Mohon tunggu...
D4U
D4U Mohon Tunggu... Mahasiswa - In Neverland With The Elf

Hanya sebuah pena yang sedan mencari tintanya. selamat datang, terima kasih sudah meluangkan waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Princess Peterpan

12 November 2021   14:16 Diperbarui: 12 November 2021   15:03 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hallo, kakak semua... perkenalkan, aku Anna Mac Allister. Putri tunggal Louis Mac Alliester. Aku kelas empat sekolah dasar. Usiaku sepuluh tahun. Aku ingin bercerita tentang sahabatku Joe. Sahabat yang menyenangkan dan ceria. Tapi kadang dia usil. Itu yang aku tidak suka. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Di sekolah, di rumah, di taman... dimanapun Joe selalu ada ketika aku tidak memiliki teman. Lebih tepatnya ketika semua teman sebayaku tidak mau berteman denganku.

Saat itu aku bersandar ditembok dekat tempatku duduk. Pandanganku mengarah keluar jendela. Aku terlalu muak dengan pelajaran kali ini. Terlalu banyak berhitung. Beberapa kali aku memejamkan mata karen hembusan angin disertai langit kusam datang beberapa kali. Kata mama itu komulonimbus. Awan yang datang dengan berjuta-juta air.

"Anna! Anna!"

Pandanganku beredar mencari seseorang yang memanggil namaku. Hingga aku dapat menangkap seorang laki-laki seusiaku. Dia Joe. Tapi, kenapa dia ada di luar? Kelasnya tidak ada guru atau bagaimana?

"Sebentar." Ucapku tanpa suara. Aku dan Joe memang tidak dalam satu kelas. Biasanya kelas Joe akan keluar lebih awal. Selisih satu atau dua menit.

Benar saja, tidak butuh waktu lama kelasku juga ikut selesai. Saatnya pulang. Joe sudah menunggu di dekat lapangan. Aku menghampirinya dengan membawa sekotak bekal dari mama. Aku memang memakan bekalku sepulang sekolah. Sembari menunggu papa.

"Tidak bawa bekal lagi?" tanyaku pada Joe yang duduk sendirian di dekat lapangan.

"Tidak. Mama lupa menyiapkanku bekal."

"Ya, sudah. Aku membawa bekal lebih. Ini ambil saja."

Joe tersenyum. Dia mengambil sepotong roti yang memang kubawa lebih karena aku tau Joe pasti tidak akan membawa bekal.

"Anna, diam. Jangan bergerak." Joe kembali membuka suara saat potongan terakhir rotinya berhasil ia telan. Wajahnya sedikit waspada. Ada apa? "Ada laba-laba."

Ha? Apa tadi dia bilang? Laba-laba? Ah... aku benci binatang itu.

"Joe, tolong." Aku tak berani bererak sedikitpun saat Joe melangkah menjauh. Sepertinya dia juga ingin lari. Tapi aku bagaimana, Joe? Aku ingin menangis.

"Aku bercanda, Anna!" Teriaknya disusul dengan tawa senangnya. Sudah kubilang, kan sejak awal. Joe itu menjengkelkan. Aku benci Joe.

"Jangan lari kamu, Joe!" teriakku dan mengejar langkah kakinya yang semakin cepat. Tidak perduli. Kali ini aku harus menangkapnya.

"Anna, cukup bermainnya. Ayo, pulang." Aku menghentikan langkahku. Menoleh pada seorang laki-laki dewasa yang meneriakiku dari pinggir lapangan. Itu Mr. Mac Allister. Papaku yang tampan dan murah senyum

"Iya, Pa." Aku membalas senyumannya sejenak. Setelah itu menoleh untuk berpamitan pada Joe. Tapi, dimana dia? Sudah menghilang? Pasti takut ku tangkap. Menjengkelkan. Awas saja besok akan kutangkap kamu, Joe.

"Bermain bersama siapa?" Papa menyamakan tingginya denganku.

"Joe. Papa tau Joe?"

"Tau. Joe sahabat kamu, kan?"

"Iya. Tapi dia usil, Pa. Joe bilang ada laba-laba. Ternyata tidak." Aku melihat papa menhembuskan napasnya kemudian tertawa pelan.

"Mau ke rumah Joe?" tawarnya. Dengan semangat aku menganggukkan kepala. Sudah jelas aku mau.

"Oke, mari kita membelikan sesuatu untu sahabat putri papa ini." Papa menggendongku dan mencubit hidungku gemas.

Papa lebih banyak diam di perjalanan. Aku lah yang terlalu banyak mengomel kali ini. Aku terlalu senang untuk bermain ke rumah Joe. Sudah lama tidak bermain dengannya. Aku juga lupa dimana rumahnya. Ah, pasti ini sudah terlalu lama tidak mengunjungi rumah Joe.

Mobil papa berhenti dipinggir jalan. Papa keluar sejenak dan kembali membawa seikat bunga.

"Untuk Anna?" Tanyaku bersemangat.

"Untuk Joe. Tapi kalau Anna mau papa akan belikan nanti ditempat lain. Karena disini tidak ada Bungan Lily kesukaan Anna."

"Oke, Anna ingin Lily putih."

"Baik, Tuan Putri."

Papa tersenyum setelah itu melanjutkan perjalanan kami menuju rumah Joe. Aku tidak sabar.

Tidak butuh waktu lama mobil papa sudah rapih diparkirkan. Dengan tangan mungil digenggaman papa aku dituntun menyusuri lapangan yang diisi penuh dengan batu nisan. Kenapa malah ke pemakaman?

"Pa?" panggilanku tidak direspon. Papa hanya terus berjalan menuju salah satu nisan besar.

Ada foto seorang anak laki-laki disana. Itu Joe. Kenapa ditinggal disini?

"Papa, Joe mana?" Papa masih saja diam. Wajahnya menunduk. Sepertinya sedang berdoa. Aku masih saja mengamati nisan besar digadapanku. Tertulis nama Joe dengan nama keluarga di belakangnya.

Satu detik,

Dua detik,

Aku terdiam. Semua ingatanku kembali. Tentang sebuah mobil yang melaju cepat di depan sekolah, tentang sebuah ruangan yang penuh dengan alat kesehatan, bahkan tentang orang-orang yang mengiringi Joe untuk beristirahat.

Aku berteriak histris. Aku ingin berlari jauh saat ini. Aku ingin berlari untuk kembali melupakan ini semua. Aku benci memoriku. Joe telah pergi. Joe tidak lagi menjadi sahabat Anna. Joe jahat.

Papa memelukku erat. Aku dapat mendengar bisikannya disela-sela tangisanku. Papa memintaku berhenti bermain dengan Joe. Papa juga memintaku untuk berhenti mengingat Joe. Setelah itu papa memintaku mengikhlaskan kepergian Joe.

Joe bahagia disana? Joe tidak benar-benar meninggalkan Anna? Joe... Anna ingin bermain dengan Joe. Joe, Anna takut...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun