir pada sahabatnya itu. Ia berencana untuk menghampiri Hanna ke rumahnya. Tetapi sangat disayangkan, hujan turun sangat deras sore itu. Ia tidak bisa mengunjungi Hanna.
Esok harinya, Esa berencana mendatangi rumah Hanna. Ia bersiap pergi mengaji lebih awal dari biasanya. Sudah lama sejak dua minggu yang lalu terakhir kali ia mengunjungi rumah Hanna. Mereka sempat bertengkar hebat dan berujung bermusuhan namun itu tak bertahan lama, sekarang mereka dekat kembali.
Sesampainya di rumah Hanna, Esa kebingungan. Rumah itu kosong seperti tak berpenghuni. Esa mengetuk pintu rumah itu beberapa kali namun tak ada satu orang pun yang muncul. Karena hari semakin sore, Esa pun memilih untuk pergi ke TPQ.
Sama seperti di tempat sebelumnya, Esa tidak menemukan Hanna. Ia bertanya kepada seluruh anak di TPQ namun jawabannya sama, mereka tidak melihat Hanna. Kemudian ustadzah Halimah memberikan informasi bahwa Hanna tidak bisa masuk hari ini dikarenakan sakit. Esa sedih.
Sudah terhitung seminggu lamanya Hanna tidak masuk kelas TPQ. Ustadzah Halimah masih mengatakan bahwa Hanna sedang sakit tetapi Esa tidak bisa mengunjungi langsung sahabatnya itu. Ia merasa kesepian karena selama ini hanya Hanna teman baiknya di TPQ. Ia duduk di pojokan sendirian ketika kelas berlangsung, membuat hati ustadzah Halimah menangis.
"Esa, sudah selesai menulisnya?" Tanya ustadzah Halimah pada Esa yang sedari tadi berkutat dengan buku tulisnya.
"Belum, ustadzah. Sedikit lagi selesai,"
Ustadzah Halimah mengusap kepala Esa dengan perasaan sedih, "Esa mau ketemu Hanna ya? Ustadzah perhatikan dari seminggu lalu Esa diam terus,"
"Iya, ustadzah. Ustadzah tau Hanna dimana? Esa udah datang ke rumahnya tapi kok selalu sepi ya, ustadzah?"
"Gimana kalo habis ini kita ketemu Hanna? Mau?"
Dengan perasaan senang Esa menganggukkan kepalanya untuk bertemu dengan sahabat satu-satunya itu. Kemudian ustadzah Halimah mengajak Esa menaiki mobilnya yang terparkir didepan mesjid. Esa dibuat keheranan kenapa ia harus naik mobil jika rumah Hanna hanya berjarak 300 meter dari mesjid?
Ustadzah Halimah tak henti-hentinya memulai obrolan dengan Esa. Sampai-sampai Esa tidak tau dia akan dibawa pergi kemana. Ustadzah Halimah bercerita bahwa Hanna kini sedang sakit yang cukup parah, hati Esa teriris mendengar cerita dari ustadzah Halimah. Kemudian mereka sampai disebuah rumah yang cukup jauh dari tempat tinggal Hanna.
Ustadzah Halimah mengajak Esa masuk ke rumah itu. Ada ibunya Hanna yang sudah menunggu di teras rumah. Ibu Hanna menyambut kedatangan mereka lalu memeluk Esa. Ibu Hanna kemudian memperbolehkan Esa masuk ke rumahnya dan mengajak Esa ke sebuah kamar kecil.
"Sa, Hanna nya sakit, Sa." Ucap Ibu Hanna sembari menunjukkan Hanna kepada Esa.
Hanna terbaring lemah diatas ranjang. Wajahnya terlihat pucat dan kepalanya dipenuhi dengan perban. Esa tidak kuat menahan lagi, ia menangis sejadi-jadinya. Sahabat baiknya yang ia anggap sebagai saingannya itu kini terbaring lemah. Ustadzah Halimah memeluk Esa untuk menenangkan gadis cilik itu.
