"Haduh haduh, entahlah, aku baru aja nyampe sini, sudah kamu mintai tolong berangkat lagi. Aku pikir-pikir dulu ya." Ucap Nisa.
Batin dia, kan masih banyak pegawai lainnya yang kebetulan pulang dari dinas juga. Kenapa gak sama mereka aja sih? Kenapa harus aku? Naruh koper aja belum, bahkan buka pintu kamar hotel aja belum, udah ditelfoni lagi masalah kerjaan.
Duh, nih pintu juga kenapa masih bermasalah aja sih, apa Nisa harus balik ke resepsionis ya buat ngadu masalah ini? Mana ini kamarnya di lantai atas, males banget mau naik turun...
"Tapi jangan lama-lama ngasih kabarnya ya Nis..." Teguh masih meminta kejelasan.
"Iya iya, udah aku tutup dulu ya..." Dan Nisa menutup telfonnya begitu saja.
Dia kembali berkutat dengan cardlock nya. Lalu tiba-tiba, ada suara berat berbicara dari kejauhan.
"Hey... What are you doing?"
Dan seketika Nisa menoleh. Dia melihat ada cowok bule seumurannya sedang berjalan ke arahnya. Dia memakai celana pendek warna hitam dan kaos putih polos. Wajahnya tampak sedikit curiga. Mengingat Nisa sedang berusaha masuk pintu kamarnya.
Apa? Pintu kamarnya??
"Emmm... Maaf. Aku sedang berusaha masuk kamar, tapi ini sepertinya gak bisa digunakan." Jawab Nisa dengan Bahasa Inggris.
Laki-laki itu sudah sampai di sampingnya. Dia ganteng, jangkung dan atletis, dengan tinggi badan kira-kira 185 cm, rambut sedikit panjang, kulit sedikit kecokelatan, dan ada kumis serta janggut tipis yang menghiasi wajahnya. Dia sepertinya tidak 100% berdarah bule. Karena wajahnya lumayan berbau-bau etnis Jawa Indonesia, namun matanya yang mengindikasikan dia ada darah Eropa. Namun karena dia bertanya pada Nisa dengan memakai Bahasa Inggris, jadi Nisa juga membalasnya dengan bahasa serupa.