Kebebasannya dari kelamnya masa lalu, membuat hatinya lega, meskipun tidak begitu lega. Ada hari esok yang coba ia gapai dengan harap baru. Jadwal sudah tersusun, hanya menunggu langkah untuk memulai semuanya.
Setelah satu sruputan itu, ia menaruh kembali cangkir kopinya bersanding dengan lepek. Ia biarkan kopi itu terbuka dan tak ditutupinya. Biasanya, ia selalu menutup atas cangkir dengan lepek, sesuai ia sruput kopi itu.
Bukan tanpa alasan, Lelaki itu beranggapan, jika jalan barunya baru saja dimulai dari secangkir kopi.
Dulu cangkir ia tutup, kini ia biarkan terbuka, membebaskan asap mengepul kemanapun, tanpa membatasinya dan memaksakan didalam cangkir untuk tetap menghangatkan.
Dulu sering ia lakukan, namun, kini ia tersontak kaget, jika ia pernah memaksakan kehendak ke kopi untuk tetap hangat, padahal, takdirnya tetap menuju dingin.
Jalan barunya sudah ia mulai dengan hal paling sederhana, mungkin tak pernah terpikirkan sebagian orang. Hanya dia yang punya pikiran dangkal seperti itu. Tapi yasudah, kalaupun ada yang berkomentar, toh juga hanya jadi angin lalu saja.
Kopi itu sudah berada kembali di tempatnya. Setelah itu ia diam sejenak, kemudian tangan kanannya mulai merogoh tas kecil yang selalu ia tenteng kemanapun. Hanya tangannya yang bergerak, sorot matanya tegak lurus kedepan.
Tangannya terus merogoh isi tas, entah apa yang sedang ia cari. Setelah mencarinya tanpa melihat, beberapa saat kemudian, akhirnya ia mendapatkan apa yang ia cari didalam tas, korek.
Korek sudah ditangannya, ia mainkan sejenak, 'tak-tek-tak-tek-tak-tek'
Ia nyalakan api, kemudian dimatikan, nyalakan lagi, matikan lagi. Mungkin itu ritual sebelum Lelaki itu masuk ke bagian paling dahsyat.
Tak lama, tangan kirinya merogoh kantong jaket yang ia pakai. Tak seperti mencari korek yang membutuhkan waktu, ia langsung mendapatkan apa yang ia cari, rokok.