Mohon tunggu...
Anggit Pujie Widodo
Anggit Pujie Widodo Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. ( Pramoedya Ananta Toer )

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Citra Dua Asap

1 April 2023   22:31 Diperbarui: 1 April 2023   22:32 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebebasannya dari kelamnya masa lalu, membuat hatinya lega, meskipun tidak begitu lega. Ada hari esok yang coba ia gapai dengan harap baru. Jadwal sudah tersusun, hanya menunggu langkah untuk memulai semuanya.

Setelah satu sruputan itu, ia menaruh kembali cangkir kopinya bersanding dengan lepek. Ia biarkan kopi itu terbuka dan tak ditutupinya. Biasanya, ia selalu menutup atas cangkir dengan lepek, sesuai ia sruput kopi itu.

Bukan tanpa alasan, Lelaki itu beranggapan, jika jalan barunya baru saja dimulai dari secangkir kopi.

Dulu cangkir ia tutup, kini ia biarkan terbuka, membebaskan asap mengepul kemanapun, tanpa membatasinya dan memaksakan didalam cangkir untuk tetap menghangatkan.

Dulu sering ia lakukan, namun, kini ia tersontak kaget, jika ia pernah memaksakan kehendak ke kopi untuk tetap hangat, padahal, takdirnya tetap menuju dingin.

Jalan barunya sudah ia mulai dengan hal paling sederhana, mungkin tak pernah terpikirkan sebagian orang. Hanya dia yang punya pikiran dangkal seperti itu. Tapi yasudah, kalaupun ada yang berkomentar, toh juga hanya jadi angin lalu saja.

Kopi itu sudah berada kembali di tempatnya. Setelah itu ia diam sejenak, kemudian tangan kanannya mulai merogoh tas kecil yang selalu ia tenteng kemanapun. Hanya tangannya yang bergerak, sorot matanya tegak lurus kedepan.

Tangannya terus merogoh isi tas, entah apa yang sedang ia cari. Setelah mencarinya tanpa melihat, beberapa saat kemudian, akhirnya ia mendapatkan apa yang ia cari didalam tas, korek.

Korek sudah ditangannya, ia mainkan sejenak, 'tak-tek-tak-tek-tak-tek'

Ia nyalakan api, kemudian dimatikan, nyalakan lagi, matikan lagi. Mungkin itu ritual sebelum Lelaki itu masuk ke bagian paling dahsyat.

Tak lama, tangan kirinya merogoh kantong jaket yang ia pakai. Tak seperti mencari korek yang membutuhkan waktu, ia langsung mendapatkan apa yang ia cari, rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun