TEKNIK MEMPERCEPAT PEMATANGAN BUAH YANGÂ EKONOMIS DAN RAMAH LINGKUNGAN
Oleh: Anindita Zhafirah Kurniawati - Teknologi Pangan UNDIP 2022
       Buah-buahan menjadi salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi kesehatan, karena mengandung vitamin, mineral, dan nutrisi lainnya yang diperlukan oleh tubuh manusia. Permintaan buah oleh masyarakat kini cenderung meningkat, hal ini disebabkan karena semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya pola hidup sehat, sehingga mulai memperhatikan nilai gizi dan kesehatan dari makanan yang dikonsumsi. Menurut Kundhavi Kadiresan selaku Asisten Dirjen dan Perwakilan Asia-Pasifik FAO (Food and Agricultural Organization) konsumsi buah-buahan di Indonesia sejak tahun 2020 meningkat menjadi 35%.
      Hasil panen buah memiliki tingkat kematangan yang tidak merata sekalipun telah melalui proses penyortiran. Para petani seringkali menginginkan masa pemanenan yang cepat, tetapi kurang memperhatikan tingkat kematangan buah yang dipanennya. Ketatnya persaingan pasar serta permintaan yang semakin meningkat menjadi pendorong agar dapat menghasilkan buah yang matang lebih cepat setelah dipanen dari pohon dengan tingkat kematangan yang baik.
      Untuk memenuhi kebutuhan buah masyarakat yang semakin meningkat dan di sisi lain ketersediaan buah yang matang masih terbatas, maka perlu dilakukan percepatan pematangan buah. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis akan melakukan teknik mempercepat pematangan buah yang ekonomis dan ramah lingkungan.
      Tujuan dari teknik mempercepat pematangan buah ini antara lain untuk mengetahui teknik yang tepat, ekonomis, dan ramah lingkungan dalam mempercepat pematangan buah.
      Adapun manfaat dari teknik mempercepat pematangan buah ini untuk mendapatkan teknik yang tepat dalam mempersingkat atau mempercepat serta menyeragamkan tingkat kematangan buah, memperbaiki sifat buah yang dipanen, meliputi sifat organoleptik (warna, aroma, dan rasa), sehingga buah tersebut akan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
      Buah berdasarkan pola respirasinya dibedakan menjadi dua kelompok yakni buah klimaterik dan non-klimaterik. Buah klimaterik memiliki lonjakan produksi gas etilen dan CO2, serta laju respirasi yang terus meningkat seiring dengan tingginya tingkat kematangan buah, sedangkan buah non-klimaterik merupakan buah yang tidak mengalami peningkatan laju respirasi selama proses pematangan buah. Contoh buah klimaterik yakni pisang, mangga, pepaya, apel, markisa, dan alpukat. Sedangkan contoh buah non-klimaterik yaitu jeruk, kelompok berries (stroberi, anggur, blueberry, dan raspberry), semangka, dan melon. Hal ini didukung oleh pendapat Inti Mulyo Arti, et al (2020) yang menyatakan bahwa buah klimaterik dapat matang setelah dipanen, oleh karena itu biasanya buah yang tergolong klimaterik akan dipanen dalam keadaan mengkal atau belum matang sepenuhnya. Sedangkan buah non-klimaterik tidak dapat matang setelah dipanen, oleh karena itu buah jenis ini harus dipanen dalam keadaan matang pohon.
     Menurut Yi-ming Zhu, et al (2023), buah selama masa penyimpanan pasti akan mengalami pematangan. Proses pematangan melibatkan perubahan fisiologis serta biokimia dibawah kendali genetik. Proses pematangan buah ini tergantung pada ekspresi gen pematangan dan pengkodean enzim dalam mengkatalisis seluruh perubahan biokimia yang terjadi.
     Pematangan buah merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi mulai dari tahap akhir pertumbuhan dan perkembangan hingga buah tersebut siap untuk dikonsumsi (Ping Wang, et al 2023). Pematangan pada buah menyebabkan terjadinya perubahan visual (organoleptik) meliputi perubahan warna yang berubah menjadi semakin menarik, aroma khas yang muncul akibat volatil yang dilepaskan, total padatan terlarut (TPT) meningkat, susut bobot meningkat, tekstur menjadi lunak, kadar gula meningkat sehingga menjadi manis dan kadar asam menurun, sehingga rasa buah akan menjadi nikmat saat dikonsumsi.
