Puasa juga merupakan penyujian roh. Di dalam berpuasa seseorang harus menahan hawa nafsu makan, minum dan seks. Di samping itu ia juga harus menahan rasa amarah, keinginan mengatai orang, bertengkar dan perbuatan-perbuatan kurang baik lainnya. Latihan jasmani dan rohani di sini bersatu dalam usaha menyucikan roh manusia. Di bulan puasa dianjurkan pula supaya orang banyak bersalat dan membaca alQur'an, yaitu hal-hal yang membawa orang dekat kepada Tuhan. Latihan ini disempurnakan dengan pernyataan rasa kasih kepada anggota masyarakat yang lemah kedudukan ekonominya dengan mengeluarkan zakat fitrah bagi mereka.
Ibadah haji juga merupakan penyucian roh. Dalam mengerjakan haji di Mekkah, orang berkunjung ke Baitullah (Rumah Tuhan dalam arti rumah peribadatan yang pertama di dirikan atas perintah Tuhan di dunia ini). Sebagaimana sholat , orang disini juga merasa dekat sekali dengan Tuhan. Bacaan-bacaan yang diucapkan sewaktu mengerjakan haji itu merupakan dialog antara manusia dan dengan Tuhan. Usaha penyucian Roh di sini disertai oleh latihan jasmani dalam bentuk pakaian, makanan dan tempat tinggal sederhana. Selama mengerjakan haji perbuatan-perbuatan tidak baik harus dijauhi. Di dalam haji juga terdapat pula latihan rasa bersaudara antara semua manusia, tiada beda antara kaya dan miskin, raja dan rakyat biasa, antara besar dan kecil, semua sederajat.
Zakat, sungguhpun itu mengambil bentuk mengeluarkan sebagian dari harta untuk menolong fakir miskin dan sebagainya juga merupakan penyucian roh. Disini dilatih menjauhi kerakusan pada harta dan memupuk rasa bersaudara, rasa kasihan dan suka menolong anggota masyarakat yang berada dalam kekurangan.
Ibadat dalam arti Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif. Pengertian serupa ini adalah pengertian yang tidak tepat. Betul ayat 56 dari surat al-Zariat mengatakan: bahwa manusia diciptakan semata-mata untuk beribadat kepada tuhan yaitu mengerjakan salat, puasa, haji, dan zakat. Soal ibadat memang amat penting artinya dalam ajaran Islam. Tapi mestikah kata " liyabudun " di sini berarti ibadat, mengabdi atau menyembah? Sebenarnya Tuhan tidak berhajat untuk disembah atau dipuja manusia. Tuhan adalah Maha Sempurna dan tak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu kata " liyabudun" di sini lebih tepat kalau diberi arti lain daripada arti beribadat, mengabdi, memuja, apalagi menyembah. Lebih tepat kalau kata itu diberi arti tunduk dan patuh dan kata " abada " memang mengadung arti tunduk dan patuh sehingga ayat itu menjadi: " Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk tunduk dan patuh kepada-Ku". Arti ini lebih sesuai dengan arti yang terkandung dalam kata muslim dan muttaqi, yaitu menyerah, tunduk dan menjaga diri dari hukuman Tuhan di Hari Kiamat dengan mematuhi perintahperintah dan larangan-larangan Tuhan. Dengan lain kata, manusia diciptakan Tuhan sebenarnya ialah untuk berbuat baik dan tidak untuk berbuat jahat, sungguhpun di dunia ada manusia yang memilih kejahatan.
Selanjutnya arti sembah dan sembahyang yang diberikan kepada " abada " dan " sholaa " juga membawa paham yang tidak tepat. Kata sembahyang berasal dari suatu bahasa yang memakai falsafah lain dari falsafah Islam. Sembahyang mengandung arti menyembah kekuatan gaib dalam paham masyarakat animisme dan politeisme. Dalam falsafah masyarakat serupa ini kekuatan gaib yang demikian ditakuti dan mesti disembah dan diberi sesajen agar ia jangan murka dan jangan membawa bencana bagi alam.
Kata sembahyang yang mengandung arti demikian, ketika dibawa ke dalam konteks Islam, sebagai terjemahan bagi kata " abada " dan " shola", menimbulkan perubahan dalam konsep Tuhan yang ada dalam Islam. Dalam Islam Tuhan bukanlah merupakan suatu zat yang ditakuti tetapi suatu zat yang dikasihi. Ini ternyata dari ucapan " bismillahirrahmanirrahim " yang tiap hari berkali-kali dibaca umat Islam. Rahman dan Rahim berarti pengasih dan Penyayang, jadi bukanTuhan yang ditakuti, tetapi Tuhan yang dikasihi manusia.
Tetapi kata sembahyang yang masuk ke dalam konteks Islam itu menghilangkan sifat pengasih dan penyayang itu dari kesadaran kita umat Islam. Inilah pula kelihatan salah satu sebabnya maka " dalam al-Qur'an di Indonesia akan menjadi " takutilah Tuhan" sedang arti sebenarnya adalah " pelihara dan jagalah dirimu dari hukum Tuhan di Akhirat dan patuhlah kepada perintah dan larangan-Nya".
Tujuan ibadat dalam Islam bukanlah menyembah, tetapi mendekatkan diri kepada Tuhan, agar demikian roh manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih lagi suci, sehingga akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam. Roh yang suci membawa kepada budi pekerti baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadat disamping merupakan latihan spritual, juga merupakan latihan moral.
Salat memang erat hubungannya dengan latihan moral. Ayat 45 dari Surat al-Ankabut menyatakan: "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar." Dalam satu hadits qudsi juga dinyatakan bahwa Tuhan akan menerima salat orang yang merendah diri tidak sombong, tidak menentang malahan selalu ingat kepada Tuhan dan suka menolong orang-orang yang dalam kesusasahan seperti fakir miskin, orang yang dalam perjalanan, janda dan orang kena bencana. Jadinya salah satu tujuan salat adalah menjauhkan manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan mendorongnya untuk berbuat hal-hal yang baik.
Demikian juga puasa dekat hubungannya dengan latihan moral. Ayat 183 dari surat al-Baqarah mengatakan: "Hai orang-orang yang percaya, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. " Bertaqwa artinya menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan melakukan perbuatan-perbuatan baik. Hadits-hadits Nabi juga mengaitkan puasa dengan perbuatan-perbuatan tidak baik.
Jadi puasa yang tidak menjauhkan manusia dari ucapan dan perbuatan tidak baik tidak ada gunanya. Orang yang demikian tidak perlu menahan diri dari makan dan minum, karena puasanya tidak berguna. Artinya puasa bukanlah menahan dari dari makan dan minum, tetapi menahan diri dari ucapan-ucapan tidak baik lagi kotor.