"Ustadzah.. Hanna kenapa? Ibu.. Hanna kenapa?" Tanya Esa sambil menangis.
"Hanna sakit di bagian kepalanya, Sa. Dokter bilang saraf di kepala Hanna terjepit dan sekarang keadaannya makin buruk," jelas Ibu Hanna.
"Tapi Hanna bisa sembuh, kan? Kasian Hanna nya, Bu.."
"Insyaallah Hanna pasti sembuh, Esa bantu doa saja ya semoga Hanna cepat sembuh"
Ustadzah Halimah memeluk Ibu Hanna yang kini menangis. Pertemuan kedua sahabat itu sangat mengiris hati. Membuat siapapun yang melihatnya menangis terisak.Â
Setelah berbincang tentang penyakit yang diderita Hanna, Esa menyimpulkan bahwa Hanna sakit dikarenakan benturan keras di kepalanya. Ibu Hanna menjelaskan secara detail kepada ustadzah Halimah dan meminta agar Hanna didoakan supaya cepat pulih. Hari sudah malam, ustadzah Halimah dan Esa pun pamit pulang.
Esok pagi nya Esa menceritakan tentang keadaan Hanna pada seluruh anak di TPQ. Kebetulan semua anak di TPQ bertempat tinggal tidak jauh dengan Esa jadi mudah untuk memberitahu semua anak itu. Mereka berencana untuk memberikan sumbangan seikhlasnya dan kata-kata penyemangat untuk Hanna. Dengan sepenuh hati Esa merangkai kata-kata penyemangat untuk sahabat satu-satunya itu.Â
Sore pun tiba, Esa dan anak-anak sudah siap dengan kata-kata penyemangat berserta sumbangan seikhlasnya untuk Hanna. Esa kumpulkan semua itu didalam kardus bekas yang diberikan tulisan "Sumbangan untuk Hanna". Mereka menanti ustadzah Halimah yang kebetulan datang lebih sore dari biasanya.
Sayang seribu sayang, Ustadzah Halimah membawa kabar duka untuk semua anak di TPQ.Â
"Anak-anak semuanya, barusan ibunya Hanna menelfon---" suara isak tangis pun terdengar, "Inalillahi wa Inna Ilaihi Raji'un, telah berpulang anak didik ibu dan teman baiknya kita, Hanna." Lanjut ustadzah Halimah yang kemudian mengeluarkan air dari matanya.
Kardus yang dipegang oleh Esa dan isinya terjatuh begitu saja. Esa dibuat menangis sejadi-jadinya oleh berita duka itu. Ustadzah Halimah memeluk Esa begitupun dengan anak yang lain. Semua orang di dalam ruangan kecil itu saling berpelukan erat satu sama lain.
Ustadzah Halimah mengajak semua anak untuk melayat ke rumah Hanna. Mereka berjalan beriringan menuju rumah yang terletak sekitar 300 meter dari mesjid. Bendera kuning mulai terlihat jelas di sebuah rumah bercat merah muda. Banyak orang berkumpul disana.
Suara tangisan terdengar ketika memasuki rumah Hanna. Terdapat tubuh manusia yang ditutupi oleh kain berwarna coklat. Esa menguatkan hatinya dan memberanikan diri melihat Hanna untuk terakhir kalinya. Ibu Hanna yang melihat kedatangan Esa itupun kini memeluknya. Lagi.Â
Tangis Esa pecah. Ia terduduk lemas ketika ibu Hanna memeluknya erat sambil mengucapkan kalimat maaf. Ustadzah Halimah kini ikut menenangkan Ibu Hanna dan Esa.
Dan sore hari itu menjadi akhir dari semuanya. Esa dengan rasa irinya yang kuat pada Hanna kini dibuat lemah. Kini tidak ada lagi saingan di hidupmu, Esa. Hanya ada rasa penyesalan yang akan menemanimu karena rasa iri yang tak bermakna.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H