     Buah memiliki beberapa fase atau siklus hidup, yaitu pre maturasi (pembelahan dan pembesaran sel), maturasi (pendewasaan sel), ripening (pematangan), dan juga senesensi (penuaan atau pelayuan). Menurut Puspita, et al (2020), mekanisme pematangan buah selama penyimpanan yaitu buah yang dipanen sebelum matang dan akan mengalami proses pematangan (ripening) selama masa penyimpanan. Terjadi proses biokimia dan juga perubahan fisiologis saat buah disimpan. Buah klimaterik masih dapat melakukan respirasi setelah dipanen. Respirasi akan memicu biosintesis hormon etilen yang digunakan dalam mempercepat pematangan buah (Maya Sari & Juliana Simbolon, 2020).
     Hal ini didukung oleh pendapat Prayitno (2023), yang menyatakan bahwa buah akan memasuki tahap ripening dengan terjadinya proses respirasi dan transpirasi. Pada proses respirasi terjadi degradasi senyawa kompleks menjadi sederhana. Laju respirasi buah menjadi indikator aktivitas metabolik jaringan, sehingga berkaitan dengan umur simpan produk. Sedangkan pada proses transpirasi akan terjadi penguapan kandungan air pada buah yang menyebabkan terjadinya penurunan bobot buah. Hasil dari perubahan secara kimiawi akan tampak pada bentuk fisik buah, sehingga terjadi perubahan warna, rasa, tekstur, dan aroma (Fertiasari, et al  2023).
     Tingkat dan status kematangan pada buah dapat diidentifikasi dari segi visualnya yakni terjadi perubahan warna dinamis pada bagian kulit buah akibat adanya biosintesis pigmen, lebih tepatnya degradasi klorofil secara bertahap sehingga antosianin dan karotenoid dapat keluar. Warna kulit buah ini selain menjadi indikator kematangan juga menjadi indikator kualitas, kesegaran, dan juga sebagai parameter penting dalam pengklasifikasiannya.
     Menurut Triasmoko (2021), teknik mempercepat pematangan buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pematangan alami dan buatan. Pematangan alami merupakan metode penyimpanan buah dalam ruang tertutup, sehingga konsentrasi etilen alami pada buah dapat meningkat seiring waktu. Teknik pematangan alami ini hanya dapat diterapkan pada golongan buah klimaterik saja, sebab buah non-klimaterik tidak dapat mengalami pematangan setelah dipetik. Pematangan alami dinilai lebih mudah untuk diterapkan, sederhana, dan pastinya keamanan pangan terjamin. Selain itu, teknik pematangan alami dinilai lebih ekonomis, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
     Pematangan alami juga dapat dianggap sebagai metode pematangan buah secara tradisional. Beberapa metode pematangan buah secara tradisional diantaranya: Pertama, dapat dilakukan dengan menggunakan handuk/kain/serbet untuk membungkus buah hingga buah menjadi empuk dan harum. Kedua, menyimpan buah dalam wadah beras. Menurut Chalida, et al (2022), beras mampu menahan gas etilen dengan sangat baik. Disarankan buah yang ingin dimatangkan menggunakan teknik ini adalah buah yang masih hijau, sebab proses pemasakan buah terjadi dengan sangat cepat.  Ketiga, memasukkan buah dalam kantong plastik atau kantong kertas kemudian diikat sedikit longgar pada bagian mulut kantong plastik/kertas sehingga dapat mencegah keluarnya gas etilen, sehingga buah akan lebih cepat matang. Keempat, menempatkan buah yang masih mentah di dekat buah yang sudah matang. Hal ini dikarenakan gas etilen akan berdifusi di dalam kantong tersebut dan mendorong pematangan sisa buah agar dapat matang lebih cepat. Kelima, memasukkan buah dalam wadah yang telah dialasi daun kemudian dilapisi kembali dengan daun di bagian atas buah, demikian seterusnya sampai seluruh bagian buah tertutup daun lalu dibiarkan selama beberapa hari. Proses pematangan buah dapat terjadi akibat pengaruh panas dari fermentasi daun yang akan membusuk atau rusak sehingga menimbulkan panas.
     Pematangan buatan merupakan proses untuk mematangkan buah yang dapat dikendalikan agar bisa mendapatkan karakteristik yang diinginkan, sehingga dapat diterima bahkan meningkatkan daya tarik konsumen. Pematangan buatan biasanya diaplikasikan pada buah klimaterik, agar kematangan tercapai lebih cepat sekaligus mendapatkan tingkat kematangan yang seragam dan merata.
