Sore pun tiba, Esa dan anak-anak sudah siap dengan kata-kata penyemangat berserta sumbangan seikhlasnya untuk Hanna. Esa kumpulkan semua itu didalam kardus bekas yang diberikan tulisan "Sumbangan untuk Hanna". Mereka menanti ustadzah Halimah yang kebetulan datang lebih sore dari biasanya.
Sayang seribu sayang, Ustadzah Halimah membawa kabar duka untuk semua anak di TPQ.Â
"Anak-anak semuanya, barusan ibunya Hanna menelfon---" suara isak tangis pun terdengar, "Inalillahi wa Inna Ilaihi Raji'un, telah berpulang anak didik ibu dan teman baiknya kita, Hanna." Lanjut ustadzah Halimah yang kemudian mengeluarkan air dari matanya.
Kardus yang dipegang oleh Esa dan isinya terjatuh begitu saja. Esa dibuat menangis sejadi-jadinya oleh berita duka itu. Ustadzah Halimah memeluk Esa begitupun dengan anak yang lain. Semua orang di dalam ruangan kecil itu saling berpelukan erat satu sama lain.
Ustadzah Halimah mengajak semua anak untuk melayat ke rumah Hanna. Mereka berjalan beriringan menuju rumah yang terletak sekitar 300 meter dari mesjid. Bendera kuning mulai terlihat jelas di sebuah rumah bercat merah muda. Banyak orang berkumpul disana.
Suara tangisan terdengar ketika memasuki rumah Hanna. Terdapat tubuh manusia yang ditutupi oleh kain berwarna coklat. Esa menguatkan hatinya dan memberanikan diri melihat Hanna untuk terakhir kalinya. Ibu Hanna yang melihat kedatangan Esa itupun kini memeluknya. Lagi.Â
Tangis Esa pecah. Ia terduduk lemas ketika ibu Hanna memeluknya erat sambil mengucapkan kalimat maaf. Ustadzah Halimah kini ikut menenangkan Ibu Hanna dan Esa.
Dan sore hari itu menjadi akhir dari semuanya. Esa dengan rasa irinya yang kuat pada Hanna kini dibuat lemah. Kini tidak ada lagi saingan di hidupmu, Esa. Hanya ada rasa penyesalan yang akan menemanimu karena rasa iri yang tak bermakna.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H