"India boleh? Mohabbatain." Kataku disambut senyum John. Lagu yang paling kusuka meski telah puluhan tahun berlalu. Ingat jaman sekolah dulu.
"Iya aku ingat, kau penggemar film-film hindi. Akan kuputarkan untukmu. Sebentar ya?"
Hum Ko Humise Churalo memenuhi ruangan. Mewarnai makan malam kami berdua. Perasaan indah itu muncul lagi. Stelan kemeja biru muda dan celana biru dongker yang dikenakan menyita mataku. Tampan benar dia. Sebingkai kaca mata nangkring manis di hidung menambah pesona. Rambut legam belah kanan rapi dia sisir. Perlente, tak nampak sedikitpun pernah melakukan kenakalan padaku.
Kenyamanan kudapatkan, tak lagi ingin pergi darinya. Bahkan hingga makan malam berakhir, masih pula aku ingin bersamanya.
"Jakarta sungguh menakjubkan ternyata." Gumam John sembari menatap pemandangan luar ke arah luar jendela kaca.
"Iya, aku setuju denganmu. Indahnya ketika malam begini. Penuh cahaya."
"Kau suka?"
"Iya, tentu saja."
"Kalau begitu kita ambil gambar ya. Mendekatlah padaku."
Dia geser meja di depan kami agak jauh. Di letakkan gawainya di meja itu. Penyangga kecil yang dibawa menjadi piranti mengabadikan momen kebersamaan kami. View Jakarta malam, pun suasana romantis terabadikan di gawai itu.
Cekrak-cekrek berulang, entah berapa puluh gambar telah dihasilkan. Tak hanya itu, video gelak tawa juga canda cengkerama kami juga ada. Lupa sudah pada kejadian ingin pergi yang hampir menimpa.
Puas bertingkah canda tawa cengkerama, kuutarakan kantukku.
"Aku ngantuk John, pesankan aku kamar berbeda ya."
"Untuk apa, kau bisa tidur di sini denganku. Lihatlah itu king size. Cukup buat kita."