     Terdapat beberapa teknik pematangan buah secara buatan, seperti: penggunaan karbit pada buah. Karbit dapat mempercepat pematangan buah pasca panen sebab mengandung zat etilen dalam bentuk gas. Etilen merupakan hormon pematangan yang produksinya akan mengalami peningkatan dengan cepat hingga buah mengalami pembusukan. Hal ini didukung oleh pendapat Siahaan (2020) yang menyatakan bahwa karbit dihasilkan dari batuan kapur dan kokas yang dipanaskan pada suhu yang tinggi, reaksinya yaitu CaO + 3C → CaC2 (karbit) + CO. Menurut pendapat Wisnu Broto, et al (2020), mekanisme karbit dalam mempercepat pematangan buah yaitu direaksikan dengan air sehingga menghasilkan gas etilen dan kalor yang dapat mempercepat pematangan buah, reaksinya yaitu CaC2 + 2H2O (Kalsium karbida + Air) → C2H2 + Ca(OH)2 (gas asetilen (+kalor) + kalsium hidroksida (residu)).
     Selain itu, karbit juga dapat meningkatkan respirasi pada buah, sehingga pektin akan terhidrolisis dan larut air yang mengakibatkan daya rekat antar sel berkurang dan tekstur buah akan menjadi lebih lunak (Firmansyah, et al 2022). Semakin banyak karbit yang ditambahkan, semakin cepat pula respirasi buah dan juga hidrolisis pektin sehingga proses pematangan buah juga akan menjadi lebih cepat. Namun menurut pendapat Almaidah, et al (2022) penggunaan karbit memiliki beberapa kelemahan yaitu akan menimbulkan bau yang tidak sedap, bagian buah yang terkena karbit akan menjadi kotor, rasa buah menjadi kurang manis, buah yang dihasilkan memiliki tingkat kematangan yang tidak seragam, kandungan gizi pada buah yang menurun, hingga limbahnya yang dapat merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia.
     Oleh karena itu terdapat alternatif lain yang dapat diaplikasikan untuk mempercepat pematangan buah, diantaranya: pertama, penggunaan etilen cair (zat ethrel) yang disemprotkan langsung pada buah. Prinsip kerjanya sama seperti penggunaan etilen serbuk. Etilen merupakan hormon pematangan yang produksinya akan mengalami peningkatan dengan cepat hingga buah mengalami pembusukan. Kedua, dilakukan penyemprotan dengan minuman berenergi seperti Extra joss. Minuman ini mengandung vitamin B-kompleks yang mana dapat meningkatkan metabolisme sel dan dapat membantu mempercepat laju kematangan dalam buah. Terakhir, dilakukannya pemeraman dengan karbit yang dikombinasikan dengan kain basah. Hal ini bertujuan agar karbit tidak kontak langsung dengan kulit pisang, sebab dapat menyebabkan kulit menjadi menghitam atau gosong.
Â
Kesimpulan
     Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa teknik mempercepat pematangan buah secara alami atau tradisional menjadi pilihan yang tepat untuk mendapatkan buah yang matang dan seragam, dengan kualitas dan kandungan gizi buah yang tetap terjaga. Selain itu mudah dalam pengaplikasiannya, ekonomis, dan ramah lingkungan. Namun, teknik ini hanya dapat dilakukan pada buah klimaterik saja dan kurang efektif apabila dilakukan pada skala produksi yang besar.
Saran
    Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan teknik mempercepat pematangan buah yang lebih efektif, ekonomis, ramah lingkungan, yang dapat diterapkan dalam skala produksi yang besar.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Almaidah., M. Rifqi, S., & M. Fakih, K. 2022. Karakteristik sensori dan fisikokimia pepaya california hasil pemeraman dengan     menggunakan daun lamtoro (Leucaena Leucocephala). J. Industri Teknologi Pertanian. 16(2): 103-108.
Aprilliani, F., Dheni, A., & Andika, R. 2021. Evaluasi tingkat kematangan buah alpukat. J. Penelitian Pascapanen Pertanian. 18(1): 1-8.
Arti, M. I dan Adinda, N. H. M. 2020. Pengaruh etilen apel dan daun mangga pada pematangan buah pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica). J. Pertanian Presisi. 2(2): 77-78.
Chalida, C., Apiradee, U., Natta, L., Pongphen, J., & Withawat, M. 2022. Controlled release sachet of methyl salicylate from rice husk absorbents for delayed ripening in ‘Namwa’ bananas. Journal of Food Packaging and Shelf Life. Vol. 32: 100861.
