'Bagaimana aku tahu kau mencintaiku, ketika aku sendiri tak tahu bagaimana mencintai diriku sendiri. Beribu pesan yang ku kirim, itu tak khayal hanya berupa sampah masa lalu yang kerap aku terima sendiri'
'Apa yang sekarang terjadi padaku, adalah tindakanku di masa lalu. Maaf kan aku yang tak memerhatikan, mempertahankan ego sendiri yang ujungnya hanya merusak harapan'Â
'Aku yang berharap, aku pula yang menerima imbas harapan. Terlalu dalam aku terpaku pada harapku, hingga aku lupa, kau tak seserius itu padaku'Â
'Ketika kau berpaling, aku sedih. Mencoba kuat hanya sehari, sisanya, aku mari terkapar sendiri. Kekasih, jika ruang dan waktu ini terbuka lagi, izinkan aku untuk menyapa dan menjabat tanganmu. Sembari ku ucapkan kata maaf padamu'Â
'Maaf,Â
Ruang dan waktu sudah terbuka kembali untuk Lelaki itu. Permintaan maaf atas apa yang telah terjadi dahulu ia sampaikan serang diri. Semua ya terlihat tidak nyata, namun itulah yang sedang terjadi.Â
Lelaki itu terlalu berpangku tangan pada harap dan keyakinan nya sendiri. Peduli apa dia soal perasaan orang lain, dia merasa bisa tanpa harus berusaha lebih keras.Â
Sampai pada akhirnya dia terlena, ketika kekasih hatinya berkelana membangun bahagia bersama orang lain.Â
Tidak ada yang bisa ia perbuat, hanya sebongkah sesal dan ratapan. Sampai hari ini Lelaki itu masih belum percaya, melihatnya bukan seperti kenyataan.Â
Lelaki itu memang belum sepenuhnya sadar, ada beberapa hal yang belum bisa ia terima dalam hidupnya. Tubuhnya berontak, walaupun isi kepala dan hatinya mencoba menerima.Â
Yah, memang masa lalunya sedikit membuat dirinya mati kutu. Orang-orang di sekitarnya menganggapnya pandai, bahkan tak jarang beberapa dari mereka menumpahkan curahan hatinya ke lelaki itu.Â