Fauziyah, N. A. I. 2021. Pengaruh penggunaan 1-Methylcyclopropene terhadap kualitas buah klimaterik pascapanen. Tugas Akhir: Universitas Pendidikan Indonesia.
Fertiasari, R., Syahrulizar, A., Sri, Y., Nurhafiza., & Pegi, A. 2023. Perubahan fisiologi buah tomat (Solanum lycopersicum) terhadap suhu kamr dan umur simpan yang memengaruhi mutu. Journal of Food Security and Agroindustry. 1(3): 97-104.
Firmansyah., St. Sabahannur., & Suraedah, A. 2022. Uji dosis karbit (CaC2) dan jenis kemasan terhadap waktu pematangan dan mutu buah pisang raja bulu (Musa paradisiaca L. var sapientum). J. Ilmu Pertanian. 3(3): 9-19.
Irfanti, A., & Wenny, B. S. 2019. Eksplorasi karakteristik kimia dan fisik serta komponen gula pada mangga garifta (Mangifera indica). J. Pangan dan Agroindustri. 7(2): 47-52.
Islamiah, S., Sri, R., Wivina, D. I. 2021. Studi pengaruh tingkat kematangan buah kelapa sawit terhadap kandungan asam lemak melalui metode maserasi. Rafflesia Journal of Natural and Applied Sciences. 1(1): 40-49.
Kapoor, L., Andrew, J. S., C. George, P. D., & Ramamoorthy, S. 2022.  Fruit ripening: dynamics and integrates analysis of carotenoids and anthocyanins. Journal of  BMC Plant Biol. doi:10.1186/s12870-021-03411-w Â
Liu, Y., Mingfeng, T., & Mingchun, L. 2020. The molecular regulation of ethylene in fruit ripening. Journal of Small Methods. 4(8): 1900485.
Mubarok, S., Alin, R. A. A., Arin, R., Fathi, R. & Anne, N. 2020. Hormon etilen dan auksin serta kaitannya dalam pembentukan tomat tahan simpan dan tanpa biji. J. Kultivasi. 19(3): 1217-1222.
Prayitno, A. S. 2023. Effect of ethylene compounds on banana ripening and post-harvest packaging (storage) of citrus fruits. Agroindustrial Technology Journal, 7(2).
Puspita, D., Monang, S., & Karina, P. 2020. Uji tingkat kematangan buah mangga menggunakan pigmen antosianin dari bunga telang (Clitora ternatea). J. Biologi dan Pembelajarannya. 8(2): 62-68.
Rohaeni, N., & Farida. 2019. Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap viabilitas benih kopi (Coffea robusta L.). J. Pertanian Terpadu. 7(2): 228-235.
Sari, M., & Julia, S. 2020. Prediksi laju respirasi terong dengan persamaan arrhenius. J. Agroteknosains. 4(2): 21-27.
Salveit, M. 2021. Effect of ethylene on quality of fresh fruits and vegetables. Journal of Posthaverst Biology and Technology, vol:15.
Siahaan, A. M. 2020. Pengaruh penambahan kalsium karbida terhadap konsentrasi vitamin C pada buah mangga samosir (Mangifera indica). J. Analis Laboratorium Medik. 5(2): 13-16.
Triasmoko, A. 2021. Analisis pengaruh ethylene degreening pada mutu pisang ambon kuning. Tugas Akhir: Universitas Gadjah Mada.
Wang, P., Xiao, L., Hanmo, F., Jiao, W., Xiaotian, L., Yimei, L., & Kai, S. 2023. Transcriptomic and genetic approaches reveal that the pipecolate biosynthesis pathway simultaneously regulates tomato fruit ripening and quality. Journal of Plant Physiology and Biochemistry, vol. 201.
Wisnu, Broto., Sari, I. K., Irpan, B. J., Rahmawati, N., & Enrico, S. 2020. Ripening of mango (Mangifera Indica, L.) CV. Gedong using ethylene gas. J. Penelitian Pascapanen Pertanian. 17(3): 165-176.
Zhu, Y., Chao-jie, W., Wei, W., Wei, S., Jian-fei, K., Jian-ye, C., Er-xun, Z., Wang-jin, L., & Ying, Y. Y. 2023. Transcriptional cascade module regulates low-temperature-affected banana fruit ripening. Journal of Postharvest Biology and Technology, vol. 207.
That’s all that I can tell you about Agriculture Technology! I’m so honored and happy, because can make this topic today.Â
Thank you, sorry, and see you di topic Anindita Z.K’s Blog berikutnya!!! Semoga topik blog ku kali ini bermanfaat dan dapat memperluas wawasan kalian semua yaa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H